Nadiem Makarim. Dia bukan sosok Akademisi. Tidak juga Budayawan. Latar belakangnya: Wirausahawan muda. Yang sukses.
Sukses sebab berhasil membangun usaha transportasi online --dikenal Gojek-- jadi perusahaan start-up berstatus Decacorn.
Punya nilai valuasi di atas USD 10 miliar.
Gojek bahkan sudah hadir di Vietnam.
Nadiem Makarim: hanya 'orang' IT.
Namun Oktober tahun lalu, publik tersentak. Nadiem Makarim didapuk jadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Kabinet Indonesia Maju oleh Presiden Jokowi.
Membawahi dua sub-sektor: pendidikan dan kebudayaa. Ada suara optimisme. Tapi ada juga hingar-bingar keraguan.
Tapi nyatanya: Nadiem menjawab semua anggapan 'miring' tentang sosoknya. Bahkan jawaban di awal menjabat Mendikbud.
Yang selama ini kesannya pendidikan dan kebudayaan berjalan masing-masing, punya rel sendiri-sendiri, oleh Nadiem menjadi 'tidak begitu'.
Pendidikan dan kebudayaan saling memperkuat. Menopang. Selaras.
Di awal memimpin Kemendikbud: Nadiem dapat dikategorikan mampu 'mendudukkan' dengan baik kesamaan arah antara pendidikan dan kebudayaan.