Ketenaran seorang tokoh mulai dari dahulu sampai saat sekarang tidak terlepas dari peran pers yang menurut sebagian orang sering membuat kegaduhan terkait berita-beritanya yang ditayangkan di media massa. Akan tetapi banyak pula yang jadi korban dari pihak pers yang kadang-kadang tidak memperhatikan kode etik yang baik sebagai insan pers.
Akan tetapi meskipun begitu sebenarnya dari lubuk hatinya yang paling dalam banyak yang bersyukur karena dengan adanya bantuan media massa banyak sekali yang mencari sensasi yang ujung-ujungnya berorientasi pada popularitas semu semata. Entah dengan menggunakan ‘kode etik’ bersensasi yang baik ataupun sebliknya.
Bisa di katakan pers atau media massa sebagai ‘tokoh berpengruh’ atau bisa juga dikatakan sebagai ‘Nabi’ yang kata-katanya di anggap hadits. Meskipun ‘perkataan’ media massa tidak bisa dijadikan sebagai sebuah hukum atau peraturan yang baku di masyarakat. Tetapi paling tidak (tanpa terlepas dari kode otik seorang jurnalis) jasa pers sebagai jembatan bagi ketenaran seseorang sangat signifikan.
Tengok saja bagaimana Jokowi yang bukan orang Jakarta asli mampu menjadi orang nomor satu dijajaran birokrasi Pemprov DKI Jakarat. Hal tersebut tidak terlepas dari peranan pers yang mengorbitkannya ke permukaan. Bagaimana pers meliput kegiatan Jokowi sewaktu memperkenalkan mobil ‘Es Em Ka’ karya siswa-siswa SMK Solo yang hal tersebut tanpa disadari oleh publik sebagai modal dalam pertarungannya ketika memperebutkan kursi nomor satu di DKI Jakarta.
Dan bagaimana pula Fauzi Bowo yang dijuluki oleh kalangan media massa sebagai sosok pribadi yang arogan dan ‘meledak-ledak’. Hal tersebut berbanding terbalik dengan Jokowi yang low profile.
Jadi tidak heran kalau beberapa selebritis juga memanfaatkan pers untuk membuat sensasi meskipun dengan cara yang tidak wajar. Misalnya seperti yang dilakukan vokalis Band Noah, Ariel pada tahun 2009 dengan Luna Maya yang seolah-olah kabarnya ‘beterbangan’ di negeri ini.
Dan dapat dilihat sekarang ketika Ariel keluar dari penjara, dengan band barunya Noah, Ariel mencuat menjadi selebritis papan atas. Hal tersebut tidak terlepas dari jasa pers yang terus-menerus mengeksposnya tanpa kenal lelah.
Meski begitu banyak pula yang menjadi korban dari pemberitaan media yang merugikan banyak kalangan. Hal tersebut memberi indikasi bahwa pers ibarat sebuah mata pisau yang dapat menyebabkan luka yang dalam, tergantung dari pemegangnya. Apabila yang memegang memperhatikan keadaan sekitar dan mempunyai keperibadian yang baik maka sudah pasti hasilnya akan baik, begitu juga sebaliknya.
Jadi bisa menjadi sebuah pesan yang tidak tertulis bagi siapapun untuk berhati-hati ketika berhadapan dengan kalangan pers. Hal tersebut bukan berarti kita tidak menjadi teman yang baik, hanya saja untuk menjaga sikap. Terkecuali yang hanya ingin membuat sensasi dengan cara yang tidak wajar dengan menggunakan jasa pers, dipersilahkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI