Ritual Ngantiro' adalah bagian penting dari tradisi masyarakat Dayak Simpang Kualan di Kalimantan Barat, yang merefleksikan hubungan erat antara manusia, alam, dan leluhur. Lebih dari sekadar upacara pernikahan, Ngantiro' adalah perjalanan spiritual yang menegaskan filosofi kehidupan masyarakat Dayak tentang keseimbangan kosmis, penghormatan terhadap leluhur, dan kesadaran akan peran manusia sebagai penjaga alam. Identitas masyarakat Dayak Simpang Kualan terjalin erat dengan elemen-elemen alam seperti hutan, sungai, tanah, dan langit, yang tidak hanya dipandang sebagai sumber kehidupan, tetapi juga sebagai entitas sakral yang dijaga oleh roh-roh pelindung seperti Datok Nyangkedum Nyangkalang Tanah, Keramat Dolat Macan, Nabau, dan Sangiang Burong. Dalam kepercayaan mereka, menjaga hubungan harmonis dengan elemen-elemen ini adalah prasyarat keberlanjutan hidup.
Kepercayaan terhadap leluhur menjadi bagian integral dari identitas Dayak Simpang Kualan, di mana leluhur seperti Duata Akek, Duata Inek, dan Pateh Intai Domong diyakini terus hadir sebagai penjaga dan pengawas kehidupan keturunan mereka. Melalui ritual Ngantiro', masyarakat tidak hanya memohon restu leluhur, tetapi juga mewariskan nilai-nilai luhur kepada generasi berikutnya, seperti rasa hormat, kesadaran ekologis, dan tanggung jawab moral. Ritual ini memperkuat kesadaran bahwa setiap tindakan manusia memiliki dampak spiritual dan ekologis, yang harus sejalan dengan prinsip keseimbangan alam semesta.
Ngantiro' juga mencerminkan struktur sosial masyarakat Dayak Simpang Kualan, yang berbasis pada kebersamaan dan gotong royong. Dalam prosesi ini, pemangku adat berperan sebagai penghubung spiritual antara manusia dengan leluhur dan roh penjaga alam, sementara pabayu, atau pendamping adat, memberikan dukungan kepada mempelai sebagai simbol solidaritas komunitas. Keterlibatan seluruh warga desa dalam persiapan ritual, mulai dari pengumpulan sesaji hingga pelaksanaan doa kolektif, mencerminkan prinsip kolektivitas yang menjadi pilar utama dalam kehidupan masyarakat Dayak Simpang Kualan. Sesaji berupa hasil bumi seperti padi, buah-buahan, dan air sungai, melambangkan hubungan manusia dengan alam yang dijalani dengan rasa syukur dan penghormatan.
Melalui rangkaian ritual yang terstruktur, dari persiapan hingga pembacaan doa, Ngantiro' tidak hanya menjadi simbol penyatuan mempelai, tetapi juga medium untuk memperkuat integrasi antara dimensi manusia, leluhur, dan alam. Formasi duduk kedua mempelai bersama pabayu di belakang pemangku adat merepresentasikan keteraturan hidup, di mana setiap individu memiliki peran yang saling melengkapi dalam menciptakan harmoni. Doa dan mantra yang diucapkan pemangku adat menjadi jembatan spiritual yang menghadirkan perlindungan, restu, dan harapan bagi kehidupan rumah tangga yang baru dibangun.
Di tengah arus modernisasi, Ngantiro' tetap menjadi pengingat akan pentingnya pelestarian budaya dan kearifan lokal sebagai identitas komunitas. Ritual ini bukan hanya sarana untuk mempererat hubungan dengan leluhur, tetapi juga edukasi spiritual bagi generasi muda tentang pentingnya menjaga harmoni dengan alam dan tradisi. Dengan tetap mempraktikkan Ngantiro', masyarakat Dayak Simpang Kualan memastikan bahwa nilai-nilai luhur tentang keseimbangan, penghormatan, dan kebersamaan akan terus hidup dan relevan di tengah perubahan zaman.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI