Mohon tunggu...
Darin Salsabila S
Darin Salsabila S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 20107030079

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Buta Warna, Men-Challange Diri Jadi Graphic Designer

4 Maret 2021   10:10 Diperbarui: 4 Maret 2021   11:09 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kakak saya mengenal desain grafis saat bersekolah tingkat SMK di jurusan multimedia. Karena dia menyukai bidang ini, maka dia memutuskan untuk melanjutkan kuliah di bidang yang sama juga. Dan sekarang dia menjadi graphic designer, membuat logo, desain kaos, dan desain-desain yang lain.

Saat saya tanya alasan dia bisa ada di bidang ini dengan keterbatasannya pada warna sedangkan pekerjaan ini butuh poin tersebut, dia menjawab bahwa inilah yang dinamakan men-challange diri sendiri. Bagaimana cara seorang buta warna bisa tanpa gagal dan berhasil bekerja atau bisa ekspert di bidang yang mengharuskan mengolah warna.

Dia menyadari bahwa keterbatasan ini memang mengganggu terutama pada pekerjaan ini. Tapi kan tidak ada salahnya juga berada di pekerjaan ini.

Menjadi graphic designer tidak harus melewati banyak tes termasuk tes buta warna. Ini bukanlah pekerjaan formal dan beresiko.

Seperti halnya pekerjaan teknik elektro yang harus bersinggungan dengan banyak warna, jika salah saat mengenali suatu warna bisa berkibat fatal. Atau dalam hal kemiliteran, seseorang yang mengidap buta warna ditakutkan tidak akan bisa membedakan antara kawan atau lawannya. Jika orang normal bisa membedakan musuh dengan cara menganalisis warna seragam atau warna kendaraan yang digunakan, sebaliknya bagi penderita buta warna akan lebih sulit untuk mengidentifikasinya. Dalam hal inilah seorang buta warna kurang diuntungkan.

Lain halnya dengan itu, pekerjaan desain drafis adalah pekerjaan santai yang mengandalkan rasa seni pembuatnya dan kreativitas dalam menjalankannya.

Walaupun desain grafis adalah seni mengolah warna, tapi tidak ada syarat mutlak bagi para desainernya untuk tidak buta warna. Ini juga bukan pekerjaan yang harus melalui banyak tes tertentu. Yang penting adalah skill dan keseriusan dalam berkarya.

Sebenarnya, jika seseorang yang mempunyai kelainan ini sudah mengetahui apa kelemahannya, dia akan bisa mengubah persepsinya terhadap kelemahan warna yang dimiliki.

Kakak saya juga menerima bahwa kelainan ini memang suatu kekurangan dan bisa dibilang cacat. Tapi karena sudah bawaan lahir jadi biasa dan harus dibiasakan. Tergantung kita bagaimana menggunakan cara lain untuk menyempurnakan kekurangan yang dimiliki.

Dia juga mempunyai prinsip bahwa dimana ada kemauan disitu ada jalan. Jangan jadikan kekurangan sebagai penghambat jalan menuju cita-citamu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun