Mohon tunggu...
Andri Azis
Andri Azis Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang perantau, sedang mencari semua bekal yang bisa dibawa pulang dengan gemilang. Tidak terkecuali cerita-cerita panjang. Feel free for visiting my personal sites, http://www.angkasahati.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Rasanya Perlu Juga; Berhenti Menjadi Syetan!

26 Juni 2012   02:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:32 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1340675567270180878

"Kata orang, jangan suka terburu-buru karena itu adalah sifat syetan!" Rasanya orang yang berkata begitu betul juga. Namun ini sama sekali tidak berkaitan dengan cermat atau tidaknya sebuah keputusan yang diambil. Ini hanya masalah rasa. Barangkali kesalahan paling besar yang dilakukan syetan adalah tidak pernah mencoba untuk istirahat ketika bekerja.Well,itu masuk akal pastinya. Bagaimana pula syetan akan mengambil waktu untuk istirahat, sedangkan dead-linedan LPJnya kepada Tuhan tentang kinerjanya selama ini makin hari makin dekat. Meski demikian, tidak mengambil waktu istirahat menurut saya tetap sebuah kesalahan. Sebagai makhluk yang telah diwanti-wanti oleh Tuhan menjadi musuh agung syetan, tentu saja saya tidak mau mengambil cara yang sama dalam berbuat.  Jika syetan telah bersumpah untuk tidak akan mengambil waktu istirahat demi menggoda manusia. Maka sebaliknya saya mengambil waktu yang sangat banyak untuk istirahat. Untuk sudut ini, saya sering merasa heran mengapa banyak sekali orang yang menganjurkan untuk menyedikitkan waktu istirahat. Apalagi jika ada kata-kata tambahan, "Hidup akan terasa lebih hidup" dengan melakukan itu. Pikiran buruk saya mengatakan tindakan seperti ini justru akan membuat syetan menjadi bangga, karena menjadikan kita serupa. Namun sekali lagi, ini bukan tentang masalah giat, malas, atau menghambur-hamburkan energi positif. Ini hanyalah tentang menjadi manusia yang bebas dari masalah hidup yang rata-rata berputar pada hal yang itu-itu saja. Mau bukti? Saya punya kawan yang menyelesaikan pendidikan sarjananya pada tahun yang sama dengan saya. Sekarang dia sudah bekerja sebagai PNS di salah satu instansi milik negara. Namun setiap hari yang dia keluhkan justru pekerjaannya itu, meski tak diungkapkan namun semua celotehannya seakan-akan berujar "Pekerjaan Ini Membunuhku!". Dan melihat serta mendengar  beberapa kasus lainnya, saya bisa katakan bahwa yang memiliki masalah serupa bukan saja kawan saya yang seorang itu. Bisa jadi ratusan manusia-pekerja lainnya juga mengeluhkan hal yang sama. Lalu dimana kebebasan itu? Dimana kehidupan itu? Mana sesuatu yang bisa "membuat hidup lebih hidup"? Sehingga tak salah juga rasanya saya katakan bahwa ada manusia yang mirip dengan syetan dari titik ini. Saya bangga dengan apa adanya saya saat ini, setidaknya pikiran masih berada pada jalur ‘menjadi hamba Tuhan’ membuat saya tenang. Meski kata-kata hamba sangat dekat dengan kasus dan isu perbudakan, namun menjadi budak Tuhan "terkadang" terasa jauh lebih merdeka daripada tidak menjadi siapa-siapa. Meski saya yakin ada yang tidak setuju dengan ini, biar lebih mudah saya anggap saja itu sebagai bentuk kreatifitas kita (read: manusia) dalam menilai. Paling tidaknya saya masih bertahan untuk tidak menjadi hamba syetan dengan belenggu-belenggu duniawi yang betul-betul mencekik.Kreek!

Mungkin akan terbaca asing jika saya katakan, orang-orang yang hidup dengan melakukan apa yang dia rasa benar jauh lebih unggul dalam berTuhan. Kebalikan dari orang-orang yang didiktekan sesuatu (meski benar) kepadanya untuk dilakukan. Suatu kali saya pernah mengungkapkan kepada seorang kawan (yang lain) bahwa Tuhan itu Maha Kreatif. Sehingga layak juga rasanya manusia-manusia unggul adalah manusia-manusia yang kreatif. Kreatif di berbagai bidang, di berbagai area dan berbagai cara. Kreatif yang tentu saja tidak terjajah oleh manusia-manusia lainnya. Karena akan sangat parah menjadi manusa yang terbelenggu di dalam sistem yang dibuat oleh manusia lain. Atau lebih lagi sampai mengalami terkurung-idealisme disebabkan hukum-hukum yang ditetapkan manusia lain. Saya menyebut manusia lain berarti manusia yang memiliki potensi yang sama dengan kita.

Tentu jawaban favorit terhadap tuduhan ini adalah, “Tidak semua orang yang kamu maksud berbuat seperti yang kamu bayangkan itu!” Ya, dengan teori relatifitas yang pamungkas selama berabad-abad ini tentu saya saya tidak akan berkutik. Namun, adakah yang bisa membuktikan bahwa dirinya adalah salah satu dari yang ia bela itu? Yaitu salah satu dari golongan “tidak semua orang seperti yang kamu bayangkan”. Jika ada yang bisa membuktikan, maka ia menjadi lepas dari semua tuduhan. Namun jika tidak dapat membuktikan, tentu saja itu hanya akan membenamkannya lebih dalam ke dalam tuduhan.

Lalu apa korelasi antara semua hal ini dengan menjadi hamba syetan? Saya hanya sedang menemukan sesuatu dari konsep kebebasan yang ditawarkan oleh Tuhan. Melalui agamaNya, Tuhan menginginkan manusia bebas dalam menjalani hidup. Bebas yang tentu saja tetap berada dalam koridor-koridor keputusan Tuhan. Jika ada yang bertanya mengapa harus demikian? Bukankah kebebasan itu berarti tidak terikat? Saya akan jawab, semua itu sebagai sebuah kelaziman yang mesti kita lakukan agar tidak menjadi hamba syetan atau hamba manusia.

Singkatnya begini, dengan menghalau rasa keterikatan berTuhan kita, yaitu antara manusia dan Tuhan. Maka secara otomatis kita akan tercampak pada keterikatan baru selain kepadaNya, antara keterikatan bersyetan atau bermanusia. Syetan jelas dalam aksinya, karena fokus paling vitalnya menjamah wilayah-wilayah iman. Sedangkan manusia? Ini yang kadang tidak bisa dilihat dengan jelas. Sebab manusia terhadap manusia lainnya, sering salah tafsir pada perbuatan-perbuatan yang dipertukarkan.

Sehingga rasanya, perlu juga sekali-kali kita teliti apa yang sedang kita lakukan, kita jalani, kita makan, atau bahkan kita bagi. Jangan-jangan apapun itu malah membuat kita jauh dari rasa penghambaan kepada Tuhan untuk menjilat kepada makhluk yang serupa. Apa yang ingin saya katakan adalah; "Ambillah waktu istirahat ketika anda merasa lelah dan berhentilah menjadi syetan!"

*Mengingau di tengah malam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun