Mohon tunggu...
Darma Andreas Ngilawajan
Darma Andreas Ngilawajan Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar - Meneliti - Mengabdi

Menyukai matematika, sains, dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sudahkah Merdeka Pendidikan di Daerah Berbasis Laut Pulau?

17 Agustus 2024   00:00 Diperbarui: 17 Agustus 2024   00:04 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia akan merayakan kemerdekaannya yang ke-79 pada 17 Agustus 2024. Selama kurun waktu 79 tahun, beragam pencapaian dan prestasi dalam wujud pembangunan di berbagai sektor telah diraih, terutama di era Presiden Joko Widodo. Tentu saja pencapaian tersebut beriring dengan sejumlah tantangan dan tak luput pula dari banyak kegagalan. Salah satu sektor yang masih perlu terus diperjuangkan, ditilik dari aspek keadilan, adalah sektor pendidikan.

Para pendiri bangsa sangat menyadari pentingnya pendidikan bagi kemajuan Indonesia, sehingga hal ini sudah diamanatkan sebagai kewajiban negara dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Suatu kalimat yang sederhana namun sarat makna dan membutuhkan implementasi yang masif. Perjalanan waktu yang membentuk untaian sejarah telah mencatat bahwa pendidikan di Indonesia masih terus mencari format yang ideal. Dikutip dari halaman Guru Inovatif, sejak kemerdekaan hingga saat ini, Indonesia telah menerapkan 11 kurikulum. Secara terurut, kurikulum-kurikulum yang telah diterapkan di Indonesia adalah: 1) Rentjana Peladjaran 1947 (Kurikulum 1947); 2) Rentjana Peladjaran Terurai 1952 (Kurikulum 1952); 3) Rentjana Pendidikan 1964 (Kurikulum 1964); 4) Kurikulum 1968; 5) Kurikulum 1975; 6) Kurikulum 1984; 7) Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999; 8) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004; 9) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006; 10) Kurikulum 2013 (K-13); 11) Kurikulum Merdeka (2022-sekarang). Penggunaan sejumlah kurikulum tersebut tentunya dengan tujuan meningkatkan kualitas pembelajaran yang beradaptasi dengan perkembangan jaman.

Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan perkembangan luar biasa di bidang teknologi internet sehingga melahirkan banyak perangkat digital, menjadi faktor pemicu utama lahirnya Kurikulum Merdeka. Zahir dkk (2022) menyatakan bahwa Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang menekankan kata merdeka atau bebas. Yang dimaksud dengan merdeka adalah suasana belajar yang tidak terbelenggu, kaku, dan penuh dengan beban yang bisa membuat tekanan bagi para peserta didik maupun pendidik.  Pendapat Zahir tersebut menyiratkan karakter dari kurikulum Merdeka yang memberi keleluasaan bagi pendidik dan peserta didik untuk secara leluasa menggunakan sumber belajar yang tersedia untuk menunjang kegiatan belajar demi tercapai tujuan pembelajaran. Penjabaran dari sifat "merdeka" tersebut dapat terlihat dari maraknya sumber belajar online yang dapat diakses secara gratis maupun berbayar melalui perangkat smartphone yang dimiliki guru dan siswa. Suasana belajar menjadi lebih fleksibel dan menyenangkan. Kondisi ini memantik hadirnya sejumlah inovasi pembelajaran dalam bentuk pendekatan maupun model belajar. Apresiasi terhadap implementasi kurikulum Merdeka dapat dilihat dari testimoni banyak guru dan siswa yang telah merasakan manfaat dari penerapan kurikulum tersebut.

Kondisi geografis wilayah Indonesia yang merupakan negara kepulauan memang menjadi faktor plus dan minus dalam penerapan kurikulum Merdeka. Bagi sekolah-sekolah yang berada di daerah kontinental (luas wilayah yang besar seperti pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali), apalagi jika letaknya berada di Ibu Kota Provinsi atau Kabupaten, maka akan memiliki keunggulan dalam hal kelancaran koneksi internet dan kelengkapan sarana penunjang lainnya. Namun keleluasan yang diciptakan oleh Kurikulum Merdeka akan menjadi kondisi yang kontradiktif bagi sekolah-sekolah yang berada di wilayah pulau-pulau terluar, sekolah -sekolah yang berada di pulau-pulau kecil yang dipisahkan lautan, dan kebanyakan berada di kawasan Indonesia Timur. Sekolah-sekolah yang berada pada wilayah dimaksud, secara realita memang memiliki keterbatasan infrastruktur digital. Ditambah lagi dengan keterbatasan infrastruktur lainnya, semisal aliran listrik yang sering padam atau tidak bisa diakses penuh selama 24 jam. Mengacu pada informasi yang dihimpun dari beberapa sumber, diantarnya temuan dari sejumlah asesor Badan Akreditasi Nasional Sekolah dan Madrasah, diperoleh keterangan bahwa ada sekolah-sekolah yang berada di pulau-pulau terluar di Provinsi Maluku yang sangat sering mengalami pemadaman listrik atau listrik hanya bisa diakses selama 6 hingga 12 jam setiap harinya. Keterangan ini diperkuat dengan informasi dari sejumlah guru peserta PPG dalam jabatan bahwa mereka tidak bisa menerapkan pembelajaran inovatif berbasis perangkat digital karena mengalami kendala koneksi internet, bahkan sama sekali tidak ditunjang infrastruktur digital yang disebabkan terbatasnya full access sumber daya listrik.

Selain keterbatasan yang telah disebutkan, kendala lain yang menjadi penghambat implementasi pembelajaran berbasis digital secara maksimal pada sekolah-sekolah di wilayah terluar adalah faktor kemiskinan. Sebagai contoh, data dari BPS Provinsi Maluku per Maret 2023 menunjukkan garis kemiskinan pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp 684.020,-/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp 502.215,- (73,42 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp 181.805,- (26,58 persen). Mengacu pada data tersebut, tidak mengherankan jika masih banyak siswa yang terhambat ketika bersentuhan dengan pembelajaran yang menggunakan perangkat digital. Jangankan untuk membeli smartphone, untuk makan saja masih cukup sulit.   

Dari deskripsi realita yang telah dipaparkan, harapannya para pengambil kebijakan di tingkat daerah dan pusat, terutama para calon Kepala Daerah di tingkat Kabupaten, Kota dan Provinsi yang akan bertarung dalam kontestasi Pemilihan Walikota, Bupati, dan Gubernur di wilayah-wilayah berbasis laut dan pulau nantinya benar-benar memperhatikan nasib pendidikan di wilayah yang akan dipimpinnya jika terpilih. Sinergitas dengan pemerintah Pusat mutlak perlu ditingkatkan, terutama Pemerintahan yang nanti dibentuk oleh Presiden terpilih.

Dirgahayu Republik Indonesia ke-79. Semoga kedepannya pendidikan di wilayah berbasis laut pulau sudah tidak lagi terbelenggu oleh "penjajahan" kemiskinan dan keterbatasan di era digital yang terus berkembang secara cepat. Teriring harapan kiranya Keadilan Sosial dalam dunia pendidikan benar-benar terealisasi. Merdeka!!! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun