Mohon tunggu...
Darlis Darwis
Darlis Darwis Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Di Balik Semua Ini, Ada Apa

26 Juni 2024   09:13 Diperbarui: 26 Juni 2024   09:13 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dibalik Semua ini. Sesungguhnya apa yang sedang  terjadi  dan mau dibawa kemana bangsa dan negara Indonesia menjelang ke 79 tahun HUT RI  (1945-2024) usia Indonesia  Merdeka dalam berbangsa bernegara dan bermasyarakat serta berdiri sama tegak duduk sama rendah dengan bangsa-bangsa lainnya. 

Terpikirkan di benak terbentuk dalam suatu pertanyaan sebagai "titipan" sejumlah elemen anak bangsa rakyat anggota masyarakat biasa yang tidak "makan" (dibaca mengenyam) "sekolahan-pendidikan". Artinya bukan ahli bukan bukan pula pakar di bidang hukum dan administrasi tata negara, tidak tahu menahu tentang perpolitikan  dan demokrasi "macam mana itu bah" (diucapkan dalam dialek medan sumatera utara). 

Apa Yang  Engkau Mau (dibaca apa maunya) Terbayangkan akan sebuah Film "terlaris" tempo dulu (dibaca legend) "Apa yang Kau Cari Palupi" dan "Kejarlah Daku Engkau Kutangkap". Sejatinya (dibaca sepertinya)  bangsa ini semakin jauh dari cita cita Indonesia merdeka dan berdirinya negara kesatuan republik Indonesia yang mencita citakan masyarakat adil makmur sejahtera  aman rukun damai tentram. 

Sebagai bangsa  yang mempunyai kultur nilai-nilai luhur berbudaya dan beradab sejak dulu kala pada zaman generasi "nenek moyang". Keadaan saat ini  baru saja terasa reda dari kebisingan-kehebohan  yang mengusik kedamaian dan ketentraman-kerukunan berbangsa bernegara dan bermasyarakat dari hiruk-pikuk hingar bingar, gonjang-ganjing ribut-ribut, silang sengketa hasil perhitungan suara penyelenggaraan Pemilu 2024 terkait dengan PILPRES/WAPRES RI 2024-2029. Kini sudah mulai terasa ramai lagi diterpa berbagai isu dan sinyalemen negatif maupun positif. 

Suhu perpolitikan mulai hangat kembali berkaitan dengan PILKADA; PILGUB/CAWAGUB khususnya di beberapa Propinsi sebut saja di Sumatera Utara dan Daerah Khusus Jakarta, hanya karena terkait dengan "figure" calon yang diusung. Ramai dibicarakan, spekulasi siapa berpasangan dengan siapa. 

Akan hal tersebut,  simulasi hitung-hitungan suara ditambah dengan "spekulan" hitung hitungan suara dari lembaga survei, lebih lanjut  cari "teman" koalisi dan sebagai langkah  terakhir deklarasi sudah dapat dipastikan akan  bermunculan siapa dukung siapa menjadi "konsumsi" perdebatan dalam "arena" perdebatan yang bisa jadi debatable. 

Bertambah ramai dan menjadi "hangat" pergunjingan mirip serupa tapi tak sama pola atau modusnya, ketika terjadi perubahan norma aturan  persyaratan batas usia calon PILPRES/ CAWAPRES 2924-2029 dan sekarang ini sedang heboh dibicarakan banyak masyarakat  perihal aturan persyaratan batas usia ketika mendaftar menjadi usia  ketika dilantik untuk PILGUB/CAWAGUB. 

Dibalik semua ini, ketika muncul pertanyaan  ada apa, apa mau nya mau dibawa kemana negara ini, jawabannya disuruh bertanya ke rumput yang bergoyang mungkin disana ada jawabannya sebagaimana  lagunya Ebiet G Ade Berita Kepada Kawan  Kondisi compang camping-koyak koyak-robek-robek ter(di) acak-acak lembaran per lembar marwah konstitusi bangsa negara sangat menyedihkan dan membuat keprihatinan akan arah dan tujuan masa depan bangsa dan negara. 

Akan hal tersebut menjadi  "PR" (dibaca Pekerjaan Rumah) besar melebar dan mendalam ana bangsa para ahli hukum dan administrasi tata negara dan ilmu politik. Semoga saja para pakar akademisi maupun praktisi tehnokratis dapat memberi jawaban sebagai  sumbangan pemikiran jalan terbaik untuk masa depan, masa yang akan datang sebagaimana seharusnya semestinya dalam berbangsa bernegara dan bermasyarakat serta dalam tata hubungan "pergaulan" internasional menjadi negara yang diperhitungkan-disegani oleh bangsa-bangsa lain sebagaimana pada masa pergerakan dan awal Indonesia merdeka.  

Dari situasi kondisi sebagaimana "terekam" di pikiran hati dan nurani serta akal sehat anak bangsa akhir akhir ini terhadap perjalanan perpolitikan dan demokrasi bangsa selama satu dekade pasca Reformasi tahun 1997-1998.lebih terasa khusus lagi 10 tahun terakhir terjadi kegaduhan dalam berbangsa bernegara dan bermasyarakat ketika penyelenggaraan pra maupun  pasca pemilu sampai-sampai aturan "diubah" perpolitikan "diaurbaurkan" dipranata usahakan menjadi koalisi "pelangi", sumber daya dan dana negara "dieksploitasi" dijadikan "alat" "diboncengi". 

maksud dan tujuan "tertentu" oleh "segelintir" "sekelompok-segolongan" orang bahkan untuk kepentingan pribadi (dibaca extended family) demi suksesi bernepotisme.   Sesungguhnya bukankah perangkat negara yang berlandasan trias political menganut sistem  presidensial (bukan parlementer, bukan kerajaan bukan pula kekeluargaan) telah ditata sedemikian rupa, ada eksekutif, ada legislatif, dan yudikatif plus perangkat negara lainnya dalam bentuk komisi (seperti pemilu, pemberantasan korupsi, penyiaran dll sbgnya) yang men"dudukan" kepentingan atau menampung independensi  masyarakat sipil "civil society" di luar pemerintahan dan ada Mahkama Konstitusi (MK) sebagai Lembaga Tinggi Negara pemegang kekuasaan peradilan bersama sama Mahkamah Agung. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun