Malam itu, hujan turun deras, membasahi jalanan dan menciptakan tirai air yang menutupi pemandangan luar rumah tua di pinggir hutan. Rumah yang tampak usang itu seolah menyerap semua kesedihan Lina.
Di dalam rumah, suasana tegang dan penuh emosi mengantung di udara. Lina berdiri di dekat jendela, tetapannya kosong seolah mengamati hujan yang tak pernah berhenti. Lina keluar dari kamarnya, dan mendengar pembicaraan  orang tuanya bahwa dia akan dijodoh dengan saudagar kaya. Kemudian, Lina pergi ke kamarnya sambil menangis, karena dia sangat menginginkan Raka untuk menikahinya.
Di dalam, kamarnya Lina merenung dan mencoba memikirkan jalan agar dia bisa tetap menikah dengan Raka. Bingung dan putus asa,  dia memutuskan untuk kabur dari rumah. Dengan hati berdebar dan tekad yang kuat, Lina keluar dari jendela kamarnya, melarikan diri melewati halaman  belakang, dan  menuju tempat di mana  Raka biasanya berlatih Panca Silat.
Raka berlatih dengan mata yang tajam setiap gerakannya penuh dengan ketepatan dan fokus. Pisau di tangannya meluncur dengan kecepatan, memotong udara seolah membelah kekosongan di sekitarnya. Dia mengayunkan pisau itu dengan kekuatan dan kelincahan mempraktikkan gerakan yang telah dipelajarinya selama bertahun-tahun. Keringat menetes di dahinya, namun ia tidak berhenti, tekadnya semakin kuat dengan setiap ayunan.Â
Lina berdiri di belakang Raka.  Ketika Raka menengok ke belakang, ia terkejut dan  melihat Lina dengan wajah penuh kecemasan dan putus asa. Wajah Lina menunjukkan rasa sakit dan tidak berdaya, sementara dia berusaha mengumpulkan keberanian untuk berbicara.
"Raka, Suara Lina bergetar, "orang tuaku ingin menjodohkanku dengan saudagar kaya, dan aku tidak tahu bagaimana cara agar aku tidak menikah dengannya."
Raka mencoba menenangkan Lina meskipun hatinya bergejolak, "Lina. Aku mengerti betapa sulitnya situasi ini," katanya lembut. "Kita akan mencari jalan keluar bersama Lina."
"Raka, tidak ada lagi Jalan keluar. Orang tuamu dan orang tuaku tidak akan menyetujui kita bersama karena ada konflik di antara mereka."
Raka menatap Lina dengan penuh kekhawatiran. "Lina, aku mengerti betapa sulitnya ini untukmu, "katanya  lembut. "Tapi aku percaya bahwa kita masih bisa mencari jalan keluar."
Lina merasa kurang yakin perkataan Raka,  kemudian Lina melihat tangan Raka yang  memegang  pisau Lina mengarahkan ujung pisau ke dirinya. "Raka jika kau benar-benar mencintaiku,  bunuh aku," suaranya penuh dengan keputusasaan.