Sering kali mengkritik salah di artikan lalu dikerdilkan, dengan ungkapan bahwa seorang pengkritik adalah orang yang pesimis tampa harapan perubahan, padahal dengan mengkritik merupakan upaya harapan untuk perubahan dalam memberikan sinyal pengingat bagi pemerintah bahwa kebijakan yang mereka buat jauh dari kesejahteraan masyarakat .Padahal jelas mengkritik adalah kebebasan berpendapat yang di atur dalam undang-undang dasar 1945 pasal 28 didalamnya berbunyi "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang."Lantas mengapa seolah sekarang mengkritik sudah menjadi asing, banyak orang yang takut untuk mengkritik dengan berbagai alasan, ada yang takut dengan hukuman ancaman di penjarakan, ada juga yang takut mengkritik dikarenakan ketika mereka bersuara mereka akan menjadi orang yang seolah di anggap kriminal.Dengan alerginya pemerintah dengan kritikan masyarakat mereka sanggup membuat pasal karet untuk membungkam orang-orang yang mengkritik mereka, ini akan mematikan nilai dasar negara kita yang mengatakan Indonesia negara demokrasi tapi sistem dan kebijakan yang dijalankan jauh dari kata demokrasi.Dengan pasal-pasal karet yang dibuat oleh pemerintah membuat budaya mengkritik di Indonesia menjadi mandul dan terancam mati, masyarakat takut untuk mengungkapkan pendapatnya karena keberpihakan hukum sering condong kepada mereka yang tidak pro kepada pemerintah.Jangan membatasi untuk mengkritik, sering kali pemerintah selalu bersilat lidah demi memberikan bahasa pembelaan dalam membukam untuk tidak mengkritik, dengan menerangkan bahwa mengkritik merupakan sikap yang buruk karena di anggap suatu hinaan, sehingga mengkategorikan orang yang mengkritik dianggap tidak bermoral dan beradab.Saya sepakat dengan apa yang dikatakan oleh Rocky Gerung bahwasanya apabila mengkritik yang disopan santunkan adalah kemunafikan, seharusnya pemerintah harus mencerna apa yang disampaikan mereka adalah bentuk kekecewaan, lalu menerima argumen-argumen rakyat kecil atas ketidak adilan apa yang sudah mereka terima.Apabila mengkritik selalu dibungkam terus menerus, bukan tidak mungkin iklim demokrasi di Indonesia akan mati, demokrasi seharusnya terjaga iklimnya tapi kini seolah dibatasi dengan segala cara, kritik yang merupakan bagian dari demokrasi padahal masyarakat hanya ingin mencurahkan ekspresi untuk menyampaikan kebenaran dan juga menentang hal yang benar-benar salah.Melihat kondisi ini sangat memprihatikan apabila mengkritik ini menjadi asing dan budaya mengkritik ini hilang, kita akan menjadi masyarakat yang apatis, pemerintah bebas ingin membuat regulasi dan kebijakan apapun yang mereka suka, tanpa harus takut untuk dikritik kebijakannya, karena kita sebagai pengontrol pemerintah sudah tidak lagi mengawasi mereka.Jadi secara sederhananya mengkritik adalah bagian dari demokrasi, berfungsi untuk mengawal segala kebijakan-kebijakan yang di tetapkan oleh negara dan pemerintah, lalu apabila dari kebijakan dan keputusan dari pemerintah yang jauh dari kesejahteraan masyarakat maka kita berhak untuk mengkritikinyaMaka dari pada itu sebagai pengingat bagi seluruh pemuda yang didalamnya terlebel sebagai agent of social control, harus menjalankan tugas dan fungsi mu secara benar-benar, jangan jadi pemuda yang apatis takut kepada hukum yang bengkok kebawah maka dari pada itu tugas kita yang membenarkannya mengembalikan hukum dan kebijakan pemerintah sebagaimana semestinya dengan mengkritik dan memberikan solusi dalam upaya sebagai pengingat bahwa apa yang mereka lakukan sudah jauh dari kata kesejahteraan masyarakat.Kalau kita semua takut dan apatis untuk mengkritik dalam upaya bentuk demokrasi dan sebagai media mengingatkan apabila kebijakan yang diambil pemerintah jauh dari mensejahterakan masyarakat, bukan tidak mungkin gerbang kehancuran bangsa ini sedang menunggu didepan mata, ini hanya tinggal menunggu waktu saja sampai kehancuran itu akan datang kepada kita.Demi menumbuhkan kembali demokrasi dan menjalankan peran kita masyarakat sebagai pengontrol sosial maka dari pada itu, hidupkan kembali budaya mengkritik dalam upaya mengingatkan masyarakat, tentunya mengkritik dengan memberikan narasi solusi, sehingga hal ini menjadi tolak ukur pemerintah dan menjadi bahan evaluasi dari kebijakan yang mereka buat.Lalu jangan takut dengan jeratan hukum pasal karet karena hukum tersebut memang didesain untuk membungkang demokrasi di negeri ini, apalagi jangan takut dengan narasi pengkritik mempunyai jiwa Pesimis, justru merekalah yang pesimis untuk melihat kenyataan bahwasanya apa yang mereka lakukan jauh dari kata berhasil mensejahterakan masyarakat.Di Ahir kata penulis ingin mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menjalankan peran dan fungsi kita secara serius dan sebenar-benarnya, kita masyarakat memiliki hak yang sama, kita berhak untuk memberikan saran dan pendapat kita, karena kita hidup di negara demokrasi segala bentuk kebijakan dan penetapan hukum itu harus melalui proses yang mewakili dari suara-suara kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H