Lalu Allah melanjutkan, "sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian."
Kata "inna", adalah taukid, yang bermakna penekanan. Dan bahkan Allah menambah penekanan itu dengan lam taukid (huruf lam yang bermakna penekanan). Jadi, manusia itu memang benar-benar dan sungguh-sungguh dalam kerugian. Muncul pertanyaan lagi,
"Mengapa Allah tidak menggunakan fi'il saja? Seperti khasira yang merupakan bentuk fi'l madhi? Atau yakhsaru yang merupakan bentuk fi'l mudhaari' dari khusr itu sendiri?"
Justru disinilah perbedaannya. Ketika Allah subhanahu wa ta'ala menggunakan isim, maka hal tersebut berlaku sepanjang waktu. Maka dapat diartikan, bahwa Allah dalam ayat ini memberikan penekanan bahwa manusia akan selama-lamanya berada di dalam kerugian. Semuanya, tanpa kecuali.
Dalam surat ini Allah ta'ala  menjelaskan bahwa seluruh manusia benar-benar berada dalam kerugian.
Kerugian yang dimaksud dalam ayat ini bisa bersifat mutlak, artinya seorang merugi di dunia dan di akhirat, tidak mendapatkan kenikmatan dan berhak untuk dimasukkan ke dalam neraka.
Baca juga : Tips Menghafal Al Quran dengan Baik dan Mudah
Bisa jadi ia hanya mengalami kerugian dari satu sisi saja, di dunia atau di akhirat.
Oleh karena itu, dalam surat ini Allah mengeneralisir bahwa kerugian pasti akan dialami oleh manusia kecuali berpegang pada agama Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H