NAMA Â Â Â Â Â : DARA AYU NIRWANA DEWI
KELAS Â Â Â Â Â : HUKUM TATA NEGARA 4
PEMILU YANG PILU
      Dalam rana politik tentu kita sering mendengar tentang demokrasi dan pemilihan umum. Pemimpin merupakan indikator utama dalam pemilihan umum. Di era dewasa ini pemilu menjadi salah satu perbincangan dikalangan masyarakat, begitupun mahasiswa. Bagaimana tidak pada bulan April lalu telah terjadi demontrasi oleh mahasiswa yang mana salah satu tuntutan mereka adalah adanya isu penundaan pemilu pada priode baru yakni tahun 2024. Pemilu depan tahun 2024 mungkin akan sama dengan pemilu tahun lalu pada tahun 2019 yang mana pemilu akan diadakan secara serentak dan besar-besaran dengan kertas yang sangat besar yang berisikan nomor dan foto daripada paslon. Namun pemilu tahun 2024 akan berbeda dengan pilkada pada tahun lalu yang mana pilkada pada tahun lalu sedikit menjadi problem karena diadakan ditengah-tengah maraknya wabah covid 19. Salah satu system pemilu adalah demokrasi, yang mana demokrasi adalah kekuasaan yang beriorintasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
      Selama ini pemilihan presiden, pileg, dan pilkada selalu mengalami perubahan menjelang kedekatan penyelenggaraan pemilu. UU pemilu diatur dalam UU No 7 tahun 2017. Kabarnya DPR Komisi II mendorong diadakannya revisi UU pemilu untuk tahun 2024 dengan system E voting. Menurut Luqman Hakim UU pemilu hendaknya direvisi mengikuti perkembangan zaman dengan cara E voting. Dalam pendapatnya Jhony mengungkapkan bahwa pemilu dengan E voting lebih efesien. Namun keduanya harus melihat keberadaan sarana prasarana penunjang pengadaan pemilu secara E voting sebab saat ini Indonesia dimungkinkan masih belum siap karena jangkauan internet masih belum mampu mencapai daerah-daerah plosok pedalaman di Indonesia. Ada beberapa problemetika terkait dengan pemilu tahun 2024. Terlebih ketika kita melihat problem yang terjadi di tahun 2019 akankah pemilu tahun 2024 di samakan dengan tahun sebelumnya yang mana jelas banyak menuai korban.
 Dari beberapa analisis yang saya temukan ada kekurangan atau kecacatan yang terjadi pada pemilu tahun lalu. Dalam pemilu, anggota KPU berjumlah 5 sampai 7 orang di setiap provinsi, kabupaten hingga pusat sehingga berpengaruh terhadap efektifitas kinerja KPU yang banyak menyita waktu dan tenaga. Terbukti pada petugas KPPS yang dibawahi oleh KPU pada pemilu tahun 2019 banyak jatuh korban dari sakit hingga meninggal dunia. Seharusnya ini menjadi tolak ukur dan pengalaman bagi penyelenggara pemilu. Belum lagi carut marut data calon pemilih yang masih tetap muncul nama-nama ganda, kurang update nya data, sehingga data lama masih tetap muncul bahkan calon pemilih baru. Ini juga dimungkinkan menjadi celah kecacatan hukum yang dapat digugat oleh competitor yang merasa kurang puas terhadap hasil dari pemilu.
Jika pada tahun 2024 pemilu diadakan serentak seperti pada tahun sebelumnya yakni di tahun 2019 maka tidak menutup kemungkinan bahwa problem yang terjadi akan terulang kembali, melihat dari belum ditemukannya solusi yang terjadi di tahun lalu. Oleh sebab itu perlu adanya yudisial review terhadap UU pemilu untuk menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang berkeadilan dengan dinamika yang berkembang di masyarakat tidak lepas dari kehidupan berpolitik, dengan melakukan analisis psikologis kebangsaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H