Semarang (27/07/22) -- Salah satu potensi yang dimiliki oleh Kelurahan Jatingaleh ialah di bidang akuakultur. Secara global, akuakultur telah mengalami periode pertumbuhan yang luar biasa selama beberapa dekade terakhir. Menurut FAO, akuakultur merupakan salah satu industri makanan dengan pertumbuhan tercepat di dunia, dengan lebih dari 600 spesies akuatik dibudidayakan secara global, baik oleh perusahaan multinasional maupun petani-petani kecil di lingkungan pesisir maupun daratan. Oleh karena itu, industri akuakultur mampu membantu meningkatkan ketahanan pangan baik global maupun lokal dan mampu membantu mewujudkan beberapa poin tujuan dalam komitmen agenda Sustainanable Development Goals (SDGs).
Tentunya, untuk mewujudkan hal tersebut, industri akuakultur harus terjaga kualitas dan produktivitasnya dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Pada hari Rabu, 27 Juli 2022, mahasiswa KKN Tim II Universitas Diponegoro melaksanakan kegiatan "Pemberdayaan Masyarakat Tentang Kualitas Air dan Lingkungan Budidaya Lele" dalam rangka mendukung komitmen Indonesia dalam ketahanan pangan yang menjadi salah satu poin penting dalam SDGs. Budidaya perikanan, khususnya lele dan nila, tersebar di beberapa Rukun Warga (RW), seperti RW 01, RW 03, RW 04, RW 06, RW 08, dan RW 10 dengan skala budidaya berkisar dari skala kecil hingga menengah. Wilayah RW 08 Kelurahan Jatingaleh juga merupakan bentuk perwujudan program Kampung Tematik, yaitu Kampung Iklim dan Kampung Lele. Kegiatan dilaksanakan di Sekretariat FKK Kelurahan Jatingaleh.
Kegiatan ini dilaksanakan melalui koordinasi dengan para stakeholders, yaitu perangkat kelurahan dan RW Jatingaleh serta Forum Kesehatan Kelurahan (FKK) Jatingaleh. Peserta yang hadir meliputi perwakilan FKK Jatingaleh, Kelompok Wanita Tani (KWT), dan para pelaku budidaya perikanan lele dan nila di Kelurahan Jatingaleh. Kegiatan dilaksanakan dalam bentuk forum diskusi dengan pemaparan materi mengenai parameter-parameter kualitas air, Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam bidang perikanan lele dan nila, dan peragaan instrumen-instrumen pengukuran kualitas air sederhana, seperti termometer, TDS, dan pH meter. Para pelaku usaha juga mengutarakan kondisi-kondisi mengenai budidaya perikanan milik mereka dan kendala-kendala yang mereka alami yang berkaitan dengan kualitas air. Salah satu kendala yang dialami adalah penggunaan air PAM secara langsung yang dapat menyebabkan ikan sakit dan mati karena kadar kaporit yang tinggi di dalam air tersebut.
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran para pelaku budidaya perikanan untuk selalu menjaga kualitas guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang sehat dan bergizi. Selain itu, hasil produksi yang sehat dan berkualitas juga mampu meningkatkan daya dan harga jual yang dimana mampu meningkatkan perekonomian kelurahan. "Sebagai pelaku usaha budidaya perikanan yang masih sering terkendala dalam biaya produksi, tentunya kita berusaha untuk fokus dalam meningkatkan produksi tanpa mempedulikan kualitas dan perawatannya. Diskusi tadi menunjukkan bahwa dalam menjaga kualitas air tidak memerlukan peralatan-peralatan yang mahal asalkan kita telaten dan memiliki wawasan yang luas", ujar Suharto, salah satu peserta kegiatan dari RW 04 Kelurahan Jatingaleh.
Penulis:
Dara Sartika -- 26050119120007 -- S1 Oseanografi -- FPIK - Universitas Diponegoro
Lokasi: Kelurahan Jatingaleh, Kecamatan Candisari, Kota Semarang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H