Pagi ini hujan mengguyur bumi. Dibalik jendela yang basah, ingatan Luna kembali terkenang pada sosok sahabatnya Dio, yang sudah setahun belakangan hilang seperti ditelan bumi tanpa ada kabar.
'Ah.. Kenapa aku harus ingat dia terus?' Ketika sadar akan ingatannya cepat-cepat dia menggumam pada dirinya sendiri, 'lupakan sahabatmu itu Luna, belum tentu dia memikirkanmu juga sekarang dan aku cukup tahu diri.'
Aku persembahkan
Hidupku untukmu
Telah kurelakan
Hatiku padamu
Terdengar dengan jelas di telinga Luna sebuah lagu yang keluar dari radio yang dia nyalakan sejak bangun dari tidurnya. Biasanya di saat hujan atau minggu pagi begini, akan selalu ada sapaan menyebalkan tetapi selalu dirindukan Luna di handphonenya. Seperti sms yang selalu mampir di handphone Luna, ‘Hujan nih... Kalau kamu kangen aku, pandangin hujan aja ya. Hahaha....’ Atau ini, ‘Peri bantal bangun..! Eh kemarin aku kenalan sama cewek lucu deh, dan seperti biasa aku berhasil mengajaknya keluar siang ini. Dio gitu... Mandi sana, jangan malas. Nanti malam aku jemput, kita makan malam bareng.’
'Oh iya, besok kita nggak bisa ketemu ya tiga hari kedepan. Biasa, ibu negara datang soalnya. Nggak usah kangen aku ya. Hahaha...' Ledek Dio ketika mereka makan malam bersama. Luna tahu jika Dio sebenarnya sudah memiliki kekasih dan mereka sudah cukup lama menjalani hubungan jarak jauh sekitar empat tahun lamanya. Meskipun Luna belum pernah mengenal kekasih Dio tetapi Dio sudah sering menceritakan kisah kasih mereka. Bagi Luna lebih baik dia tidak mengenal kekasih Dio.
'OK. Have fun ya…' Jawab Luna singkat sambil membolak balik makanan yang ada didepannya. Rasanya saat itu mendadak perut Luna terasa penuh sesak. Luna sangat tahu ketika kekasih Dio datang mengunjunginya, sudah pasti Dio akan menonaktifkan handphonenya. Jadi pesan yang Dio sampaikan malam itu dapat dipahaminya dengan cepat. 'Kenapa selalu ada wanita lain yang ada dalam hidupmu, Dio? Kenapa bukan aku yang sekarang ada di hadapanmu?' Pertanyaan itulah yang selalu mampir di benak Luna setiap kali Dio bercerita tentang wanita-wanita dihidupnya.
'Kamu memang selalu mengerti dan memahamiku, peri bantalku. Hehehe...' Ledeknya lagi sambil menatap manja Luna. Luna hanya membalas tatapannya dengan senyum kecut di bibirnya, dalam hatinya berkata 'seandainya saja kamu tahu perasaanku yang sebenarnya, Dio...'
Hujan semakin deras mengguyur pagi ini. Luna beranjak menuju tempat tidurnya dan direbahkannya kembali tubuh mungilnya itu.
Semoga akan ada keajaiban
Hingga akhirnya kaupun mau
Aku mencintaimu
Lebih dari yang kau tahu
Kali ini Luna menirukan lirik lagu yang masih didengarnya. 'Ah... Tidak mungkin ada keajaiban itu', batinnya berkata lirih. Luna terdiam sejenak dan melemparkan pandangan ke luar jendela, memandangi air hujan yang sudah terlanjur tumpah. Tiba-tiba teringat suatu peristiwa yang sulit Luna lupakan di hari minggu pagi saat hujan lebat satu tahun yang lalu.
Beep beep
Tiba-tiba handphone Luna berbunyi. Luna segera meraih dan membaca sms yang masuk.
‘Alhamdulillah, ijabnya lancar dan nggak perlu ngulang. Wish you were here.’
Begitu membaca sms tersebut, ada rasa sesak di dada yang segera merasuk tanpa Luna mampu menolaknya. Luna tahu hari ini adalah hari pernikahan Dio dengan kekasihnya. Pernikahan seorang sahabat sekaligus seseorang yang Luna cintai diam-diam. Luna memilih untuk tidak menghadiri dengan alasan tugas kuliah yang tidak bisa ditinggalkan. Lama terdiam, akhirnya Luna berusaha menekan huruf demi huruf membalas sms yang belum lama dibacanya.
‘Hope you really feel happy.’
Kau buat remuk
Sluruh hatiku
Kembali sayup-sayup terdengar ditelinga Luna. Tanpa terasa air mata Lunapun menetes. 'Ya, semestinya kau sudah bahagia bersama isterimu sekarang...'
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H