Suguhan demi suguhan akan suatu tindakan intoleran oleh kelompok mayoritas dalam situasi hidup keberagamaan di Indonesia masih saja terus terjadi. Kelompok minoritas masih mendapat banyak ancaman, serangan, larangan mendirikan rumah ibadah, larangan melakukan kegiatan beragama, pemakluman akan kebencian dan pengrusakan-pengrusakan fasilitas tempat ibadah. Masih jelas dalam ingatan, kasus yang menimpa jemaat GKI Yasmin (Bogor), HKBP Filadelfia (Bekasi), Ahmadiyah, dan beberapa hari lalu diberitakan warga penganut Syiah harus keluar dari kampung halamannya sendiri, dan masih banyak sejumlah kasus intoleransi lainnya yang mengatasnamakan perbedaan agama dan keyakinan. Hak mereka sebagai warga negara tersisih oleh kepicikan kelompok yang alergi keberagaman.
Sungguh menyedihkan dan ironis melihat kenyataan dalam kehidupan manusia yang semakin sering dilanda pertengkaran, perpecahan, bahkan saling menghilangkan nyawa sesamanya hanya karena didasari oleh masalah perbedaan. Bagi mereka, yang tidak masuk dalam kelompok mereka dianggap musuh. Seolah-olah merekalah satu-satunya pemilik kebenaran. Tidak jarang pula mereka menggunakan kekerasan oleh karena perbedaan memahami dalil dengan mengatasnamakan mereka salah dan kami yang benar. Perbedaan di pihak tertentu dipersepsi sebagai ancaman bahkan layak untuk disingkirkan. Perbedaan menjadi sebuah romansa dilematis, antara mempertahankan keyakinan diri dengan menghalalkan segala cara atau menerimanya sebagai suatu pertimbangan lain.
Salahkah jika kita berbeda?
Perbedaan akan selalu menjadi masalah sosial yang tidak akan pernah berakhir, karena perbedaan itu sendiripun akan selalu ada dan tidak akan pernah berakhir. Berbeda itu pasti! Tak ada suatu makhluk (baca= manusia) yang sama persis sekalipun mereka kembar. Setiap pribadi pastilah berbeda satu dengan lainnya baik itu secara fisik maupun non fisik seperti pemikiran, pendapat, keyakinan terhadap sesuatu hal atau apapun yang tak terlihat secara kasat mata. Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu. Hargailah perbedaan dengan bijaksana dan tanpa sebuah distorsi. Beda prinsip, beda pandangan atau beda keyakinan sekalipun bukanlah alasan untuk melegalkan peperangan dan tindakan anarkis lainnya. Apa yang kita anggap benar biarlah kita anggap sebagai kebenaran, tetapi jangan sekali-sekali memaksakan kebenaran menurut keyakinan kita kepada kelompok lain. Jangan jadikan perbedaan sebagai kambing hitam untuk mengambil keputusan tindakan barbar sebagai tameng untuk menutupi ketidakmampuan mengatasi masalah, dan perbedaan ada bukan untuk disamakan.
-Salam berbeda namun tetap satu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H