Sebuah Analisis dari Klaim – Klaim Gerakan Konservatif Lingkungan
Oleh : Danu Dean Asmoro
*This paper for discussion in Communication and Environmental class, lecturer : Yohanes Widodo, M.Sc.
Introduction
Global warming dari sudut pandang sosiologi, dinilai bukan hanya permasalahan lingkungan. Jika dunia ini terbentuk dari konstruksi – konstruksi manusia, maka global warming salah satunya. Global warming ini bukan ide yang berdiri sendiri. Global warming ini dikonstruksikan oleh para aktor sosial yang mempunyai pengaruh di tatanan sosial dunia ini. Global warming kemudian dilegitimasi oleh para pembuat kebijakan, yang pada akhirnya dibantu oleh para ilmuwan dalam memberikan bukti dan data secara ilmiah. Nyaris, aksi mengenai global warming di Indonesia ( dapat berjalan tanpa kritik ). Ingat, tidak ada yang sempurna di dunia ini.
Tulisan ini mendekatkan diri dari salah satu konsep Jacques Derrida mengenai dekonstruksi. Pada intinya pendekatan yang dilakukan menilai bahwa konstruksi manusia menyebabkan adanya dikotomi. Dikotomi ini menyebabkan salah satu lebih unggul daripada yang lain, terutama pada teks yang “bermain” di dunia ini. Melalui pendekatan ini kemudian dipertanyakan, perbedaan antara “saya”, “kita”, dengan “kami”. Pengaburan makna antara ketiganya, adalah sebagai bukti bahwa dalam dunia ini power telah berjalan dalam semua kehidupan manusia. Harapannya tulisan ini dapat mengkritik organisasi environmentalist, bukan bermaksud menghujat ( tetapi memikirkan kembali ). Tujuannya agar gerakan yang mulia tersebut, tidak berjalan “melenceng” terlalu jauh dari tujuan mulianya. Semoga tulisan ini tidak membuat kontroversi, tetapi membuat “warna baru” dalam diskusi mengenai lingkungan.
Pembahasan
The sociological literature on global environmental change emphasizes the processes by which the problem ofglobal warming is socially constructed……First, the movement criticized the evidentia y basis of global warming as weak, if not entirely wrong. Second, the movement argued that global warming will have substantial benefits if it occurs. Third, the movement warned that proposed action to ameliorate global warning would do more harm than good. (McCright & Dunlap. 2000 : p.499 )
Dalam literature dari sudut pandang Sosiologi bahwa proses perubahan lingkungan global yang didalamnya mencakup global warming merupakan suatu bentuk konstruksi sosial. Klaim yang dilakukan oleh gerakan konservatif, perlu dilihat lebih lanjut. Pertama, kritik terhadap gerakan tersebut berbasis pada bagaimana global warming dianggap sebagai suatu kelemahan, jika bukan adalah suatu kesalahan. Kedua, gerakan tersebut mempunyai pendapat bahwa global warming akan mempunyai substansi berupa profit jika hal tersebut benar – benar terjadi. Penekanannya adalah issue tersebut menghasilkan profit tertentu bagi beberapa pihak. Ketiga, gerakan tersebut memberikan peringatan dengan menyajikan aksi untuk memperbaiki global warming yang justru merugikan daripada berdampak baik, merugikan dikarenakan semakin kuatnya salah satu power yang dilegalkan tanpa adanya kritik. Pengaruh yang diberikan ketika gerakan lingkungan mengadakan program – program yang berbasis untuk menaggulangi global warming adalah justru tercipta masyarakat yang skeptis/ ragu – ragu terhadap global warming ( meskipun mereka sudah memahami alasan ilmiah mengenai kepemahaman mereka terhadap permanasan global ).
Dalam beberapa dekade terakhir, issue mengenai perubahan iklim secara global diakui menjadi problem sosial. Kita dapat teringat ketika bagaimana kritik mengenai rumah kaca yang berdampak negatif bagi lingkungan. Gerakan untuk menyelamatkan lingkungan ini dilakukan oleh berbagai environmental activists, para ilmuwan, dan pembuat kebijakan. Pengurangan gas karbondioksida juga merupakan hal yang penting dibahas dalam issue mengenai global warming. Kenaikan jumlah interest terhadap global warming, justru mempunyai relasi terhadap bagaimana orang – orang justru tidak peduli/ mengabaikan permasalahan lingkungan.
Tulisan ini akan membahas bagaimana gerakan konservatif di Amerika Serikat. Metodenya melalui analisis isi terhadap publikasi di internet. Dalam kajian ini yang pertama akan dibahas secara lebih lanjut mengenai bagaimana permasalahan gobal warming itu banyak dilakukan melalui pendekatan konstruksi sosial. Konstruksi sosial ini membingkai kerja dan klaim yang dilakukan. Sedangkan kedua adalah mengkaji lebih lanjut mengenai perbedaan orientasi terhadap problem sosial dengan orientasi terhadap gerakan sosial.
Legitimation of Global Warming as A Problem
Di awal 1990an, para ilmuwan sosial memulai kajian mengenai bagaimana kekuatan sosial dan politik yang mampu mengonstruksi global warming dapat disahkan sebagai problem sosial dan menuntut adanya perbaikan aksi. Pembuat klaim mengenai global warming juga pada akhirnya beratensi dengan media untuk menguatkan pengarunya. Ide – ide klaim mengenai global warming kemudian dinilai melalui pendekatan ekonomi politik. Dalam berita mengenai global warming misalnya, pasti dibahas/ didebatkan secara politik mengenai regulasi dan perjanjian – perjanjian yang ada. Pada saat yang bersamaan, adanya counter mengenai klaim mulainya pembahasan mengenai cost/ harga dari aksi pemerintahan yang akan dilaksanakan. Kita dapat melihat misalnya organisasi pemerintahan dalam menerapkan issue mengenai global warming, didalamnya selain memperdebatkan permasalahan regulasi, juga memperdebatkan masalah pembiayaan atas proyek yang mungkin akan dilaksanakan. Dalam membahas issue global warming, pastinya kita tidak melepaskan diri dari media massa.
We believe that this existing sociological research on global warming from a social problems
orientation has produced an inadequate understanding of the global warming controversy. Since most of the studies noted above ended in the early 1990s, concluding that global warming was completing the requisite stages of both the public arenas model and the issue attention cycle, they are unable to shed light on more recent developments. Also, while the studies do track the claims regarding global warming via the media, they nevertheless fail to systematically address the historical context of the social actors involved in the problem definition process. (McCright & Dunlap. 2000 : p.501 )
Berbagai penelitian sosilogi mengenai global warming yang berorientasi pada problem sosial memroduksi ketidakcukupan pemahaman kepada masyarakat mengenai kontroversi terhadap global warming. Stage dari global warming sebagai problem juga terdapat pada model arena publik dan bagaimana siklus terhadap atensi issue yang sedang dihadapi. Global warming juga mengkritik mengenai pembangunan yang pada akhirnya mempunyai dampak terhadap keberadaan ekosistem manusia. Termasuk juga ketika global warming masuk ke dalam media, secara sistematis mereka gagal untuk memberikan klaim yang dialamtakan pada konteks historis terntentu dari para aktor sosial yang mempunyai pengaruh terhadap proses definisi yang akan ditentukan.
Konstruksi sosial mengenai global warming kemudian dipahami sebagai hal yang “ non – problematisitas”. Banyak pihak yang tidak mempermasalahkan “sesuatu di balik hal lain yang melekat” pada global warming, misalnya adalah aksi yang menyatakan adanya perbaikan lingkungan. Aksi tersebut nyaris dilakukan tanpa kritik, padahal asumsinya nobody’s perfect. Keberadaan power dan perang antara power membuat kadang permasalahan global warming tidak didekatkan dengan suatu permasalahan. Misalnya bagaimana LSM lingkungan yang dapat “tunggang – lenggang” mengadakan berbagai aksi atas nama lingkungan. Penekanan disini adalah bahwa suatu ide itu tidak berdiri sendiri ketika sudah masuk dalam suatu sistem sosial. Kontroversi yang jelas adalah bagaimana issue global warming menjadi sangat marketable. Global warming dipandang bukan hanya menjadi issue lingkungan, tetapi juga ekonomis. Harusnya global warming merupakan suatu issue yang harus didekatkan pada problem sosial, maka atensinya adalah bagaimana agar menekankan permasalahan tersebut mendapatkan atensi dan solusi di kemdian hari. Frame yang melandasi orientasi gerakan lingkungan, berbeda dengan apa yang kita pahami sebagai orientasi atas permasalahan sosial. Misalnya bagaimana pemberdayaan masyarakat tidak hanya dikalkulasi berdasarkan hitungan akutansi atau matematika. Disini, kita harusnya mendekatkan diri pada konteks masyarakat tertentu ( misalnya sikap, kebiasaan, dan perilaku ), sehingga pendekatakannya melalui perubahan sikap dengan pendekatan persuasif. Legitimasi mengenai global warming juga pada akhirnya “menguntungkan” pemerintahan, misalnya korupsi dalam bidang lingkungan.
Social Problems and Social Movements
Bash, seorang sosiolog melihat bahwa terdapat dua perbedaan orientasi antara problem sosial dengan gerakan sosial yang ada. Orientasi dari social movements adalah bergerak pada tataran focus mikro dan makro pada proses sosial. Kita juga dapat menilai bagaimana sejarah dan analisis kontekstual, selalu digunakan dalam orientasi social movements. Di sisi lain, Bash memberikan mengenai orientasi social problems yang menampakkan individu dari resolusi tiap kasus. Dalam hal ini pendekatan historis berada pada level mikro.
Ilmuwan lain seperti Maus ( 1975 ) menyatakan bahwa pendekatan dalam pemberian klaim antara yang berorientasi pada problem sosial dengan gerakan sosial, sangatlah berbeda. Perilaku yang ditampakkan dalam aksi partisipan biasanya dapat ditemukan pada social movements. Social problems lebih simple dari variasi yang diterapkan oleh social movements. Misalnya bagaimana kebiasaan merokok menjadi problem sosial, pasti pendekatannya lebih pada bagaimana perubahan perilaku si perokok yang didukung dengan sistem dan stakeholder. Dalam tataran problem sosial, aktor sosial memberikan klaim mengenai merokok ( misalnya pemerintahan atau pihak yang merasa dirugikan ). Klaim ini sangat melekat denga power, karena hanya yang mempunyai power yang mampu menyatakan klaim. Sedangkan, social movements lebih kepada bagaimana gerakan anti merokok diterapkan melalui berbagai nilai dan disebarkan, dengan tujuan mendapatkan dukungan yang lebih besar. Troyer ( 1989 ) juga menemukan terdapat perbedaan antara orientasi social problems dengan social movements. Pendekatan dalam social movements dengan pendekatan social constructions yang diterapkan dalam social problems menemukan bahwa terdapat perbedaan dalam proses pengonstruksian makna dan interaksi antara pembuat klaim dengan target audience – nya. Kesimpulannya juga terdapat pada aksi yang kadangkala gegabah dan bagaimana melihat situasi secara cepat.
While the concept of "claim" is central to recent work in the social problems orientation, the concept of "frame" is central to recent work in the social movements orientation. The concept
of claim is derived from Spector and Kitsuse's (1977) classic exposition of the constructionist
approach to social problems, which became dominant in social problems research. The concepts of claim and claims-making now are essential to social problems research (see e.g., Loseke 1999). The concept of frame is most extensively developed in Snow, et al. (1986).) The concepts of frame and framing processes are now popular in social movements research (see e.g., Benford and Snow 2000).* (McCright & Dunlap. 2000 : p.502 )
Konsep mengenai “klaim” bekerja pada orientasi social problem, sedangkan konsep mengenai “frame” bekerja pada orientasi social movements. Konsep klaim digunakan untuk mendekatkan diri kita terhadap problem – problem sosial, pendekatannya adalah konstruksionis. Konsep klaim dan claims-making juga dapat kita temukan pada buku riset – riset mengenai problem sosial. Sedangkan kita mengetahui konsep mengenai frame dan proses framing pada riset – riset social movements.
Klaim diidentifikasikan merupakan produk sosial dari suatu problem sosial yang didefinisikan dan mereka terkonseptualisasi menyatu dengan siklus internal dari suatu problem sosial. Kita kemudian melihat bagaimana ahistoris dan karakteristik internal yang dimiliki oleh masing – masing individu. Pertama, aktor sosial akan melihat suatu situasi yang menurutnya problematis dan membutuhkan perubahan. Kita dapat melihat bahwa aktor sosial ini memainkan diri pada struktur sosial yang ada pada suatu masyarakat. Kemudian faktor eksternal dilihat oleh para social movements. Dengan melihat bagaimana suatu historis dan konteks tertentu mampu mempengaruhi keadaan. Aspek historis dan kontekstual digunakan untuk memobilisasi publik. Williams ( 1998 ) mendiskusikan bahwa dalam frame terdapat peran power yang membantu suatu konstruksi sosial mengenai lingkungan. Kita mampu membuktikannya bahwa ada beberapa masyarakat yang sama sekali tidak memahami dampak rumah kaca, sebelum ilmuwan ( penegang kontrol dan power dalam bidang pengetahuan ) memberitahukan mengenai dampak bahaya dari rumah kaca. Temuan ilmuwan tersebut adalah konstruksi sosial, ia dapat membangun masyarakat yang lebih waspada terhadap dampak rumah kaca.
Dalam klaim penekanannya adalah bahwa aktor individu merupakan agensi. Untuk melihat klaim ini maka kita memerlukan claims-making. Kita juga melekatkan claims – maker dalam struktur sosial yang ada. Benford dan Snow ( 2000 ) menekankan bahwa frame mengembangkan, meng-general-isir dan meng-elaborasi secara interaktif dan berlomba dalam proses framing untuk mempengaruhi stakeholder yang berbeda tingkat dan beragam.
Dari literatur konstruksi sosial dari problem sosial sangat lekat dengan karakterisasi, dan wajah dari adanya power dalam claims – making. Dalam frame kita dapat melihat proses ideologis. Misalnya bagaimana frame mengenai permasalahan lingkungan, menggambarkan bagaimana terdapat aktivitas hegemonic yang mempunyai power berlebih dan membingkai proses tersebut. Konsep frame kemudian lekat dengan struktur kekuasaan dalam wacana mengenai suatu problem sosial. Dalam frame mengandung klaim, dan proses framing dipengaruhi proses claims – making. Misalnya dalam proses framing kita membutuhkan adanya claims – making untuk memberikan pemahaman mengenai suatu problem sosial.
The Emergence of a Countermovement
The global frame mengenai permasalahan lingkungan selalu menghadapkan pada perbuatan manusia yang merusak ekosistem dan berdampak bagi lingkungan. Pengaruh tersebut tidak hanya mempengaruhi kualitas lingkungan, tetapi juga berdampak pada masa kini dan masa yang akan datang ( termasuk misalnya terjadinya kelangkaan ). Gerakan konservatif mempromosikan bahwa apa yang mereka lakukan mampu mencoba untuk menekan/ menghambat laju dari global warming. Gerakan sosial tersebut mampu memberikan keuntungan terhadap bumi. Klaim mereka adalah melakukan aksi dalam krisis global yang sedang terjadi. Klaim yang dipromosikan tersebut lalu secara sukses mampu memobilisasi massa yang lebih banyak. Kemudian global warming bukan hanya dikonstruksikan sebagai permasalahan sosial, tetapi dinarasikan sampai pada sesuatu yang benar – benar akan terjadi. Disini terdapat perang wacana, misalnya counter mengenai global warming bahwa yang menentukan semua adalah Tuhan. Kesuksesan konstruksi dan wacana mengenai global warming, dikarenakan menggunakan data – data dan bukti ilmiah. Mengambil contoh lain mengenai kesuksesan film 2012 yang banyak masyarakat Indonesia “takut” jika narasi dalam film tersebut akan segera terjadi dalam dunia nyata. Konteks tersebut menyebabkan kita melihat bahwa gerakan konservatif memberikan atensi terhadap Global Environmental Change ( GEC ) dan global warming yang akan terjadi dengan adanya fakta – fakta. Dari hal tersebut kemudian kita dapat melihat bahwa ada proteksi disana – sini.
Frame tradisional mengenai manusia dan alam dipanggil dengan Dominant Social Paradigm, dan yang lain merupakan Manifest Destinity. The Dominant Social Paradigm meliputi element – element dari ideologi konservatif, tetapi juga kesetiaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memberikan support terhadap pertumbuhan eknomi, setia terhadap material yang melimpah, dan kemakmuran yang akan datang. Wacana mengenai Manifest Destinity menekankan pada kesejahteraan manusia adalah tergantung dari akses yang tidak terbatas untuk sumber daya alam yang berlebih, pengembangan sumber daya, dan transformasi sumber daya tersebut menjadi komoditas yang menguntungkan para pekerja.
Gerakan environmentalists misalnya tidak menyukai jalan hidup yang terlalu mengagung – agungkan kebebasan yang pada akhirnya merusak alam. Counter-movements dapat digunakan untuk memperkaya perdebatan mengenai global warming yang merupakan suatu problem sosial. Studi dalam kajian ini adalah melalui dokumen dari major conservative think tanks dari tahun 1990 sampai dengan 1997. Analisisnya menggunakan analisis isi dengan pendekatan dekonstruksi.
Counter-Claims about Global Warming
Dari analisis isi yang dilakukan tersebut dapat diidentifikasi berbagai macam temuan, diantaranya adalah sebagai berikut :
Critizing the Evidentiary Basis of Global Warming
Through each of these five themes, the conservative movement attempts to discredit the scientific evidence for global warming and, thereby, undermine its credibility in the eyes in the public. Thus, this first and fundamental counter-claim allows the conservative movement to challenge the scientific basis of global warming as a legitimate problem. This counter –claim is essential to the conservative movement's agenda, since lay people and policy-makers must rely primarily upon science for evidence of global warming. By presenting this science as uncertain at best and completely wrong at worst, the conservative movement directly challenges the claim that global warming is a legitimate problem. (McCright & Dunlap. 2000 : p.513 )
Gerakan konservatif melegitimasi/ mengesahkan global warming sebagai suatu permasalahan sosial melalui para ilmuwan. Hal ini digunakan untuk mendapatkan kredibilitas agar dimata publik, mempunyai suatu kepercayaan bahwa hal ini dapat dibenarkan secara ilmiah. Selain itu gerakan konservatif juga meminta bantuan terhadap pembuat kebijakan agar juga terpengaruh dengan ide – ide yang diberikan oleh gerakan tersebut. Dengan menhadirkan ilmu semakin mengesahkan bahwa global warming sangatlah buruk bagi keberlangsungan hidup manusia.
Poin ini menjelaskan bagaimana global warming ini dikonstruksikan oleh manusia – manusia yang mempunyai power. Power dalam tatanan ini bukanlah power yang terlihat “mengerikan”, tetapi power yang terlihat “soft” misalnya pelegalan power dalam hubungan berpacaran.
The Potentials Benefits from Global Warming
Once again, all the documents exhibiting this counter-claim hold that global warming would offer ample benefits if it does occur. In fact, as noted earlier, most assert that the benefits would outweigh the costs. This counter-claim is essential to the conservative movement's position in two ways. First, by identifying hypothetical conditions, conservatives are further strengthening their position that global warming is not yet occurring, and still might not occur in the future. Second, by identifying benefits that lay people and policy-makers can easily identify, they are able to problematize environmentalists' claims that global warming is a problem. The synthesis of the first two counter-claims provides the basis for the conservative movement's position on global warming-that is, global warming is not occurring, but if it should occur in the future, it would not be a problem. These counter-claims provide a foundation for the final one. (McCright & Dunlap. 2000 : p.515 )
Gerakan konservatif lingkungan juga pada akhirnya mendapatkan keuntungan dari adanya klaim mengenai global warming. Harga untuk solusi yang diterapkan menjadi membengkak dan organisasi tersebut mendapatkan keuntungan, layaknya bisnis – bisnis lain. Identifikasinya adalah dengan mengonstruksikan bahwa global warming adalah suatu permasalahan, maka hal tersebut membuat keuntungan benefit bagi organisasi.
The Harmful Effects of Proposed Action
This theme takes on further significance when one remembers that two themes within the first counter-claim implicate these same international bureaucrats as being party to a conspiracy to elevate global warming as a problem in need of a solution. This current theme complements these conspiratorial allegations by identifying what these "powerful interests" would allegedly control if any proposed treaty is accepted. (McCright & Dunlap. 2000 : p.516 )
Efek bahaya dari aksi yang dilakukan oleh gerakan konservatif terletak pada bagaimana hubungan antaranya dengan birokrasi internasional/ global yang diperlukan untuk mencari solusi. Kita melihat bahwa gerakan ini menjadi sangat mempunyai kepentingan dan powerfull. Lihat saja bagaimana negara sangat berterimakasih terhadap keberadaan gerakan lingkungan. Hal ini membuat gerakan lingkungan memegang kendali dan kontrol mengenai solusi terhadap lingkungan. Analogikan hal ini seperti misalnya satu jenis aliran musik yang dahulunya menjadi “simbol perjuangan”, kemudian berubah menjadi lagu trend yang dinyanyikan disana – disini.
Kesimpulan
Saat ini kemungkinan diantara kita, hampir tidak ada yang mempermasalahkan permasalahan global warming yang dibawa oleh para gerakan environmentalist. Para sosiolog memberikan concern terhadap permasalahan tersebut. Gerakan lingkungan dinilai berhasil untuk memobilisasi masa dan melegitimasi aksi yang dilakukan. Pendekatan dekonstruksi diperlukan untuk menilai bagaimana upaya – upaya yang dilakukan oleh gerakan environmentalists. Upaya ini bukan untuk “menggurui” atau “menghujat” gerakan environmentalist. Tetapi menyadarkan kita semua, bahwa seharusnya permasalahan global warming bukan menjadi “mainan pasar”. Aksi yang dilakukan oleh gerakan environmentalists misalnya mengarahkan kita pada suatu aktivitas hegemoni. Aktivitas environmentalist ini nyaris tanpa kritik dari pihak – pihak lain, sesuai dengan gejala bahwa global warming adalah “non problematisasi”. Kita mempu melihat bahwa para aktor sosial sangat melekat dengan struktur kekuasaan. Jadi dapatkah kita melihat gerakan environmentalist berada pada struktur kekuasaan tersebut?
REFERENSI
------- McCright, Aaron M & Dunlap, Riley M. 2000. Challenging Global Warming as a Social Problem: An Analysis of the Conservative Movement's Counter-Claims ( Social Problems : Vol. 47, No. 4. (Nov., 2000), pp. 499-522 ). Berkeley : University of California.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H