"Oleh-olehnya jangan lupa, yaa...". Sebagian dari kita terutama yang hobi jalan-jalan tentu tak asing dengan kalimat tersebut. Ya, meminta oleh-oleh kepada teman maupun kerabat yang akan bepergian --biasanya jauh dan agak lama seperti keluar kota atau luar negeri-- seolah menjadi tradisi wajib dalam masyarakat kita, dan bila orang yang dimintai oleh-oleh tidak memenuhinya seakan dianggap melakukan "dosa"?
Tidak ada yang salah dengan meminta oleh-oleh kepada seseorang yang bepergian, namun kita perlu ingat bahwa perjalanan seseorang ke suatu tempat tentu punya maksud tertentu, baik untuk melancong, bisnis, maupun penelitian hingga kunjungan kekeluargaan dimana tidak ada keperluan kita di dalamnya.
Saya punya kejadian sangat tidak menyenangkan. Suatu hari saya mengobrol di Facebook dengan seorang teman yang sedang bertugas di Papua. Awalnya kami membicarakan masalah pekerjaan dan bagaimana kondisinya di sana. Ia menceritakan bahwa situasi sedang tidak bagus, baik situasi sosial maupun kesehatannya. Berada di "negeri orang" tanpa punya kerabat, dengan kondisi kesehatan memburuk dan lingkungan sekitar yang tidak kondusif, lalu saya bilang, "jangan lupa oleh-oleh kopi, ya"... singkat cerita, ia bilang, "dasar temen super tega, lho!"
Saya tak sanggup berkata apa-apa. Setelahnya saya merasa tidak enak dengannya selama beberapa waktu. Merasa bersalah, tidak punya empati, dan mau enaknya sendiri. Semenjak itu saya tidak pernah meminta oleh-oleh kepada siapapun yang bepergian untuk keperluan apapun. Bercermin pada diri sendiri, saya termasuk orang yang tidak suka diribetin dengan urusan orang lain, termasuk dititipi oleh-oleh. Jadi saya pun tak mau membuat orang repot dengan urusan sepele macam oleh-oleh.
Saya sadar sepenuhnya, kita punya urusan masing-masing. Keperluan kita berbeda, pun kepentingan kita tak sama. Apa yang saya rencanakan dalam suatu perjalanan bukanlah untuk menyenangkan orang lain, melainkan ada maksud dan tujuan di situ. Kalau lihat teman-teman memasang fotonya yang sedang jalan-jalan ke Eropa, Amerika, maupun tempat-tempat indah lainnya di nusantara,Â
ada baiknya sesekali memikirkan perjuangan mereka; menabung cukup banyak untuk bekal perjalanan, menentukan waktu agar tidak bentrok dengan jadwal pekerjaan atau bahkan mengambil cuti jauh-jauh hari, mencari agen perjalanan, penginapan, menyusun rencana perjalanan guna menentukan tempat-tempat yang dituju, naik kendaraan apa, berapa biayanya, jam berapa tersedia, termasuk kalau lapar mau makan apa, dimana, beli atau masak sendiri, lalu ngapain aja, belanja apa, juga mengurus visa, paspor, bagi yang ke luar negeri dan tetek bengek lainnya yang sudah bikin repot, terus ditambah repot dengan minta oleh-oleh? Syukurlah kalau orang yang kita titipi mampir ke tempat oleh-oleh yang kita mau, atau ia punya waktu. Kalau tidak? Emang lo pikir???
Dengan berbagai kerepotan yang orang-orang tempuh demi untuk sebuah perjalanan, sebaiknya kita tidak perlu menambah beban orang itu, kecuali kalau ia sendiri yang menawarkan, itupun jangan sampai memberatkan. Karena saya pernah mengalami dititipi beli asinan Bogor menjadi sesuatu yang sangat berat, terlebih bagi saya yang jarang jalan-jalan seperti, tidak tahu banyak tempat belanja makanan, ditambah hari hampir malam yang tentu saja beberapa penjaja makanan sudah pada tutup.
Jadi, kalau ada teman, sahabat, saudara (siapapun) yang akan bepergian, cobalah untuk tidak minta oleh-oleh. Justru sebaiknya kita membekali mereka dengan doa, bisa juga menemaninya ke stasiun atau bandara, syukur-syukur nambahin ongkos. Saya teringat pembicaraan singkat dengan seseorang yang bertanya, "kamu mau oleh-oleh apa?", dengan singkat saya jawab "kamu pulang dengan selamat aja 'udah cukup".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H