Mohon tunggu...
Danz Suchamda
Danz Suchamda Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Saya seorang spiritualis, praktisi meditasi, penulis. Hidup ini saya pandang sebagai sebuah meditasi yang mengalir sepanjang waktu. Dan manakala kita melihat dunia dalam persepsi termurnikan, sekaligus berani telanjang terhadap apa yang ada; maka dunia ini menjadi begitu berwarna, bercahaya, bernuansa pendar, dan menguak berjuta makna yg berlapis-lapis.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Proses Penciptaan

1 Februari 2012   04:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:12 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignnone" width="500" caption="Gelar-gulung : Penyingkapan dari dalam keluar dan penggulungan dari luar ke dalam."][/caption]

Oleh : Daniel Suchamda

Dalam Hadits Qudsi ada kalimat yg berbunyi "Aku (Allah) adalah harta tersembunyi, dan berkehendak agar diketahui, maka Aku ciptakan mahluk2 ciptaan agar dapat mengetahui (menjadi saksi)".

Tahukah anda apa implikasi mistikal dari ayat ini?

Menurut seorang tokoh sufi jaman dahulu yaitu Muhammad Nafi Ibn Idris Ibn Hussayn al-Banjari, ini adalah "pernyataan" Allah dalam posisi Ahadiyyat (absolute state of unconditional transcendence). Posisi Allah sebelum tannazulatnya (emanasi) muncul dalam multiplikasi.

Kondisi ini dapat disejajarkan dengan kondisi kesunyataan atau Emptiness (asankhatadhamma / unconditional Dharma). Karena esensi ini meliputi segala sesuatu dalam ketunggalan universal dan tidak dapat diketahui (hidden) dalam artian pikiran tidak dapat menjangkaunya atau bila hendak diungkapkan maka harus serba tidak (neti-neti / negasi) yg mana adalah merupakan suatu kehampaan maknawi (dlm relasi hubungan makna keber-tajali-annya). Karena disini belum muncul multiplikasi bahkan ruang dan waktu.

Disini partikularitas diri lenyap sama sekali, bahkan partikularitas roh sudah jauh2 lenyap dalam martabat2 lain dibawahnya (alam wahidiyah). Ini dapat disejajarkan dengan konsep Nibbana, dimana partikularitas diri lenyap (termasuk konotasi ruh, jiwa, dsb). Dan oleh buddhism aliran tantra ini disebut Adi Buddha atau Buddha Samantabhadra. Jadi, disini kata "Buddha" bukan lagi merujuk kepada julukan kepada personal dalam ruang historis, tetapi adalah esensi transenden awal pertama. Tentu kata "awal pertama" ini jangan diartikan sebagai sebuah proses kronologia ala "time-line" ("pada posisi garis-waktu di jaman dahulu"), tetapi adalah proses fenomenologis penyingkapan "dari dalam ke luar" dari proses penciptaan dan perubahan terus menerus setiap saat (oleh karena itu disebut impermanency / ketidak-kekalan / anicca pada tahap2 martabat ke-4 dan selanjutnya).

Dalam kondisi Ahadiyat ini maka Allah dapat dikatakan sebagai sebuah sumber awal pertama yang hidup dan maha pengasih penyayang (al rahman al rahim). Karena cinta-kasihNya maka dari situlah awal muasal awal yang pertama dimana DzatNya (= Divine Essence) bertajali secara primordial dalam Self-aware (melihat diriNya sendiri) dalam keseluruhan sifat-sifatNya yang masih merupakan suatu ketunggalan agung sebagai seolah-olah sebuah pribadi. Disinilah cinta-kasihnya itu mulai memancar. Sebagai obyek cintakasihNya maka beremanasilah suatu wadah penampung cinta kasihnya yang mana dari situlah maka proses penciptaan bermula (maka disebut martabat Wahdahdiyyah). Sebelum proses pemancaran cahaya cintakasih tersebut terjadi maka diperlukan sebuah wadah yg 'gelap' (maaf, tidak ada kata lain yg mampu mewakili yg saya maksud. 'Gelap' hanyalah pendekatan perumpamaan agar dapat dipahami oleh intelek). Antara yg 'terang' dan 'gelap' itu sendiri bukan merupakan sebuah pemisahan yang azasi, tetapi sekedar merupakan sebuah bagian dari ketunggalan proses. 'Kegelapan' itu memisahkan diri sebagai sarana untuk menampung Cinta-kasihNya agar dapat memancar. Disinilah maka Light (cahaya) itu memancar menjadi Rays (sinar). Disinilah tajjali Allah pertama kali dapat dikenali yaitu sebagai yg diistilahkan sebagai Nur Muhammad (Gnostic Rays). Jadi, proses 'menjauh' atau pada multiplikasi (diferensiasi) dari tajali penciptaan itulah yg disebut mengarah pada 'dosa', sedangkan proses sebaliknya -- yaitu 'mendekat' pada sumber asali tersebut yg disebut menuju 'suci'. Meskipun demikian, tajjaliNya yang pertama ini belum dapat disebut sebagai sesuatu yang particular tapi masih bersifatkan sesuatu yang universal-transcendence. Baru pada tahap yang berikutnya yaitu Wahidiyyah, maka yang transcendent itu menjadi particular-transcendence.

Note :
Taunya si manifestasi pancaranNya ini diungkapkan hanyalah secara simbolis. Bagaikan pantulan yang muncul di cermin, tapi bukan yang sesungguhnya. Untuk benar-benar paham yang sesungguhnya, maka berhentikanlah pikiranmu, dan alamilah sesuatu yg melampaui pikiran si pembentuk ilusi si 'aku' ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun