Mohon tunggu...
Thording Sitohang
Thording Sitohang Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Kriminologi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Solusi untuk Menyatakan Pernyataan Megawati

29 Januari 2018   21:24 Diperbarui: 29 Januari 2018   21:33 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu Megawati mengucapkan sebuah permintaan yang sangat bisa direalisasikan oleh masyarakat. 27 Januari 2018, Ibu Megawati mengucapkan sebuah permintaan pada kaum milenial untuk bisa membangkitkan budaya wayang melalui sosial media. Permohonan tersebut bukanlah permohonan yang susah untuk dipenuhi. Hanya saja, apakah ada kaum milenial yang mau menyisihkan waktu untuk itu? Tentu saja ada. Mungkin motivasi pelestariannya berbeda namun, tujuannya sama.

Wayang kulit pada dasarnya merupakan kesenian asli Idonesia sebelum adanya "animasi" di televisi. Platformyang menjadi bungkusan bagi wayang kulit dahulunya adalah panggung. Namun, di era milenial platformkesenian terbagi menjadi dua: virtual dan nyata. Akses terdahap duna virtual sangatlah mudah dikarenan keberadaan smartphone.Semua manusia yang memegang smartphone dapat mengembalikan kepopularitas-an wayang kulit.

Wayang kulit dapat ditayangkan di atas panggung dan performa di atas panggung tersebut direkam dan kemudian disebar luaskan melalui platform online seperti YouTube,Instagram, SnapChat, dan platform lainnya. Performa panggung yang dimaksud ini bukanlah performa panggung besar dengan pendanaan produksi yang besar-besaran melaikan, panggung kecil. Panggung kecil ini dapat berupa sebuah GOR yang di sewa, atau gedung serba guna milik sekolah, bahkan teras rumah. Semua tergantung pada kualitas produksi seni yang maksimal. Tidak perlu mahal namun, maksimal.

Cerita yang diceritakan wayang kulit nyatanya dapat berubah. Wayang kulit telah ada di dalam budaya masyarakat Jawa sebelum para Sunan mengintrasikannya dengan ajaran Islam. Ketika para Sunan berintegrasi dengan seni wayang kulit, nilai Islam menjadi bagian dari cerita wayang kulit dan cerita itu bertahan sampai sekarang. Namun, di era baru ini cerita itu masih bisa berkembang lagi, berakulturasi kembali untuk membentuk cerita-cerita baru yang masih memiliki flair budaya Indonesia. Sebuah kombinasi dari budaya Jawa, Islam, dan cerita-cerita zaman milenial.

Semuanya kembali kepada proses menyatakan solusi. YouTubebisa menjadi platformperfilman indie,Instagrammenjadi platform bagi fotografi,  dan masih ada ruang juga bagi seni wayang kulit. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun