Jika kita bertanya kepada seseorang, mengapa dia berinvestasi, pasti jawabannya ingin mendapat keuntungan.Â
Tentu ini jawaban yang logis, karena siapa juga orang ketika berinvestasi mengharapkan kerugian?
Lalu kalau sepakat bahwa investasi itu untuk mendapat keuntungan, kenapa judulnya malah seolah-olah investasi itu juga harus rugi? Sabar...sabar...mungkin yang perlu para pembaca budiman lanjutkan ialah membaca tulisan ini sampai akhir dengan kepala dingin (tentu tidak harus dikompres dengan es batu).
Instrumen investasi saat ini tentu cukup beragam, di antaranya ialah properti, reksa dana, emas, surat berharga, deposito, saham, maupun instrumen investasi lainnya.Â
Tentu pilihan apapun itu harus disesuaikan dengan karakteristik dan profil risiko bagi si investor itu sendiri.
Sebagai contoh, jika kita merupakan orang yang agresif dan berani ambil risiko, mungkin berinvestasi pada reksa dana atau bahkan saham tentu akan dipilih.Â
Meski demikian, bukan berarti orang yang tidak agresif tidak akan berinvestasi di saham, karena pada akhirnya hal tersebut merupakan pilihan tiap orang.
Jika kita sudah mulai mengenal instrumen investasi, maka ada baiknya kita juga melangkah pada tindakan berikutnya yaitu melakukan investasi itu sendiri.Â
Hal ini jauh lebih penting dan utama yaitu bertindak melakukan dibandingkan hanya banyak membaca literasi atau buku tentang investasi tapi kita sendiri akhirnya tidak berinvestasi.
Jika diilustrasikan, seperti saat seseorang belajar teori tentang investasi dan dapat menjelaskan dengan fasih berbagai kondisi ekonomi, ataupun chart candle stik tapi dia sendiri tidak terjun atau ikut berinvestasi. Kemudian dia memberikan masukan dan nasihat berbekal banyak teori itu kepada seorang investor yang mungkin tidak belajar sebanyak dirinya namun memiliki pengalaman langsung berinvestasi secara otodidak. Kira-kira mana yang Anda pilih?
Kembali kepada judul yang ada di atas, tentu maksud penulis adalah jika kita berinvestasi maka tidak hanya siap untung tapi juga siap rugi.Â
Hal ini karena namanya investasi tentu membutuhkan modal, dan ini bukan hanya bicara soal uang atau materi saja, tetapi juga waktu, pikiran maupun tenaga.
Investasi itu layaknya menanam sebuah benih pohon, yang tentu tidak akan langsung tumbuh dalam satu malam. Butuh proses mingguan, bulanan atau bahkan bisa tahunan untuk investasi kita itu makin bertumbuh dan kemudian menghasilkan buah yang menguntungkan.
Untuk awalnya, mungkin kita akan "rugi" karena harus menanam, membeli pupuk (modal materi), menyiram (modal tenaga) dan sabar menunggu (modal waktu). Apalagi jika sudah beberapa waktu, ternyata benih tersebut tidak tumbuh sesuai yang diharapkan karena terkena gangguan hama, misalnya tentu ini akan membuat jengkel kita karena merasa rugi materi, tenaga dan juga waktu.
Itulah yang menjadi alasan penulis mengungkapkan bahwa jika berinvestasi, jangan hanya menginginkan mendapat keuntungan saja tetapi tidak mau untuk merasakan kerugiannya.Â
Justru ketika kita mendapat kerugian di awal, maka sebenarnya itu adalah proses yang baik karena itu melatih mental kita untuk dipersiapkan menjadi seorang investor yang hebat.
Penulis sendiri masih belajar untuk berinvestasi dan sudah mulai melakukannya sejak beberapa tahun terakhir. Apakah sudah menghasilkan keuntungan? Tentu saja pernah untung dan juga pernah mengalami kerugian, apalagi penulis belajar investasi hanya secara otodidak.
Meski demikian, ketika penulis mengalami banyak kerugian di awal-awal melakukan investasi, bukan berarti membuat penulis berhenti dan kapok, tetapi justru sebaliknnya.Â
Penulis kemudian membeli buku-buku yang berkaitan dengan investasi yang penulis sedang lakukan, membaca dan juga menonton video tentang cara berinvestasi maupun hal-hal lainnya.
Tentu saja itu semua membutuhkan biaya, entah itu kuota ataupun ketika penulis terjun langsung mempraktekkan tetapi malah rugi karena penulis memang baru mencoba.Â
Hal itu membuat penulis mengevaluasi diri, hingga kemudian mengeluarkan dana untuk belajar makin mendalami.
Dari hal ini penulis mengambil suatu pelajaran bahwa berinvestasi itu jangan hanya fokus mendapat keuntungan, tetapi sudahkah kita menyiapkan diri juga dengan situasi di kala kita mengalami kerugian?Â
4 November 2021
-dny-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H