"The marvels of technological advance are not always risk-free. Such risks and perceived risks often create new issues and disputes to which the legal system must respond." Gregory N. Mandel, History Lessons for a General Theory of Law and Technology, Minnesota Journal of Law in Science and Technology, Vol. 8:2, 2007
Argumentatum ad populum
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memastikan pemerintah tetap mempertahankan Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pemerintah beralasan tak dicabutnya UU ITE bertujuan untuk mengantisipasi pelanggaran di dunia digital. "UU ITE masih sangat diperlukan untuk mengantisipasi dan menghukumi. Bukan menghukum ya, menghukumi, dunia digital. Masih sangat dibutuhkan.Â
Oleh sebab itu, tidak akan ada pencabutan UU ITE," ujar Mahfud dalam konferensi pers dikutip dari kanal Youtube Kemenko Polhukam, Kamis (29/4/2021). Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut seluruh dunia saat ini sedang berupaya menciptakan produk hukum untuk mengantisipasi kejahatan di dunia digital. Karena Indonesia sudah lama memiliki UU ITE, pemerintah otomatis tetap mempertahankan produk hukum tersebut.Â
Argumentasi konstruksi legislasi Menko Polhukam Mahfud MD sejalan dengan kondisi logis dari pandemi COVID-19 yang  telah membentuk peradaban normalitas baru dengan karakter personal, proporsional, dan virtual.  Kemudahan dan kenyamanan dalam personalisasi atas aplikasi membuatnya menjadi pandemi digital di masyarakat.Â
Klaus Schwab yang juga pendiri World Economic Forum (WEF) mempercayai bahwa Revolusi Industri 4.0 dibangun di  "cyber-physical systems" dengan tanpa batasan fisikal, digital dan biologikal.  Kita dihadapkan tantangan etika baru dan perlunya penyesuaian norma legislasi dan regulasi eksisting digital terhadap adaptasi kebiasaan baru. Â
Kebijakan dan legislasi eksisting perlu diartikulasi ulang dengan eksistensi pemanfaatan teknologi digital di Indonesia melalui yurisdiksi virtual. Para penyedia aplikasi digital melakukan kegiatan pengumpulan data (data collecting); penelisikan data (data crawling); dan analisis perilaku interaksi data (data behavior analyzing) dari publik Indonesia. Data pribadi dari pengguna aplikasinya kemudian dimonetisasi menjadi keuntungan korporasi dan daya tarik bagi investor.Â
Presiden Joko Widodo dalam Pidato Kenegaraan di Gedung Parlemen pada tanggal 16 Agustus 2019, menegaskan bahwa Indonesia harus siap dalam menghadapi kolonialisme digital (Data as New Oil) dengan artikulasi yang sangat bernas bahwa "Data adalah jenis kekayaan baru bangsa kita, kini data lebih berharga dari minyak", karenanya menurut Presiden Jokowi bahwa Indonesia harus mewujudkan kedaulatan data (data sovereignty). Setiap hak warga negara harus dilindungi oleh legislasi dalam adaptasi kebiasaan baru sebagai amanat kedaulatan virtual. Â
Rakyat dan bangsa Indonesia dalam berjuang melewati Pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional menjadikan relevannya teknologi informasi. Presiden Joko Widodo kembali menegaskan dalam Pidato Sidang Tahunan MPR-RI, tanggal 14 Agustus 2020 bahwa "Semua platform teknologi harus mendukung transformasi kemajuan bangsa. Peran media-digital yang saat ini sangat besar, harus diarahkan untuk membangun nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan." Hal dimaksud memiliki artikulasi ideologikal bangsa sebagaimana dimuat dalam Sila Kedua dan Ketiga Pancasila.
Nilai-nilai kemanusiaan (humanity values) dalam Sila Kedua Pancasila yang berbunyi "Kemanusiaan yang adil dan beradab"Â memiliki makna bahwa seluruh manusia diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya selaku mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang sama derajatnya, sama hak dan kewajibannya, dan tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, dan golongan.Â