Menarik mengikuti kegaduhan isu Tenaga Kerja Asing (TKA) ilegal belakangan ini, terutama dari cina, meski bukan termasuk isu baru.
Tahun 2015 yang lalu, ada kelompok politik di luar koalisi pemerintah, dimotori Wakil Ketua DPR dari PKS Fahri Hamzah melontarkan isu panas 10 juta pekerja China membanjiri Indonesia. Setelah pemerintah, melalui Menteri Ketenagakerjaan memberikan jawaban berdasarkan data-data, isu pun surut. Menurut data Kemnaker, jumlah total TKA dari seluruh negara tidak menyentuh angka 100 ribu tiap tahunnya.
Menurut analisis Menaker, angka 10 juta itu bisa jadi berasal dari target 10 juta wisatawan manca negara yang hendak dicapai pemerintah pada tahun 2020 nanti.
Naiknya (kembali) isu TKA ilegal China belakangan ini tidak bisa dilepaskan dari dua tendensi politik. Pertama, makin dekatnya pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta, dimana sang petahana Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) yang berasal dari etnik China dipastikan maju setelah mendapat kendaraan politik Koalisi Partai Golkar, Hanura dan Nasdem. Kedua, keinginan balas dendam politik dari pihak yang belum move on dari psikologi kekalahan Pilpres 2014 lalu.
Bila diidentifikasi, pihak yang memompa isu TKA ilegal China tidak lepas dari nama Yusril Ihza Mahendra (YIM), salah satu kandidat yang ingin menantang Ahok. Dengan porsi dan motif berbeda, terdapat pula nama Said Didu, yang sebelum resuffle kabunet jilid II menjadi staf khusus menteri ESDM. Di media sosial, akun-akun yang rajin menggoreng isu TKA ilegal China banyak yang berkaitan ke PKS dan jaringan HMI/KAHMI faksi Anas Urbaningrum.
Meskipun sebagai patron, Anas masih mendekam dipenjara akibat kasus korupsi, pasukannya di media sosial  rajin membantu kepentingan-kepentingan politik HMI Connection.
Singkat kata, nampaknya ada pihak yang ingin mengalahkan Ahok dengan cara mengobarkan sentimen anti China melalui isu TKA ilegal China ini.
Sejak awal, isu negatif yang ditempelkan pada masalah TKA ilegal China sebenarnya tidak didasarkan pada data akurat. Contoh, angka 10 juta TKA ilegal China, tuduhan TKA China masuk Indonesia tanpa paspor, kecurigaan TKA ilegal China akibat konsesi investasi China di Indonesia, isu diskriminasi gaji TKA ilegal China dengan TKI, dan sebagainya.
Paling lucu adalah isu yang akhir-akhir ini dilontarkan, yakni mempersoalkan perbedaan gaji antara TKA ilegal China dengan TKI. Lha, statusnya saja ilegal koq dipersoalkan gajinya, harusnya dilaporkan saja ke Kemnaker dan Imigrasi agar mereka segera diusir dan dikembalikan ke negara asal.
Dengan tanpa data-data yang akurat, terlihat para pihak yang menggoreng isu ini hanya mengandalkan potensi sentimen rasialis anti china yang diasumsikan masih mengeram di sebagian komunitas masyarakat. Targetnya, sentimen emosional anti china bisa berkobar di tengah rakyat. Secara psikologi politik, jika target ini bisa dicapai, maka kekalahan Ahok tinggal menunggu upacara peresmian.
Berikutnya, jika Ahok berhasil dikalahkan dan DKI dipimpin gubernur baru, Â selanjutnya adalah membongkar berbagai kelemahan dan kesalahan Jokowi pada saat menjabat sebagai gubernur. Â Terdapat asumsi cukup kuat di kalangan mereka bahwa Jokowi memiliki andil dalam kasus Sumber Waras, Reklamasi, korupsi pengadaan UPS dan kasus bus transjakarta.