Mohon tunggu...
Riski Francisko
Riski Francisko Mohon Tunggu... -

Berbuat baik belum cukup baik tanpa niat dan cara yang baik.. ;-)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen| Sleeping Bi Yuti (Another Sleeping Beauty)

10 Januari 2019   10:37 Diperbarui: 10 Januari 2019   10:42 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam jumat kliwon yang di Kampung Ketunggeng, ada sepasang pemilik toko kelontong sukses, tersukses di kampung tersebut, sedang mengadakan syukuran kelahiran anaknya, seorang anak perempuan ayu yang mereka sepakati bernama Yuti. Yutita Saul lengkapnya. 

Yuti adalah anugerah Tuhan yang sudah mereka damba-dambakan kehadirannya selama hampir 10 tahun usia pernikahan, maka patutlah Bu Juriyah dan Pak Jonidin, sang pemilik toko kelontong, merasa perlu untuk merayakannya dengan acara yang istimewa. 

Mereka mengundang semua ustadz yang ada di desa itu dan meminta untuk mendoakan Yuti, Si Gadis imut nan cantik itu. Baru seperempat menit acara berlangsung, datang Ki Jamjami, seorang yang terkenal sebagai dukun sakti di desa itu. Orang yang rumahnya hanya berjarak 5 langkah dari sang empunya hajat ini datang sambil marah-marah,

”Woy, Joju! Jonidin-Juriyah! Sombong kali kau, adakan acara tak kau undang aku!”, koarnya.

“Padahal, kita kan tetangga sangat dekat, 5 langkah, coy! Sungguh ter..la..lu..!”, sambungnya.

“Waduh, maap ya Ki, kami benar-benar lupa. Ma-aap banget”, kata Pak Joni.

“Mari silakan masuk, Ki, acaranya baru mulai kok”, ajaknya menenangkan Ki Jamjami.

“Tak usah lah yah. Saya dah kecewa dengan kau-kau orang! Terhina aku!”, omel Ki Jam.

Karena sangat marah dan merasa dihina atas ketidakdiundangannya dalam acara selametan itu, tanpa pikir panjang Ki Jamjami mengaluarkan kata-kata berbau laknat. Kutukan.

“Apa yang kau tanam, yang kau tuai. Dah kau buat aku merasakan apa itu ‘sakitnya tuh di sini’. ANAKMU AKAN TERTUSUK JARUM PENTUL DAN MATI DI USIANYA 20 TAHUN.”

“HAHAHAA.. HAHAHAA..”, tawanya yang mengisyaratkan kebencian.

“Ataghfirullahaladzim”, seru ustadz-ustadz yang hadir beristighfar.

Lalu, Pak Jamjami pun langsung pergi dari rumah pasangan Joju.

“Aduh, bagaimana ini ustadz? Apa kutukan itu akan terwujud?”, kata Pak Joni.

“Gimana nih, ustadz, saya ga’ mau anak saya kenapa-napa.”, sambung Bu Juri.

“Ustadz! gimana nih!”, gentak Joni kepada ustadz-ustadz, cemas.

“Sabar Pak, Bu, mari kita doakan sajah supaya anak Bapak/Ibu tidak apa-apa. Tapi, kalaupun kutukan itu nyata, kita minta sama Yang Maha Kuasa, Allah, supaya meringankannya. Dia (anak Joju) tidak akan mati, melainkan hanya tertidur sajah.”, salah satu ustadz menenangkan.

“amiin..”, semua orang yang ada di sana mengamini.

“Baiklah, mari kita mulai sajah, Al fatihah…”, mereka mulai berdoa.

Sementara itu, saking merasa sakit hatinya, Ki Jamjani minggat dari Kampung Ketunggeng.

Tahun demi tahun berganti, kini Yuti tumbuh jadi gadis dewasa yang manis dan cantik. Mempesona. Dia sangat disenangi seluruh warga, karena selain macan, dia juga baik hati, suka menolong, dan selalu ceria.

Usia Yuti kini 19 tahun lebih 9 bulan, 3 bulan lagi ia genap berusia 20 tahun, usia yang amat dikhawatirkan oleh kedua orang tua Yuti. Betapa tidak? Tepat di usia ini, seorang dukun pernah “mengutuk”nya tentang keakanmatian Yuti di usia 20 tahun.

Sejak mendengar “kutukan” itu, hidup Pak Jonidin dan Bu Juriyah tidak tenang. Was-was. Sampai-sampai mereka yang terkenal sebagai pemilik toko kelontong dengan barang-barang terlengkap tidak pernah kulak jarum pentul lagi. Dan untuk jarum pentul yang terlanjur mereka kulaki sebelum peristiwa itu terjadi, mereka mnyembunyikanya di bawah lantai rumah, di bawah meja kasir. Mereka melakukan apapun untuk menghindarkan Yuti dari jarum pentul.

Dua bulan menjelang ulang tahun Yuti, duka datang, Bu Juriyah meninggal dunia. Ini karena memang sudah lama beliau menderita penyakit yang cukup parah, TBC.

Sepeninggal ibunya, Yuti-lah yang kini menjaga toko kelontong milik orang tuanya. Dan, karena anak-anak di kampung biasa memanggil pedagang, pedagang apapun, yang perempuan dengan sapaan Bi, Yuti pun kini terkenal dengan panggilan Bi Yuti. Bahkan, toko kelontong ber-banner Toko JoJu, masyarakat sekarang lebih mengenalnya dengan Toko Bi Yuti.

Pak Joni kini benar-benar sudah move on, sudah bisa lepas dari kesedihan karena ditinggalkan oleh istrinya yang sudah menemaninya selama hampir 30 tahun, apalagi hari ini, 18 July 2014, adalah hari ulang tahun Yuti yang ke-20. Dengan was-was, Pak Joni berusaha menyenangkan putri sematawayangnya dengan mengadakan pengajian seperti saat dia baru dilahirkan, menghadirkan seluruh ustadz kampung. Acara akan diadakan malam nanti, ba’da Isya-an, dan persiapannya sudah mulai di siapkan pagi ini.

Sekitar jam 4 sorean, ketika Yuti bersiap untuk menutup tokonya, tiba-tiba datang seorang kakek tua berkumis dan berambut putih-panjang, yang mana adalah palsu, dan memakai belangkon, namanya Ki Slampret. Sebenarnya kakek ini adalah Ki Dukun Jamjami yang menyamar. Dia ingin melihat keadaan keluarga Joju, khususnya keadaan Yuti.

Setelah melihat keadaan Yuti baik sajah, dia tambah geram pada keluarga itu, dan merencanakan untuk mencelakakan gadis itu dengan berpura-pura membeli jarum pentul.

“Sore, Nak. Ada jarum pentul?”, tanya Ki Slampret.

“Jarum pentul? Apa itu, Kek?”, tanya Yuti balik. (Karena selama hidupnya dia tak pernah mengenal benda itu).

“Itu loh, jarum yang ada bulatan kaya bola kecil di pangkalnyah.”, terang Ki Slampret.

“Wah, maaf, Kek, yang seperti itu kami tidak jual.”, Yuti menolak dengan halus sambil memberikan senyum manisnya.

“Wah, tolong coba cari dulu, Nak. Soalnya kakek sangaat butuh benda itu. Kakek tunggu deh, tolong yah.”, bujuk penyamar ini mengiba.

“Hmm, baiklah, Kek. Akan coba Yuti cari.”, kata Yuti dengan halus.

Yuti mulai mencari jarum pentul itu, walau ia tahu ayahnya tak pernah berbelanja itu. Dia mencari di seluruh lemari yang ada di tokonya, sambil sesekali melihat ke arah Kakek tua dan melemparkan senyum manisnya, di tumpukan-tumpukan odol dan sabun mandi, di kolong lemari, dan di slorok meja kasir. Setelah mengobok-obok seluruh barang dagangan selama sekitar seperempat jam, hasilnya, nihil. Dia tak menemukan apa yang diminta Si Kakek.

Sambil menghela napas panjang karena merasa lelah, Yuti duduk di kursi depan meja kasir. Tak sengaja, kakinya menginjak satu bagian lantai yang terdengar ganjil jika di injak, lantai itu bebunyi Tuk Tuk sedang yang lain berbunyi Dug Dug. Ternyata lantai itu tidak di semen, hanya di pasangkan saja. Lalu Yuti menundukkan badan dan membukanya. Berdasarkan keterangan Sang Kakek, ia yakin, ia menemukan barang yang dimaksud Sang Kakek.

Yuti berniat menanyakan temuan ini kepada ayahnya, namun sebelumnya dia memberikannya dulu kepada Sang Kakek.

“Ini, Kek?”, tanya Yuti.

“Iya, Nak, ituh. Berape duwit, Nak?”, tanya Ki Slampret bersemangat.

“Oh, tidak usah, Kek. Buat Kakek sajah. Lagian itu juga dapat nemu di bawah lantai. Hehee…”, Yuti.

“Oh, terima kasih banyak yah, Nak.”, terima Ki Slampret riang.

Ki Slampret mengulurkan tangan kepada Si Gadis Manis. Karena berfikir beliau ingin berjabat tangan, Yuti pun memberikan tangan putih-lembutnya. Namun, saat Yuti mengulurkan tangannya, kakek tua ini justru mengambil satu dari segerombolan jarum pentul itu dari bungkusnya dan menusukkannya ke jari manis Si Manis. Kontan, Yuti pun menjerit kesakitan.

“Aw..aw..aw..”, jerit Yuti merdu.

Melihat Pak Joni dan beberapa orang yang datang karena mendengar jeritan Yuti, Ki Slampret pun buru-buru meninggalkan tekape. Dia lari sekencang-kencangnya, namun sebelumnya dia mendorong Yuti hingga kepalanya membentur tembok dan pingsan seketika.

“Woy! Woy! Apaan-apaan luh, sape luh?!”, teriak warga Si Kakek.

“HAHAHAA..HAHAHAA… Selamat tinggal Joju!”, salam Si Kakek.

“Yuti! Yuti! Yuti!”, Pak Joni coba membangunkan.

Langsung terbesit di pikiran Pak Joni, ini sebagai kutukan dari Ki Jamjami. Segera dia memberitahu kejadian ini kepada salah satu ustadz desa. Setelah tau bahwa putrinya hanya tertidur, Pak Joni membaringkan Yuti di tempat tidurnya dan menutupinya dengan Kroncong

“Sampai berapa lama ustadz, Yuti akan tertidur?”, Tanya Pak Joni sambil meneteskan air mata.

“Wallahu a’lam. Hanya Allah yang tahu. Yang bisa kita lakukan hanya menjaganya sampai mukjijat itu datang.”, jawab Pak Ustadz.

Keesokan harinya, Pak Jonidin mulai pergi dari satu desa ke desa yang lain, menceritakan masalahnya kepada ustadz-ustadz yang ada di desa yang ia datangi dan meminta bantuan kepada mereka. 

Pergi pagi, pulang malam, mencari pertolongan, begitulah kegiatannya setiap hari selama hampir 2 bulan, namun tak pernah ada yang bisa menolongnya. Pak Joni mulai putus asa.

Pak Jonodin sudah lelah, kini dia hanya bisa menjaga Yuti di rumah, menanti datangnya mukjijat dengan pasrah.

5 bulan berlalu dari awal Yuti tertidur. Berita tentang seorang gadis cantik anak pemilik toko kelontong terbesar di Kampung Ketunggeng yang tertidur itu kini telah sampai di telinga seorang pemuda taat bernama Soleh yang di Kampung Dukuh, 500 km arah barat dari Kampung Ketunggeng. Soleh terketuk hatinya dan ingin menolong Pak Jonidin. 

Setelah meminta restu orang tua dan ustadznya, Soleh pun bergegas pergi ke Kampung Ketunggeng. 12 jam perjalanan dalam bus Sari Gede, Soleh akhirnya sampai. Dia segera meminta bantuan orang yang ditemuinya untuk ditunjukkan rumah Pak Joni.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”, salam sopan Soleh kepada gerombolan orang di pos kamling.

“Wa’alikum salam warahmatullah wabarakatuh. Mau cari siapa yah, mas?”, jawab dan tanya Iping, salah seorang di pos itu.

“Hmm.. Rumahnya Pak Joni yang punya anak yang katanya lagi sakit di mana yah?”, tanya Soleh lagi, sopan, mencari keterangan.

Melihat penampilan Soleh, dan dari hal yang dia tanyakan, orang-orang yang ada di pos itu tahu, maksud dari pemuda itu pasti ingin menolong Pak Jonidin membangunkan putrinya, Yuti. Iping lalu mengantarkan Soleh ke rumah Pak Joni.

“Oh, Pak Joni. Mari saya antar.”, Iping kate.

“Terima kasih, mas.”, Soleh kate.

5 menit berjalan kaki dari pos kamling, mereka tiba di rumah Pak Joni. Iping memanggil Pak Joni, dan memberitahukan bahwa ada pemuda yang ingin bertemu dengannya yang bermaksud ingin membantu membangunkan Yuti.

“Assalamu’alaikum, mas…”, sapa Pak Joni kepada Soleh.

“Soleh, Pak.”, sahut Soleh.

“Oh iya, Assalamu’alaikum, mas Soleh, mari masuk?”, ajak Pak Jonidin.

“Wa’alaikum salam warahmatullah. Iya, pak, terima kasih.”, jawab Soleh.

“Saya tahu maksud kedatangan mas Soleh ke sini. Jadi, mari langsung masuk ke kamar anak saya. Anak saya di kutuk oleh seorang dukun edan, dan sekarang dia sudah tertidur selama 5 bulan. Tolong bangunkan anak saya yah…”, terang Pak Soleh sambil menitihkan air mata.

“Astaghfirullahal adzim. Insya Allah, Pak, saya akan coba membangunkan anak Bapak, dengan izin Allah tentunya.”, Soleh menenangkan Pak Jonidin.

“Oh iya, maap, sebelumnya boleh saya minta segelas air putih, pak?”, tambahnya.

“Oh, tentu. Untuk membangunkan anak saya yah?”, tanya Pak Joni.

“Hehee.. Bukan, pak, saya haus. Dalam perjalanan ke sini dari rumah, saya belum minum.”, terang Soleh sambil tersenyum malu.

Setelah minum, Soleh langsung memulai aksinya untuk membangunkan Yuti. Dia mendekati Yuti dan membaca ta’awud, basmalah, sholawat, dan dilanjutkan dengan…

“Allaahu akbar, Allaahu akbar..”

“Asyhadu allaailaahaillallaah…”

…adzan. Suaranya begitu merdu, sampai Pak Joni dan Iping les-lesan dibuatnya. Dunia seakan berhenti berputar untuk mendengarkan bacaan adzan Soleh. Sementara itu, Yuti mulai memperlihatkan kesadarannya, jemarinya bergerak-gerak, perlahan kelopak matanya membuka. Sampai di akhir adzan Soleh…

“Allaahu akbar, Allaahu akbar..”

“Laailaahaillallaah..”

…Yuti benar-benar tersadar.

“Subhanallah..”, seru Pak Jonidin, Iping, para ustadz, dan warga lain yang sedari tadi ternyata berdatangan karena mendengar suara adzan yang sangar merdu.

“Alhamdulillah ya Allah. Yuti, kau akhirnya sadar, nak.”, syukur Pak Joni yang lalu memeluk Yuti erat.

Yuti terlihat kebingungan dengan banyaknya orang yang berada di kamarnya, yang menatapnya haru sambil mengelus pipi mereka yang penuh air mata. Yuti kebingungan, dia menanyakan baanyak hal kepada ayahnya. Ayahnya menjawab satu per satu pertanyaan Yuti dengan sabar.

Selesai menjelaskan, Pak Joni menyuruh Yuti mandi untuk menyegarkan diri. Lalu, mengajak ngobrol Soleh, Sang Penolong, dan semua warga di ruang tamu. Habis dengan basa-basi selama 5 menit, Pak Joni mulai ngobrol yang lebih serius, dia menawarkan Soleh untuk menikah dengan Yuti sebagai rasa terima kasih. Beliau pikir, Soleh adalah imam yang tepat untuk Yuti, namun dengan halus Soleh menolak tawaran itu dan menjelaskan alasannya.

“Terima kasih atas tawaran bapak. Yuti adalah gadis yang cantik, lelaki mana yang tak ingin bersanding dengannya, tapi maap pak, saya sudah punya calon istri, dan kami sekarang sedang menjalankan ta’arufan. Insya Allah, amin, bulan depan kami akan menikah.”, Soleh menolak tawaran dengan keterangan yang sangat bisa diterima Pak Joni.

“Oh, begitu. Wah, maap yah Mas Soleh. Dan, semoga Allah membalas kebaikan Mas Soleh dengan riski yang banyak dan menjadikan keluarga Mas Soleh; sakinah, mawadah, warohmah. Amin”, Pak Joni mendoakan.

“Kalo begitu saya pamit ya, Pak. Oh iya, kalo bapak ada waktu, datang ke resepsi saya yah, ajak Yuti dan yang lain juga.”, undang Soleh.

“Oh, iya, Insya Allah, kami akan datang.”, sahut Pak Joni.

“Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.”, Soleh pamit.

“Wa’alakum salam warahmatullah wabarakatuh.”, Pak Joni dan warga membalas salam Soleh.

Iping mengantar Soleh sampai ke pos kamling. Dari situ Soleh kembali naik bus Sari Gede pulang ke kampungnya.

Satu bulan kemudian, resepsi pernikahan Soleh dan istrinya Annisa. Pak Joni sekeluarga dan warga Kampung Ketunggeng pun menepati janji mereka dengan datang ke resepsi pernikahan mereka. Satu per satu warga meberikan ucapan selamat kepada Soleh dan istrinya, gadis cantik yang tak terlalu tinggi, berhijab lebar menutup dada, dan sangat mempesona. Pada saat gilirannya, Pak Joni memberi ucapan selamat kepada Soleh sekaligus mengundangnya untuk gantian menghadiri acara pernikahan Yuti dan Iping bulan depan.

Selepas kedua acara pernikahan itu, silaturahmi kedua keluarga itu terus terjalin dengan baik.

TAMAT
Ki Jamjami a.k.a Ki Slampret?

Sejak minggat dari Kampung Ketunggeng setelah “mengutuk” Yuti, Ki Jamjami tidak laku lagi menjadi dukun. Dia lalu menjadi penggembala kerbau milik seorang kaya di sebuah kampung nan terpencil. 

Suatu hari setelah pulang dari mencelakakan Yuti, saat sedang menggembala kerbau di ladang dekat rel kereta api, tiba-tiba seekor kerbau gembalaannya tak terkendali dan menyeruduk dia hingga ke rel kereta api yang sedang melaju sebuah kereta api express. 

Jadilah Ki Jamjami menerima dua serudukan hanya dalam tempo 3 detik, seredukan kedua yang terkeras sampai-sampai dia terpental jauh ke langit seperti Tim Rocket yang dikalahkan Pikachu. “Ting..”, begitu bunyinya.


Glosarium

Jarum pentul = jarum yang ada jendol-jendol kaya bola, kecil, di pangkalnyah.

Kulak = membeli barang untuk dijual lagi

Bi= Bibi

Man= paman

Les-lesan = keenakan

Tim Rocket = musuh yang lucu dalam pilem Pokemon

Picachu = pokemon yang menjadi lakon dalam pilem Pokemon

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun