Azimat Sup Senerek Mbah Dimun
Kedai Mbah Dimun itu sangat sederhana dengan gaya klasik. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu dengan atap ijuk dan tungku-tungku berbahan bakar kayu. Sup senerek pun ditempatkan di kuali tanah liat sehingga memberi karakter citarasa yang khas.
Pemilik kedai sudah berusia 68 tahun namun masih sangat energik. Mbah Dimun tetap mempertahankan keaslian resep warisan nenek moyang. Sup senerek tanpa daging apapun dengan rempah asli yang ditumbuk dengan tangan sendiri. Tidak ada sebutir micin pun untuk penguat rasa. Tidak heran jika sup senerek ini menjadi buruan para pemuja hidup sehat.
"Mbah, sup senerek dua mangkuk."
"Nggih, Mas."
Leona turut mengangguk sopan ke arah Mbah Dimun. Perempuan cantik itu terlihat antusias menanggapi ajakanku tadi siang.
"Tempatnya asyik, Fir. Bersih dan asri terus embusan angin dari sawah juga menambah sejuk."
"Kamu nggak masalah makan di sini?"
"Nggaklah. Aku langsung suka begitu kita sampai tadi."
Obrolan kami terhenti ketika pesanan datang. Dua mangkuk senerek lengkap dengan sambal terasi, satu bakul kecil nasi putih, dua gelas es teh dan satu piring mendoan. Sebelum menikmati menu andalan kedai ini, kami melakukan ritual cuci tangan terlebih dulu.
Sruppppppp!