Mohon tunggu...
Danny Prasetyo
Danny Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik ingin berbagi cerita

Menulis adalah buah karya dari sebuah ide

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tolak Penurunan Harga BBM!

27 Desember 2015   16:39 Diperbarui: 27 Desember 2015   19:27 1713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - Andre (37), warga Jalan Halmahera, Kelurahan Sumbersari, Kecamatan Sumbersari, Jember Jawa Timur, menggelar aksi tunggal, menolak kebijakan turunnya harga BBM, Jumat (16/1/2015). (KOMPAS.com/ Ahmad Winarno)

Judul tesebut pasti terkesan provokatif dan mungkin sebagian besar kompasianer mungkin kontra, akan tetapi bukankah setiap pendapat dihargai di negara demokrasi ini? Mari silahkan dicermati terlebih dahulu alasannya dengan kepala dingin dan tidak terburu-buru menghakimi pendapat seseorang, bukankah jika ingin pendapat kita dihargai, belajarlah terlebih dahulu menghargai pendapat orang lain. Awal tahun 2016 nanti, pemerintah memberikan kado buat masyarakat yaitu adanya penurunan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) untuk premium yang sebelumnya Rp 7.400/liter menjadi Rp 7.150/liter serta untuk jenis solar dari sebelumnya Rp 6.700 menjadi Rp 5.950/liter.

Hal ini memang lebih disebabkan adanya penurunan harga minyak dunia yang semakin tajam hingga menyentuh angka 34 dollar AS/barel, hal ini tentu saja menyebabkan pemerintah bukan lagi mensubsidi tapi justru mendapatkan subsidi dari rakyat karena harga keekonomisan untuk premium menurut hitungan pemerintah ialah Rp 6950/liter dan solar Rp 5650/liter. Menjadi menarik jika mencermati selisih dana yang dipungut dari pemerintah tersebut akan digunakan untuk dana ketahanan energi demi pengembangan sumber energi terbarukan maupun hal lainnya.

Apapun rencana pemerintah sebenarnya bukan menjadi persoalan manakala pengelolaan selisih tersebut memang untuk sesuatu hal yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Menjadi persoalan ialah hingga kini pemerintah belum memberikan ruang terbuka khususnya melalui pertamina, apakah penjualan BBM maupun varian jenis baru seperti Pertalite tersebut membawa keuntungan atau tidak ? Selain itu, pemerintah juga masih setengah hati menjalankan peralihan penggunaan BBM dari jenis premium dan solar kepada gas alam cair. 

Suatu kali saat melewati salah satu SPBU yang kelihatannya cukup ramai dikunjungi di kota kami, mereka menjual bahan bakar gas yang dikenal dengan sebutan Vigas. Sebenarnya harga gas ini cukup murah, yaitu sekitar Rp 5.500/liter, akan tetapi hingga setiap saya isi bahan bakar, jarang sekali yang antri di varian tersebut, meski harga lebih murah.

Salah satu kendalanya ialah mungkin harus mengganti atau menambah alat seperti converter kit dan sejenisnya. Bukankah lebih baik dibanding menurunkan harga BBM, lebih baik pemerintah memberikan kado yang lebih bermanfaat untuk jangka panjang yaitu menurunkan harga jual converter kit baik itu untuk sepeda motor ataupun mobil sehingga dapat terjangkau, karena kisaran harga alatnya untuk mobil saja menyentuh jutaan bahkan belasan juta rupiah. 

Harga BBM tidak perlu diturunkan, tetapi pemerintah tetap memberitahu seberapa besar selisih per liter yang didapat dan digunakan untuk membeli alat converter kit tersebut yang nantinya digunakan untuk dipasang pada angkutan-angkutan umum yang ada misalnya transjakarta atau sejenisnya yang sekarang sudah mulai banyak berkembang di daerah-daerah dengan nama BRT, Trans Jogja, dan sejenisnya. Dengan memberikan converter secara gratis atau jika tidak bisa ya dengan harga murah, maka membuat pemakaian premium dapat diganti menjadi gas dan otomatis maka perusahaan angkutan tersebut akan terpangkas biaya transportasinya yang berimbas pada turunnya ongkos penumpang.

Bukankah ini yang namanya subsidi tepat sasaran dan adanya keberpihakan pemerintah pada masyarakat, karena tidak semua masyarakat memiliki atau menggunakan mobil ataupun motor, lalu mereka yang menggunakan angkutan umum apa dampaknya jika terjadi penurunan harga BBM, tetapi ongkos angkutan sama saja? Selain itu, tidak akan menjamin dalam beberapa bulan berikutnya harga minyak dunia akan terus turun, jika kemudian minyak dunia kembali bergerak naik, maka pemerintah akan kembali menaikkan (kembali) harga BBM, bukan ??

Oleh sebab itu, maka adalah lebih baik jika pemerintah tidak perlu menurunkan harga BBM, karena bukankah ketika harga BBM turun tidak menjamin harga kebutuhan pokok akan ikut turun dan cenderung tetap. Akan tetapi, jika kemudian harga BBM dinaikkan kembali, maka harga kebutuhan pokok juga ikutan naik, tentu saja hal ini menjadi tidak adil. Sebagai ilustrasi atau contoh ialah: misalkan harga beras Rp 8000/kg disaat harga premium masih Rp 7400/liter, lalu ketika harga premium diturunkan menjadi Rp 7150/liter, apakah harga beras akan turun pula menjadi misalnya Rp 7500/kg, biasanya tidak bahkan kadang cenderung tetap di angka Rp 8000/kg.

Jika misalnya minyak dunia kembali naik, lalu pemerintah ikut kembali menaikkan harga BBM premium menjadi kembali di angka Rp 7400/liter, harga beras tidak tetap tetapi justru ikut naik dan dapat menjadi Rp 8400-8500/kg. Bayagkan jika harga premium tidak diturunkan dan tetap di kisaran tersebut, maka ada kemungkinan walau minyak dunia naik, harga beras tetap di kisaran yang sama yaitu Rp 8.000/kg.

Perhitungan di atas adalah perhitungan ilustrasi dan bukan kondisi real yang terjadi, akan tetapi hanya ingin menggambarkan bahwa dampak menurunkan BBM, tetapi kemudian menaikkan kembali, seringkali tidak langsung berkorelasi dengan harga kebutuhan pokok yang ada di masyarakat.

Salam Kompasiana,

27 Desember 2015

Danny Prasetyo

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun