Ketika terdengar azan subuh berkumandang dari kejauhan, itu berarti sudah saatnya saya harus bangun. Walaupun mata masih mengantuk serta ditingkahi suara hujan yang masih turun di luar membuat diriku enggan untuk turun dari ranjang. Pingin sih tidur lebih lama lagi. Tapi apa boleh buat, sebagai seorang karyawan saya harus segera menunaikan tugas (ciiile... kayak tentara aja menunaikan tugas), habis mandi dan menyereput segelas kopi bikinan istri, saya langsung berangkat menuju stasiun Bogor, dengan menggunakan jas hujan serta motor kantor kesayangan.
Tidak punya firasat apa-apa, seperti biasa saya naik commuter line bernomor 443 yang berangkat pukul 5.36 pagi. Hari ini memang berangkatnya agak telat sedikit karena kereta nomor 829 masih belum berangkat, dan saya melihat lampu-lampu di gerbong kereta 829 kelap-kelip kayaknya sih ada sesuatu masalah yang menimpa kereta tersebut. Dan perlu kompasianer ketahui bahwa hal-hal demikian sudah biasa terjadi di perkeretaapian kita, mereka baru akan mengecek kelaikan krl jika mau berangkat. Setelah telat hampir 15 menit, commuter line yang saya tumpangi akhir menyusul kereta 829 tadi.
Tapi hari ini, perkiraan saya agak meleset. Karena setelah berangkat dari Stasiun Bojong Gede, Commuter Line yang saya tumpangi harus berhenti cukup lama di anatara stasiun Bojong Gede dan Stasiun Citayam. Ternyata oh ternyata ada Commuter Line yang lagi semaput di stasiun Citayam. Apakah Commuter Line bernomor 829 yang tadi mengecek rangkaian? pikirku. Kubuka smartphone androidku, kucari aplikasi infokrl. Dan seketika saya mengetahui bahwa yang mogok bukan commuter line 829 tadi, tapi commuter line 441 yang berangkat duluan. Sedangkan Commuter Line 829 juga masih mengantri masuk stasiun Citayam.
Di dalam gerbong mulai terdengar cacian dan omelan para penumpang. Apakah krl tidak bisa untuk tidak menyiksa para pekerja setiap hari Senin? Begitu mereka mengomel. Syukur-syukur AC cukup dingin di commuter line yang saya tumpangi, coba kalau ACnya juga trouble? Wah bakalan makin banyak cacian yang keluar dari penumpang.
Setelah krl yang bernomor 441 bisa dijalankan dari stasiun Citayam, bukan berarti penderitaan penumpang sudah berakhir. Ternyata keadaan lebih parah lagi. Krl tersebut akhirnya harus benar-benar mati di antara stasiun Citayam - Depok. Pintu dibuka, penumpangnya ada yang masih setia duduk di dalamnya dan ada juga yang sudah turun dan mencari transportasi alternatif lainnya. Karena krl tersebut mati di antara Staisun Citayam-Depok, maka rel yang mengarah ke Jakarta tidak dapat digunakan. Alhasil, krl yang dari Bogor maupun Jakarta harus bergantian menggunakan rel yang di sebelahnya.
Bukan saja waktu tempuh yang semakin lama, tetapi kepadatan penumpang pun menjadi sangat-sangat padat. Gerbong yang sudah tidak muat lagi, tetap dipaksa untuk dinaiki. Sampai-sampai ada commuter line yang pintunya sudah tidak bisa ditutup. Padahal ini sangat terlarang pada hari-hari biasa. Dan penumpang pun bertumpuk di stasiun-stasiun seperti Citayam, Depok, Depok Baru sedangkan Stasiun UI saya tidak tahu karena harus sudah turun di stasiun Depok Baru dan itupun harus dengan kekuatan tenaga untuk mendorong penumpang yang menumpuk di pintu kereta.
Dan, saya pun sampai di kantor setelah telat selama hampir satu jam lebih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H