Superman punya banyak kelemahan
Superteam diambang puncak kejayaan
Negara-negara unggulan telah bertumbangan
Piala Dunia memang banyak kejutan
Menerawang Piala Dunia 2018 kali ini, tentu tidak aneh ketika negara yang diperkuat pemain-pemain seperti Cristiano Ronaldo (CR7), Lionel Messi (LM10), Neymar menjadi unggulan di gelaran akbar kali ini. Â Keahlian mereka dalam menggocek bola tak perlu ditanyakan lagi, bola benar-benar seperti teman (kalau istilahnya Captain Tsubasa) bagi tubuh mereka, bola "menempel" mulai dari ujung rambut sampai kaki.
Prestasi ketiga pemain tersebut luar biasa di level klub. LM10 dan Neymar membawa Barcelona dan PSG menuju puncak tertinggi di liga Spanyol dan Prancis. CR7? Real Madrid dibawanya lari, menjauh dari kejaran gelar AC Milan yang baru memiliki 7 gelar di Liga Champions dengan La Decimotercera-nya (gelar ke-13). Amazing...
Beban berat tentu ada di pundak ketiga "alien" ini, apalagi mereka belum pernah meraih gelar di ajang 4 tahunan sekali ini. Â Segala hal mereka lakukan untuk menjadi yang terbaik di ajang ini, mulai dari :
1. Guling-guling ala Neymar untuk memprovokasi pemain lawan dan wasit, wkwkwk...
2. Mengambil alih kepemimpinan pelatih yang dirasa tidak becus ala Messi
3. Semangat yang meledak-ledak ala Ronaldo
Hasilnya?? Mentalitas juara di level klub tidak menular ke level negara.Â
Portugal yang diperkuat Ronaldo hanya mampu sampai 16 besar, tersungkur oleh sistem compact defense dan counter attack ala Uruguay dengan skor 1-2. Â Argentinanya Messi senasib, takluk 3-4 dari tim termahal Piala Dunia 2018 racikan Didier Deschamps, Prancis, yang seharusnya tidak jadi lawan di babak 16 besar jika Argentina jadi juara grup D.Â
Dibandingkan 2 koleganya itu, Neymar mampu melangkah satu tingkat lebih jauh, yaitu babak 8 besar, namun Belgia dengan Golden Generation-nya secara mengejutkan mampu menghancurkan harapan jutaan umat pendukung Brazil secara khusus dan benua Amerika secara umum karena terjadi All Europe Semifinalist.
Apa daya, Sang Superman telah takluk oleh Superteam alias kolektivitas, terutama dalam bertahan. Begitu ketiga pemain ini dikunci, separuh kekuatan seakan-akan hilang. Bagi tim yang tidak memiliki pemain bintang, tentu segala cara dihalalkan, apalagi ini ajang 4 tahun sekali, "belum tentu akan kembali lagi kesini 4 tahun lagi," pikirnya... Sepakbola pragmatisme yang mengagung-agungkan kemenangan pun akhirnya digunakan. Â "Parkir bus, tank, pesawat" apa saja lah ditaruh didepan gawang sambil menunggu lawan lengah untuk dilakukan serangan balik.