Di Indonesia, masa lalu merupakan kekayaan. Produk dari masa lalu yang diwariskan turun temurun salah satunya adalah budaya. Budaya adalah keseluruhan yang kompleks termasuk di dalamnya pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat dan segala kemampuan dan kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai bagian dari anggota masyarakat (Edward B. Taylor dalam Sumarto, 2019: 145). Manusia dan kebudayaan saling berhubungan.Â
Adanya manusia mengandalkan adanya budaya. Demikian pula sebaliknya, kebudayaan juga mengandalkan adanya manusia. Tanpa kebudayaan, perilaku dan hidup manusia tidak berbeda dengan hewan. Karena manusia diberikan akal serta pikiran dan dilahirkan untuk merelealisasikan makhluk yang bermartabat luhur, bukan untuk menjadi setaraf hewan. Oleh karena itulah, manusia tidak dapat hidup tanpa adanya budaya. Demi perwujudan diri inilah manusia harus membuat suatu yang khas, yaitu kebudayaan; suatu dunia yang di dalamnya ditandai dengan dinamika kebebasan serta kreativitas.
Dalam kebudayaan memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan. Menurut (Malinowski, 1944 dalam Yuliati, 2007: 1) terdapat tujuh unsur budaya, yaitu: (1) bahasa, (2) teknologi, (3) sistem mata pencarian hidup atau ekonomi, (4) organisasi sosial, (5) sistem pengetahuan, (6) religi, dan (7) kesenian. Dari ketujuh unsur-unsur budaya di atas, penulis akan memfokuskan tentang bahasa sebagai unsur budaya. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Indonesia adalah negara kepulauan yang di dalamnya ada banyak suku dan bahasanya. Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Indonesia memiliki 718 bahasa daerah. Salah satu yang terbanyak adalah bahasa Jawa, karena terdapat 84.300.000 jiwa penutur. Untuk menambahkan jumlah penutur bahasa Jawa perlu dilakukan aksi untuk melestarikan bahasa Jawa agar keberadaannya tidak punah.
Karena saat ini penulis sedang tinggal di kota Yogyakarta, yang mayoritas penduduknya menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi, menjadi tantangan bagi penulis ketika berkomunikasi karena latar belakang penulis bukan berasal dari lingkungan yang berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa. Menjadi hal yang menyenangkan bagi penulis karena ini pertama kalinya belajar bahasa Jawa yang dibantu oleh teman-teman penulis dan mereka tidak menghakimi penulis ketika salah.
Sebelumnya terasa menyenangkan, hingga pandemi COVID-19 datang, penulis menjadi kesulitan dalam belajar bahasa Jawa karena segala bentuk aktivitas tak lagi dilakukan secara tatap muka langsung melainkan dialihkan menjadi bentuk daring. Untungnya, ada komunitas yang turut dalam melestarikan bahasa Jawa yaitu Komunitas Wikipedia Bahasa Jawa sehingga penulis mendapatkan cara alternatif dalam belajar bahasa Jawa.
Komunitas Wikipedia Bahasa Jawa adalah komunitas yang membuat atau menyunting artikel dalam bahasa Jawa yang berguna menyebarkan informasi seperti Budaya, Ilmu, Filsafat, Geografi, Jawa, Sejarah, Sosiologi, Seni, Tokoh, dan Wayang dalam bahasa Jawa. Komunitas ini beranggotakan 42.827 orang dengan 96 anggota aktif dan 8 orang pengurus. Hingga tulisan ini dibuat tercatat sudah 62.508 artikel Wikipedia dalam bahasa Jawa. Dari data di atas terlihat bahwa adanya antusiasme dari masyarakat yang ikut melestarikan budaya dan bahasa Jawa.
Komunitas Wikipedia Bahasa Jawa didirikan pada tanggal 8 Maret 2004. Iya benar, tanggal 8 Maret 2021 kemarin usia Komunitas Wikipedia Bahasa Jawa bertambah, menjadikan Komunitas ini berdiri sudah 17 Tahun, Selamat Ulang Tahun! Komunitas ini tak hanya berfokus pada pembuatan artikel di Wikipedia saja, namun komunitas ini juga aktif di beberapa platform media sosial yang lain seperti Facebook (web.facebook.com/jvwiki) , Instagram (www.instagram.com/jvwiki/), dan Twitter (twitter.com/jvwikipedia). Di media sosial ini ada informasi-informasi dan konten seputar kebudayaan Jawa dalam bahasa Jawa.