Pak, aku pulang membawa teori-teori filsafat dan kebudayaan yang selama ini coba kubaca dan kukaji sependek pemahaman yang aku punya.Â
bapak mau aku jelaskan? biar aku kelihatan seolah-olah seperti akademisi sungguhan. akademisi yang bisa bicara apa saja, meski isinya itu-itu saja, stagnan.
Pak, aku pulang bawa sedikit hafalan-hafalan hadis yang, bagi seorang akuntan, bilangannya tak seberapa bila dijumlah dengan rumusan yang dapat melipat-gandakan angka.
Bapak mau aku bacakan? sedikit saja. biar aku yang lekat identitas santri ini tak terlihat sia-sia mengabdi dan mengaji kitab kuning jauh-jauh dari tanah semayam kita.
Pak, aku pulang bawa beberapa kardus buku berbagai jenis; diktat kuliah, agama, filsafat, dan paling banyak fiksi.Â
bapak mau aku terangkan? satu-dua buku saja hasil rangkuman singkat. biar aku tak kentara kelihatan dungu dengan buku-buku itu. kan malu-maluin, pak. punya banyak buku supaya didaulat intelektual, eh padahal itu palsu.
Pak, aku pulang membawa beragam sertifikat penghargaan yang kata mereka, sebagai bentuk apresiasi kecil atas laku kerjaku selama ini. bapak mau melihatnya? nanti biar aku pigura dengan olahan kayu sisa membuat meja lipat. biar orang-orang berdecak dan tertipu. sekarang tipu-tipu model begitu sedang musim dan marak loh pak di kalangan masyarakat urban.Â
Agar terlihat prestisius dan patut diperhitungkan, katanya. padahal, kesemuanya bentuk kedunguan massal.
Pak, bisa bangun sebentar? Apa tak bosan kau mendekam dalam sunyi tanah kuburan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H