Gebrakan Gubernur NTT sukses mengalihkan perhatian publik. Masuk sekolah pukul 5 pagi, maju terus pantang mundur karena Gubernur NTT menginginkan generasi di daerahnya sukses ke depannya. Masa depan yang cerah dimulai dari perjuangan yang menjunjung kedisiplinan.Â
Menurut pendapat beliau, tugas anak-anak khususnya siswa SMA adalah belajar sungguh-sungguh agar kelak dapat masuk kampus unggulan seperti UI atau UGM. Penanaman disiplin ini sebagai persiapan saat seleksi masuk ke universitas impiannya.
Seberapa efektif menanamkan kedisiplinan siswa di pagi buta?
Fakta di lapangan masih banyak ditemukan kendala. Sepuluh sekolah terpilih yang menerapkan masuk sekolah pukul 5 pagi banyak yang keteteran. Teknis pelaksanaan masih kejar tayang antara guru dan siswa yang sama-sama belum siap.Â
Belum lagi masalah transportasi yang sering belum ditemui sehingga menjadi penyebab guru maupun siswa terlambat karena tidak semua pribadi memiliki kendaraan sendiri. Tidak ada jaminan keselamatan baik untuk guru maupun siswa ketika berangkat dalam kondisi belum terang.
Kebijakan ini terkesan dipaksakan dengan dalih demi etos kerja. Bahkan ketika perwakilan orang tua siswa menyampaikan keberatan, Gubernur NTT hanya menyarankan untuk pindah sekolah saja.Â
Citra pendidikan yang masih samar karena dalam masa adaptasi kurikulum sekarang masih ditambah kebijakan yang belum matang.Â
Memang benar adanya, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Bukan untuk dikejar rasa was-was hanya demi aturan pemerintah daerah semata.Â
Latar belakang siswa yang beraneka ragam sudah selayaknya jadi bahan yang patut dipertimbangkan. Kesiapan teknis tenaga pendidik dan akomodasi lainnya juga tidak boleh luput dari perhatian kepala daerah.
Pendidikan karakter berupa kedisiplinan tidak melulu bergantung pada bangun pagi, berangkat sebelum terang tapi juga banyak faktor penunjang lainnya. Apa jadinya jika sukses berangkat pagi tetapi daya tangkap siswa berkurang karena rasa kantuk, letih, lesu?
Mengubah habit harus sesuai dengan standar ilmiah tanpa mengesampingkan faktor pendukung lainnya. Manuver yang dilakukan pun harus berdasarkan slogan Tut Wuri Handayani.Â