[caption id="attachment_369187" align="aligncenter" width="536" caption="sumber : merdeka.com"][/caption]
PEMILU berikutnya masih empat tahun lagi. Â Mungkin partai politik beranggapan perhelatan itu masih terlalu jauh. Sehingga, mereka merasa bisa sesuka hati. Mengabaikan aspirasi kami, para rakyat. Masih banyak waktu, menuju Pemilu. Dan, berharap semuanya lupa sepak terjang mereka.
Mungkin saja, parpol masih beranggapan, konstituen sasaran mereka yang mayoritas wong cilik tak pernah baca koran. Jarang melihat berita televisi, apalagi news online yang selalu up date, dalam hitungan menit.
Mungkin juga parpol-parpol itu merasa sepak terjang mereka tak akan sampai di tingkat bawah, rakyat kecil yang menjadi mayoritas pemilih. Mereka-mereka rakyat kecil itu tak akan berpikir politik. Perhatian mereka terpusat pada mengatasi ekonomi sulitnya. Benarkah?
Ya, kalau pada akhirnya, virus informasi itu menyebar dengan cepat, maka mereka akan lupa dengan sendirinya dimakan waktu. Kelak, dalam hitungan bulan menjelang Pemilu, cukup memajang wajah beken dalam baliho. Mereka mendadak akrab dan baik hati. Dan, memberikan iming-iming yang menggiurkan.
Bagaimana, dengan mereka yang sedikit tahu sepak terjang politisi itu? Parpol sudah terang benderang mempertontonkan akrobat-akrobat politik yang sudah jauh dari aspirasi masyarakat banyak.
Siapa yang menjanjikan perubahan menjadi lebih baik? Siapa yang menjanjikan aksi pro pemberantasan korupsi? Siapa yang menjanjikan peningkatan kesejahteraan rakyat?
Lalu, rakyat ketika menagihnya, mereka sibuk sendiri. Rakyat hanyalah alat untuk mencapai kekuasaan, bukan tujuan mereka. Dan, ternyata era baru ini tidak lebih baik, bahkan bisa cenderung menunjukkan kemunduran dari segala aspek, seperti dalam sektor hukum yang semakin carut-marut. KPK vs Polri adalah sebuah pertunjukan tidak elok dan sudah cenderung menjijikkan. Di samping kelambanan presiden, parpol kian memperkeruh suasana !!
Aksi parpol memprihatinkan. Mereka kerap menonjolkan kepentingan kekompok dan politik transaksional, semuanya telanjang dan terang-terangan dipertontonkan.
Apakah kami akan lupa? Â Tidak, sebagian besar rakyat yang 'melek' tidak akan lupa. Kami tak amnesia. Amanah dan mandat aspirasi hanya akan diberikan pada mereka-mereka yang bisa dipercaya. Jika tak ada yang bisa dipercaya??
Apatisme publik sudah pada titik terendah. Angka golongan putih alias yang menolak menggunakan hak pilihnya bisa sampai pada titik puncak. Kami tidak percaya pada partai politik! (*)