[caption id="attachment_304000" align="aligncenter" width="300" caption="koleksi pribadi"][/caption]
Dear sahabat kompasiana, Semangat Pagiii....
Baru semalam saya punya tetangga yang merayakan kemenangannya pada PILEG (pemilihan calon legislative) DPRD dengan pesta kembang api semalam suntuk... sampai menggangu kami sekeluarga akibat suaranya...dar..dir..dorr...luarbiasa... tentunya sang CALEG sangat berbahagia karena berhasil masuk jadi anggota Dewan yang TERHORMAT... lantas bagimana dengan yang GAGAL..???
pada kesempatan ini kami mencoba membahas kembali lebih intens terkait dengan fenomena unik pasca PILEG yaitu banyak terjadi CALEG yang depressi akibat gagal dalam pemilu. Tulisan ini melanjutkan liputan dari sahabat saya bung Arbi, yang telah rilis di Harian Terbit pada tanggal 10 April 2014 dengan tema “ Terapi komplementer percepat kesembuhan gangguan jiwa”.
Manajemen kegagalan, sebuah kalimat yang muncul dalam pikiran saya. Betapa dalam hidup pastilah kita akan selalu dihadapkan oleh dua hal, yaitu berhasil atau gagal. Secara umum kegagalan adalah hal yang sangat lumrah dan pasti terjadi dan dialami oleh setiap orang, apakah itu kegagalan karena bisnis, gagal Ujian Nasional kah, gagal mencapai karier atau bisa juga gagal dalam menjalani hubungan. Nah, yang masalah utamanya adalah bagaimana memanajemen kegagalan itu sendiri?.
kemudian berikut ini adalah secara umum respon tiap personal dalam menerima kegagalan atau penolakan yaitu :
A.Ada pribadi yang ikhlas dan menerima kegagalan, lalu terus berjuang.
B.Bersedih untuk beberapa saat, melakukan evaluasi kemudian semangat kembali.
C.Ada juga type orang yang tidak bisa menerima kegagalan, hingga menyebabkan ia seolah kehilangan motivasi hidup, tertekan, cemas, putus asa, hidup terasa baginya sudah berakhir, yang demikian umumnya disebut depressi.
Sedangkan pepatah umum yang sering kita dengar yaitu kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda, tentu hal ini bagi mereka tak sesederhana yang kita bayangkan.
Kemudian yang menjadi uniknya gangguan kejiwaaan yang diderita oleh CALEG yang gagal adalah hal ini terjadi secara berjamaah….Hasil survei dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) menyebutkan, jumlah caleg stres dan gila pada 2014 bakal naik hingga 20 persen. KIPP menyebut pada Pileg 2009 saja, jumlah caleg gila mencapai 7.276 orang.…(sumber :http://www.nonstop-online.com/)
Kemudian apa sih yang menjadi faktor penyebab orang yang awalnya normal, kemudian setelah gagal jadi legislator kemudian menderita gangguan jiwa..?
Menurut kami ada beberapa faktor penyebabnya :
1.Adanya bakat (secara genetika) memiliki mental dan psikis yang lemah atau masalah kejiwaan lain, jadi depressi hanya menjadi faktor pencetus saja dari masalah yang dialami sebenarnya
2.Mahalnya Biaya politik
3.Kesalahan motivasi dalam keikutsertaan PILEG
4.Tidak memahami Psikososial
5. Stressor (tekanan) dari masyarakat pasca PILEG
6. lain-lain
Depressi dapat menjadi factor pencetus (trigger) gangguan kejiwaan lain. seperti : Skizofrenia, Bipolar, skizo afektif, self injuries, OCD,
Berikut contoh perilaku yang muncul pada caleg gagal yang mengalami gangguan kejiwaan :
Skizofrenia : munculnya waham (keyakinan yg bertentangan dengan realitas) bahwaia merasa seolah-olah saat ini telah menjadi anggota dewan dan wajib dihormati, berhalusinasi, berpidato dihadapan umum, sering mendengar suara-suara dan bisikan yang muncul dari kepala, anggota tubuh atau dari luar
Bipolar : perubahan suasana hati yang drastic, suatu saat ia tertawa terbahak-bahak, tetapi sedetik kemudian ia menangis sejadi-jadinya. Hal ini terjadi berulang2 dan tidak terkontrol.
OCD : terjadinya disorientasi dan impulsive, bisa saja penderita bolak-balik ke TPS atau berkeliling daerah pemilihannya (DAPIL) meski waktu pemilu sudah lama usai.
Skizo afektif : terjadinya halusinasi, waham dan suasana hati yang tidak terkontrol, pada kondisi ini penderita tidak mampu membedakan antara realitas atau alam khayalnya. gak heran jika caleg gagal yang mengalami skizo-afektif terjadi disorientasi hingga membuka seluruh pakaiannya didepan umum kemudian berceloteh tak berkesudahan.
Self injuries : personal ini menyakini bahwa dengan menyakiti diri sendiri dan mengobati kegelisahannya (depressi), kondisi yang paling berbahaya adalah penderita bisa saja melakukan bunuh diri.
Peran penting keluarga.
Hal yang sangat penting bagi kami adalah selalu memberikan edukasi kepada masyarakat luas dan khususnya keluarga para Caleg tersebut, bagaimana mengambil sikap yang cepat dan tepat, pencegahan serangan depressi atau gangguan kejiwaan, dimana pertolongan pertama sangat menentukan progress kesembuhan pasien.
1.Ajak yang bersangkutan untuk lebih banyak kegiatan yang meningkatkan aspek rohani, pada posisi ini ia akan banyak mendapatkan pencerahaan dan ikhlas dalam menjalani kehidupan.
2.Senantiasa memberikan motivasi dan jangan sekali-kali mendiskreditkannya
3.Memahami psikologi masyarakat sekitar, jika memang diperlukan disarankan yang bersangkutan pindah ke tempat lain untuk sementara.
4.Ajak berlibur, sejenak relaksasi.
5.Lakukan terapi relaksasi, seperti reflexy, akupunktur, pijat atau bisa juga hipnoterapy.
6.Jika merasakan terjadi disorientasi pemikiran atau penyimpangan perilaku, segera ajak ybs ke psikolog atau psikiater
7.Jika memang yang bersangkutan terdiagnosa memiliki gangguan kejiwaan, saran kami adalah Lalukan tindakan konfrehensif yang ditambah dengan terapi intensif komplementer seperti sebagaimana yang dilakukan di klinik kami, terapinya meliputi : ruqyah, akupunktur, hijamah, totok syaraf, herbal dan lainya
Seperti halnya petuah orangtua kita dulu, mencegah lebih baik dari pada mengobati, dan tidak mengapa terlambat dari pada tidak diobati...he..he... selamat pagi, selamat beraktifitas...
Demikian, semoga apa yang saya bagikan ini bermanfaat…
silahkan untuk di share….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H