"When you stop reading, you stop growing"
Pernyataan tersebut terpampang cukup besar dalam ruang perpustakaan, sehingga siapapun pasti akan membacanya.
Bukan suatu kebetulan, jika tulisan tersebut dipasang di ruang perpustakaan, karena memang fungsi ruang tersebut adalah untuk membaca.
Tulisan ini bukan mengulas tentang perpustakaan, tetapi justru makna kalimat tersebut menjadi refleksi tersendiri bagi penulis.
Ketika kita berhenti membaca, maka kita akan berhenti bertumbuh, apa iya akan seperti itu?
Memangnya kalau tidak membaca, kita tidak akan sukses dan bertumbuh? Bukankah banyak orang juga tidak suka baca, tapi tetap sukses? Ibarat sebuah benih ketika ditanam maka butuh proses untuk kemudian bertumbuh, berkembang lalu berbuah.
Demikian pula ketika kita membaca buku, maka tentu tidak akan langsung menjadi sukses saat itu bukan? Bahkan sekalipun yang kita baca ialah buku tentang pengembangan diri atau kesuksesan.
Kembali kepada judul yang penulis utarakan di atas, apakah membaca itu sebuah kebutuhan atau hanya keinginan?
Keinginan biasanya dikaitkan dengan hobi seseorang. Hobi saya membaca, maka saya juga akan membeli buku dan membacanya.
Lalu apakah membaca hanya sebatas keinginan saja bagi mereka yang memiliki hobi membaca? Pertanyaan lanjutan yang akan muncul ialah berarti membaca bukan sebuah kebutuhan, karena hobi saya tidak membaca?
Sebenarnya kedua hal ini saling berkaitan dan melengkapi, meski mungkin ada orang yang mengatakan keduanya berbeda.
Suka atau tidak, membaca itu merupakan kegiatan yang setiap orang akan lakukan, meski hanya membaca informasi ataupun berita di koran cetak maupun digital.
Hal ini karena setiap orang tidak ingin ketinggalan informasi apa yang sedang terjadi, dan membaca menjadi salah satu hal untuk mendapatkan informasi tersebut.
Memang kita bisa melihat atau menonton informasi melalui media sosial, akan tetapi dengan membaca sebenarnya kita tidak hanya belajar untuk memahami tetapi juga menganalisisnya.
Ketika seseorang membaca buku, baik itu cetak maupun digital, maka sebenarnya dia sedang mencerna bacaan, kemudian memahami bahkan mungkin juga memvisualisasikan dalam pikirannya.
Sebagai contoh ketika penulis membaca buku novel dan membayangkan situasi dalam novel tersebut, ternyata bisa jadi imajinasi itu berbeda jika misalnya novel tersebut dijadikan film.
Walau buku novel yang dibaca sama, akan tetapi imajinasi yang muncul bisa sangat berbeda karena bergantung pada subyektivitas masing-masing pribadi.
Hal inilah yang menurut penulis membuat membaca itu menyenangkan dan pada akhirnya menjadi sebuah kebutuhan, karena tertarik dengan kisah lainnya.
Membaca itu jangan menjadi paksaan, karena jika itu yang dilakukan maka bisa jadi antiklimaks yang membuat kegiatan membaca jangankan kebutuhan tetapi hanya sebuah kewajiban.
Meski demikian, tentu bukan berarti dibebaskan sepenuhnya, apalagi dengan perkembangan gadget saat ini, tentu harus ada strategi khusus yang membuat anak-anak tanpa sadar mereka sebenarnya juga sedang "dipaksa" membaca tapi secara halus.
Mengajak anak lebih sering ke perpustakaan atau juga ke toko buku dan memberikan kebebasan mereka memilih bacaan sesuai dengan kesukaannya, dapat menjadi suatu alternatif solusi.
Seperti kata pepatah bahwa membaca itu jendela membuka dunia, oleh karena itu membacalah supaya kamu bertumbuh dan berkembang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H