Mohon tunggu...
Darius Kaba
Darius Kaba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hanya seorang tukang cukur keliling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

BAHASA TERIMA KASIH YANG TAK TERDENGAR: Filosofi Tradisi Dayak Kualan

18 Desember 2024   12:55 Diperbarui: 18 Desember 2024   12:55 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengantar

Masyarakat Dayak Kualan, salah satu suku adat di Kalimantan, memiliki cara yang khas dalam mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih. Di berbagai budaya, kata "terima kasih" dipandang sebagai simbol yang mendalam untuk menunjukkan penghargaan atas kebaikan. Kata ini menjembatani hubungan antarmanusia melalui ucapan sederhana namun sarat makna. Namun, di tengah kehidupan masyarakat Dayak Kualan, kata tersebut tidak lazim digunakan secara verbal dalam keseharian mereka. Ketidakhadiran kata ini bukanlah tanda kurangnya penghargaan, melainkan refleksi dari pemahaman mendalam mereka bahwa terima kasih lebih baik diungkapkan melalui tindakan nyata yang sejalan dengan nilai-nilai adat dan spiritualitas mereka.

Bagi masyarakat Dayak Kualan, syukur adalah pengalaman yang dirasakan dengan tulus, bukan sekadar ucapan yang dilepas begitu saja. Dalam tradisi mereka, tindakan menjadi bahasa paling murni untuk menyampaikan penghormatan. Filosofi ini terlihat dari cara mereka menjalin hubungan yang erat dengan alam, sesama manusia, dan dunia spiritual. Semua itu menjadi inti kehidupan komunitas mereka. Tradisi ini berasal dari pandangan hidup yang menghargai keseimbangan, tanggung jawab bersama, dan keberlanjutan. Dengan demikian, mereka mengajarkan bahwa rasa syukur sejati tidak cukup hanya diutarakan, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan yang memperkuat hubungan dan mendukung keberlangsungan hidup bersama.

Keheningan yang Bermakna

Dalam tradisi masyarakat Dayak Kualan, ungkapan terima kasih tidak selalu terwujud dalam bentuk kata-kata yang diucapkan secara langsung. Bagi mereka, keheningan sering kali menjadi simbol penghormatan dan ungkapan syukur yang lebih mendalam dan tulus. Saat mereka menerima bantuan atau anugerah, baik itu dari alam maupun sesama, mereka lebih memilih untuk mengekspresikan rasa terima kasih melalui tindakan yang nyata. Salah satu contoh yang paling mencolok adalah ketika mereka mengambil hasil dari hutan, mereka tidak hanya berterima kasih dengan kata-kata, tetapi dengan menanam kembali pohon sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur kepada alam yang telah memberi mereka rezeki. Begitu juga, dalam upacara adat setelah panen pertama, mereka mempersembahkan hasil panen tersebut kepada leluhur dan roh pelindung alam sebagai tanda terima kasih atas hasil yang melimpah.

Keheningan yang dipilih sebagai cara untuk mengungkapkan rasa syukur ini tidak hanya mencerminkan penghormatan, tetapi juga menciptakan ruang bagi refleksi dan pemahaman yang lebih dalam. Bagi masyarakat Dayak Kualan, syukur bukanlah sekadar ucapan yang diucapkan dengan cepat dan singkat, tetapi merupakan pengalaman batin yang harus dirasakan sepenuhnya dalam hati. Dalam diam dan tindakan mereka, terkandung makna yang lebih dalam mengenai rasa terima kasih yang melibatkan hubungan spiritual antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Mereka meyakini bahwa dalam keheningan, ada kekuatan untuk memperteguh ikatan yang tak terlihat, mengingatkan mereka bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini saling terhubung dan harus dihormati.

Tindakan Sebagai Bahasa

Dalam kehidupan sosial sehari-hari, masyarakat Dayak Kualan tidak menggunakan kata "terima kasih" secara langsung seperti yang sering dijumpai dalam budaya modern. Bagi mereka, ungkapan rasa syukur dan penghargaan lebih banyak ditunjukkan melalui tindakan nyata, bukan kata-kata. Mereka percaya bahwa ketulusan lebih efektif disampaikan melalui perbuatan daripada hanya melalui ucapan.

Salah satu contoh paling menonjol dari filosofi ini adalah konsep gotong royong, yang mencerminkan kerja sama tanpa pamrih. Ketika seseorang menerima bantuan, mereka tidak membalasnya dengan kata-kata manis atau ucapan terima kasih, melainkan dengan memberikan waktu, tenaga, atau sumber daya mereka untuk membantu orang lain di masa depan. Dalam pandangan mereka, terima kasih bukanlah sesuatu yang harus segera dibayar kembali dengan kata-kata, tetapi lebih merupakan bagian dari siklus kebaikan yang terus berlanjut.

Di acara-acara besar atau pesta adat, rasa syukur mereka juga diwujudkan dalam berbagi. Mereka akan berbagi makanan, waktu, dan perhatian kepada sesama anggota komunitas, tanpa mengharapkan balasan segera. Bagi masyarakat Dayak Kualan, kebaikan yang diberikan bukan hanya untuk saat itu, melainkan merupakan investasi sosial yang akan kembali dalam berbagai bentuk di masa depan. Ini menunjukkan bahwa bagi mereka, terima kasih adalah bagian dari hubungan timbal balik yang memperkuat ikatan antaranggota komunitas.

Ungkapan Syukur dalam Ritual Adat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun