Mohon tunggu...
Daniel Setiawan
Daniel Setiawan Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang karyawan swasta

Segala Sesuatu Ada Masanya, Ikhlas dalam Menjalaninya disertai dengan Pengucapan Syukur.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

'Dokter Gila' Pengabdi Negeri

8 Maret 2014   14:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:08 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13950288601182396167

Pengabdian yang tidak berorientasi pada perolehan materi kini merupakan barang yang langka. Ketika profesi dokter mendapat cibiran sebagai ladang pengerukan kekayaan, dan ketika anggapan rakyat miskin dilarang sakit mencuat diobrolan kaki lima, maka ketika mendengar ada dokter yang mengabdikan hidupnya untuk kesehatan masyarakat terpinggirkan, kita terhentak. Kita menitikkan air mata.

Pengabdian seorang dokter yang melayani masyarakat di pelosok negeri diangkat oleh Andy F. Noya dalam acaranya Kick Andy yang ditayangkan Metro Tv tadi malam (07/03/14), membuat kita merasa terharu karena dari sekian ribu dokter yang dicibir hanya  mementingkan materi masih ada satu dokter yang melayani masyarakat tanpa pamrih.

Iya, dia adalah dokter Lie A. Dharmawan, seorang dokter yang berusia sekitar 70 tahun mendirikan Rumah Sakit Apung (RSA) untuk melayani masyarakat yang tidak terjangkau oleh layanan medis. Jangan membayangkan bahwa Rumah Sakit Apung adalah sebuah kapal mewah layaknya rumah sakit apung punya Amerika Serikat. Rumah Sakit Apung milik dr. Lie hanyalah sebuah kapal sederhana yang terbuat dari kayu, yang di dalamnya disekat-sekat menjadi bilik-bilik yang diperuntukkan untuk merawat pasien-pasien inap ataupun pasien-pasien pasca operasi. Sehingga dr. Lie dianggap sebagai dokter gila, karena keberaniannya menggunakan kapal kayu mengarungi pelosok negeri ini untuk membantu saudara-saudara kita yang kurang mampu tetapi memerlukan pelayanan kesehatan segera.

Dalam perjalanannya dengan Rumah Sakit Apung, dr. Lie telah melakukan sebanyak 60 kali operasi mayor dan 117 kali bedah minor dan telah merawat 1.630 pasien umum. Dengan catatan bahwa apa yang telah dilakukan oleh dr. Lie dan teamnya, tidak mendapat bayaran.

Latar belakang dr. Lie A. Dharmawan yang berasal dari keluarga kurang mampu, anak ke-4 dari 7 bersaudara ini telah ditinggal almarhum ayahnya pada usia 10 tahun. Dengan keluarga besar, serta ditinggal tulang punggung keluarga membuat ibu dari dr. Lie harus berusaha menghidupi keluarganya dengan melakukan pekerjaan apa saja, sampai-sampai mendapatkan upah cuci pun dilakukan oleh ibu dr. Lie. Untuk mencapai cita-cita menjadi dokter, tidaklah mudah bagi seorang Lie yang berasal dari keluarga kurang mampu. Bahkan ketika dia mengutarakan keinginannya untuk menjadi seorang dokter, dr. Lie sempat ditertawakan. Bagaimana mungkin seorang anak miskin dapat menjadi seorang dokter? Karena semua orang tahu bahwa menjadi seorang dokter harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Tetapi kemiskinan bukanlah halangan bagi seorang dr. Lie, setelah ditolak untuk kuliah di beberapa perguruan tinggi, akhirnya dr. Lie mendapatkan tawaran untuk sekolah dokter di Jerman. Walaupun gratis, tetapi untuk berangkat ke sana tidaklah mudah. Dr. Lie harus menabung bersama saudaranya agar dapat berangkat ke sana.

Karena sangat cintanya dengan tanah air, walaupun dia bisa mendapatkan fasilitas dan pekerjaan yang menjanjikan harta berlimpah di Jerman. Dr. Lie tetap pulang ke Indonesia, setelah menetap selama 18 tahun di Jerman.

Mengapa dokter-dokter yang mengabdikan dirinya tanpa memikirkan materi cenderung berlatar belakang kurang mampu? Selain dr. Lie kita juga bisa melihat pengabdian dr. Lo Siaw Ging di Solo, juga berlatar belakang kurang mampu. Dan saya melihat bahwa dokter-dokter yang berlatar belakang demikian cenderung lebih mengerti tentang kehidupan bermasyarakat. Dengan biaya pendidikan dokter yang begitu besar sekarang ini, menyebabkan para dokter berpikir bagaimana caranya mengembalikan biaya-biaya yang telah dia keluarkan selama menempuh pendidikan menjadi seorang dokter. Dengan melihat hal demikian, apakah masih layak pemerintah membebankan biaya pendidikan yang begitu tinggi kepada calon-calon dokter?

Indonesia sekarang ini masih memerlukan banyak sekali dokter-dokter seperti dr; Lie maupun dr. Lo yang lebih mementingkan melayani masyakarat kurang mampu daripada mengumpulkan harta kekayaan dari profesi mereka.

"Kalau kamu jadi dokter, jangan memeras orang kecil" itulah pesan yang disampaikan oleh ibunda dr. Lie. "Mereka bisa membayar kamu, tetapi ketika sampai di rumah mereka akan menangis, karena mereka tidak mampu lagi untuk membeli beras"

Semoga dr. Lie bisa menginspirasi dokter-dokter muda Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun