Mohon tunggu...
Darma Andreas Ngilawajan
Darma Andreas Ngilawajan Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar - Meneliti - Mengabdi

Menyukai matematika, sains, dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengembangan Literasi dan Numerasi di Maluku: Kekuatan, Kelemahan, dan Adaptasi

24 Agustus 2023   23:01 Diperbarui: 24 Agustus 2023   23:06 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompetisi PISA (Programme for International Student Assessment) yang diinisiasi oleh OECD (Organization for Economic, Cooperation and Development) merupakan standar assessment global untuk mengukur kemampuan literasi dan numerasi dari anak usia 15 tahun dari negara-negara kontestan PISA. Kompetisi ini diselenggarakan tiap tiga tahun sekali. Hasil dari PISA selanjutnya menjadi bahan rekomendasi OECD bagi negara-negara kontestan dalam memperbaiki kualitas pendidikannya. Data dari kompetisi PISA tersebut dapat juga dijadikan bahan analisis untuk memprediksi kemajuan negara kontestan PISA pada berbagai aspek dalam kurun 10-20 tahun kedepan, karena anak-anak yang mewakili negaranya dalam kompetisi PISA merupakan generasi usia kerja yang produktif dalam kurun waktu tersebut. Itu sebabnya kemampuan literasi dan numerasi merupakan aspek penting yang perlu mendapat perhatian dalam dunia pendidikan.

Bagaimana kemampuan literasi dan numerasi siswa-siswi di Indonesia? Jika mencermati data dari OECD PISA, sejak berpartisipasi dalam kompetisi PISA pada tahun 2000, posisi Indonesia selalu berada pada interval 10 terbawah dari seluruh negara peserta PISA.. Laporan dari PISA OECD menyatakan bahwa hanya 28 % siswa Indonesia yang mampu menyelesaikan soal pada level 2, sementara 72% sisanya tidak mampu mencapai level ini (Avvisaty et al, 2019). Soal level 2 sendiri terkait dengan ketrampilan menafsirkan dan mengenali situasi dalam representasi matematis, Mengacu pada data PISA OECD, sangat jelas bahwa kemampuan literasi dan numerasi siswa usia sekolah di Indonesia masih sangat lemah. Mendindaklanjuti rekomendasi dari PISA OECD maka Pemerintah melalui Kemendikbud telah melakukan perbaikan mutu pendidikan di Indonesia, yang paling mutakhir adalah mengganti format ujian nasional yang telah berlangsung sejak lama dengan format Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang menitikberatkan pada evaluasi kemampuan literasi dan numerasi siswa. Sejak implementasi AKM selama beberapa tahun terakhir setidaknya mulai terasa dampak yang positif pada kemampuan literasi dan numerasi, terlebih lagi dengan mulai diterapkannya Kurikulum Merdeka Belajar sehingga otonomi pembelajaran dapat dikembangkan seluas-luasnya oleh pihak sekolah dengan memberi fokus lebih pada penguatan literasi dan numerasi.  

Lantas bagaimana kemampuan literasi dan numerasi dari siswa-siswi di Provinsi Maluku? Apa saja yang perlu dilakukan pemerintah provinsi dan kabupaten kota untuk mengembangkan kemampuan literasi dan numerasi? Apa kelebihan dan kelemahan yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan literasi dan numerasi di Maluku?

Provinsi Maluku yang dijuluki negeri seribu pulau karena memiliki banyak pulau yang tersebar dan dikelilingi lautan memang menyimpan sejuta pesona dan kekayaan alam, terutama kekayaan dari sektor laut. Disamping itu, keragaman budaya berupa bahasa, pakaian adat, kerajinan, tari-tarian, dan sebagainya, turut melengkapi potensi kekayaan intelektual dan sumber daya manusia di Maluku.  Namun disisi lain, rentang wilayah yang luas yang dipisahkan lautan menyebabkan kesenjangan ekonomi dan pendidikan yang sudah menjadi persoalan klasik sejak lama.

Khusus untuk sektor pendidikan, berdasarkan data mutakhir dari Badang Akreditasi Nasional Sekolah dan Madrasah (BAN S/M), Maluku berada pada peringkat 34 dari 38 Provinsi di Indonesia dalam hal kualitas pendidikan. Tentunya peringkat yang diberikan merupakan akumulasi dari berbagai komponen penilaian. Data ini menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Maluku masih sangat rendah. Gambaran kualitas tersebut secara jelas terlihat pada hasil belajar siswa-siswa di Maluku, terutama dalam hal kompetisi literasi dan numerasi secara nasional. Kemampuan literasi dan numerasi yang lemah tentunya akan berdampak pada prestasi siswa untuk kompetisi lainnya, sebut saja olimpiade sains dan matematika.

Di lain sisi, meski dari aspek kompetisi literasi numerasi dan olimpiade siswa-siswi di Maluku masih belum menunjukkan hasil yang maksimal, tetapi hal tersebut kontradiksi dengan data dari Badan Pusat Statistik pada rentang tahun 2019-2021 tentang literasi digital, dimana secara persentasi angka, Maluku menunjukkan kemampuan literasi membaca yang jauh lebih baik dari daerah lain. Namun jika data tersebut dikaji secara eksplisit, persentasi anak usia sekolah di Maluku yang tidak bisa membaca pada tahun 2019 sebanyak 0.18% mengalami peningkatan menjadi 0.85% pada tahun 2021. Meski secara angka bisa dikatakan minim, namun jelas hal ini tidak memuaskan dan harus segera dibenahi lagi melalui kebijakan yang tepat dari pemerintah daerah melalui dinasi pendidikan sehingga angka tersebut bisa kembali diturunkan.

Merujuk pada data BPS, maka jelas bahwa yang harus diperbaiki adalah kemampuan literasi dan juga kemampuan numerasi melalui metode pengajaran yang tepat dan fasilitas belajar yang sesuai. Menyangkut fasilitas belajar yang sesuai, salah satu persoalan klasik yaitu kesenjangan dalam pemerataan akses informasi dan komunikasi di Maluku secara perlahan mulai pengalami perbaikan pasca pandemi COVID-19, meski belum semua daerah di Provinsi Maluku memiliki koneksi internet yang baik. Persoalan selanjutnya adalah bagaimana mengoptimalkan kemudahan akses informasi tersebut melalui strategi dan metode pembelajaran yang sesuai sehingga mampu meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa-siswi di Maluku.  

Terkait peningkatan dan penguatan kemampuan literasi dan numerasi di Maluku, lebih khususnya kemampuan literasi numerasi, sebenarnya telah digagas sejak tahun 2012 oleh Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Pattimura melalui Kompetisi Literasi Numerasi (KLM) yang diselenggarakan setiap tahun, namun masih terbatas pada sekolah jenjang SMP di Kota Ambon. Merujuk pada data dari hasil kompetisi literasi numerasi tersebut, terlihat bahwa ada beberapa SMP swasta unggulan dan SMP negeri yang selalu mendominasi juara setiap tahunnya. Sementara sekolah lainnya seperti biasa selalu tersisih di babak awal. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan literasi numerasi di kota Ambon pun belum merata, padahal Ambon merupakan barometer kualitas pendidikan di Maluku. Sementara untuk kompetisi olimpiade sains dan matematika pun hasilnya selalu didominasi oleh sekolah-sekolah unggulan di Kota Ambon. Kenyataan ini merupakan indikator bahwa kemampuan literasi dan numerasi di Provinsi Maluku harus segera ditingkatkan melalui kebijakan pembelajaran yang tepat sebagai hasil sinergitas antara pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota melalui dinas pendidikan pada masing-masing jenjang pemerintahan, serta kalangan akademisi dari beberapa Universitas di Maluku.

Penerapan kebijakan yang tepat semisal diadakannya kegiatan Bimbingan Teknis (BIMTEK) secara periodik terkait literasi dan numerasi untuk guru-guru pada semua jenjang pendidikan di level Provinsi dan Kabupaten Kota sehingga diharapkan selalu ada inovasi pembelajaran yang tepat untuk memperkuat dan meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi untuk siswa-siswi di Maluku. Tentunya saja sangat diperlukan sinergitas dengan Kemendikbudristek sehingga dimungkinkan secara berkala diadakan pelatihan atau workshop terkait desain model atau instrumen pembelajaran yang inovatif sehingga mampu memberdayakan guru-guru di Maluku agar bisa menerapkan pembelajaran yang efektif yang bertumpu pada penguatan kemampuan literasi dan numerasi.

Menyangkut kondisi geografis wilayah Maluku yang merupakan daerah kepulauan, yang tentu saja kaya akan keragaman budaya, dan kaitannya dengan pengembangan kemampuan literasi dan numerasi, sebenarnya dapat disiasati dengan memasukkan kontent budaya dalam kurikulum lokal. Misalnya literasi membaca dapat diimplementasikan melalui pengenalan kebudayaan lokal dari semua daerah di Maluku melalui teks bacaan, sementara untuk kemampuan numerasi dapat disiasati dengan penerapan pembelajaran matematika dengan pendekatan etnomatematika yang memuat konten budaya Maluku. Kombinasi antara kondisi geografis dan konsep literasi dan numerasi ini bisa melahirkan kompetensi lainnya, yaitu literasi budaya.

Adanya sinergitas yang baik dari berbagai pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan di Maluku diharapkan mampu meningkatkan dan menguatkan kemampuan literasi dan numerasi dari generasi usia sekolah di Provinsi Maluku, sehingga mampu membentuk mereka untuk menjadi problem solver yang baik dalam bidang kerja apapun yang nantinya ditekuni di masa mendatang dan diharapkan memiliki karakter yang menjiwai nilai-nilai Pancasila yang bersumber pada budaya leluhur bangsa, sehingga bermuara pada sumber daya manusia yang berkualitas yang akan memajukan Indonesia, dan tentu saja memajukan Maluku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun