Mohon tunggu...
Danny Prasetyo
Danny Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik ingin berbagi cerita

Menulis adalah buah karya dari sebuah ide

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dampak Kantong Plastik Berbayar

28 Februari 2016   20:55 Diperbarui: 28 Februari 2016   21:42 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore tadi saya pergi ke sebuah pasar swalayan yang cukup banyak memiliki cabang di beberapa tempat di Indonesia untuk membeli beberapa barang. Ada hal menarik yang saya perhatikan saat menunggu istri antri membayar di kasir yaitu ternyata hampir sebagian besar pembeli sudah membawa tempat kantong sendiri dari rumah.

Meski ada 1-2 pembeli yang tetap mau membayar plastik karena tidak membawa kantong sendiri, akan tetapi ternyata dampak penetapan plastik berbayar cukup efektif bagi mereka yang berbelanja di pasar swalayan. Sebelum adanya kebijakan ini, kami sudah melakukannya sejak beberapa tahun terakhir, meski belum secara konsisten karena terkadang kami juga membutuhkan plastik, akan tetapi tetap berusaha untuk meminimalisir penggunaannya. Ketika awal kami melakukan hal ini,

ada beberapa pembeli yang memperhatikan kami dengan pandangan mata yang menatap aneh, karena seakan-akan kami melakukan hal yang tidak wajar, yaitu membawa kantong sendiri, padahal sudah disiapkan plastik dari swalayan tempat kami berbelanja. Itu adalah pandangan beberapa tahun, bahkan hingga beberapa minggu sebelum munculnya isu kantong plastik berbayar, yang akhirnya sekarang diterapkan menjadi suatu kebijakan.

Hal menarik lainnya ialah di swalayan yang sama tempat saya kunjungi sebelum adanya wacana kantong plastik berbayar, jika kami menggunakan kantong sendiri, maka kami mendapat potongan sebagai bentuk apresiasi karena sudah mensukseskan gerakan pengurangan penggunaan kantong plastik. Menariknya ialah jika dahulu mendapat diskon atau potongan, saat ini adalah jika menggunakan harus membayar dan ternyata kebijakan membayar ini lebih efektif.

Sebagai contoh, jika dahulu kami belanja di swalayan ini kami mendapat potongan Rp 200,- karena membawa kantong sendiri, dan ternyata kebijakan ini tidak berjalan efektif, karena tetap saja masih banyak orang yang tidak mau membawa kantong sendiri. Namun ketika kebijakan kantong berbayar diterapkan dengan harga yang sama yaitu Rp 200,- maka justru kebijakan tersebut langsung berjalan efektif dan sebagian pembeli justru membawa kantong sendiri dari rumah. Sebagai ilustrasi, jika sebelumnya belanja Rp 20.000,- mendapat potongan Rp 200,- menjadi Rp 19.800,- tidak efektif, akan tetapi ketika sekarang belanja Rp 20.000,- justru harus membayar Rp 20.200,- maka kebijakan ini berjalan lebih efektif.

Menjadi sebuah pertanyaan, sebenarnya perilaku masyarakat kita cukup unik yaitu ketika diberi untung tidak taat, tetapi justru ketika diancam dengan denda maka menjadi taat (termasuk perilaku penulis juga mungkin).

28 Februari 2016

Danny Prasetyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun