Mohon tunggu...
Danny Halim
Danny Halim Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta Prodi Ilmu Komunikasi

Always Learn Something New

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengulik Tradisi "Sembahyang Kubur" yang Penuh Haru di Tengah COVID-19

16 Desember 2020   21:06 Diperbarui: 18 Desember 2020   22:32 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Sembahyang Kubur

Dilansir dari TribunPontianak.co.id. (Melano, 2020) yang berjudul Kisah Warga Tionghua Singkawang Jalankan Tradisi Sembahyang Kubur di Tengah Wabah COVID-19, dapat dihubungkan pada salah satu konsep yang ada dalam komunikasi antar budaya, yaitu identitas dari suatu budaya. Sebelum menghubungkan dengan konsep, terlebih dahulu memaparkan definisi -- definisi konsep identitas budaya yang digunakan. Definisi dari identitas adalah sebuah konsep yang abstrak, kompleks, dan dinamis. Akibat dari abstrak dan kompleksnya sebuah identitas, biasanya identitas dilihat dari budaya seseorang atau kelompok dan disebut sebagai identitas budaya. Beranjak dari definisi identitas, menimbulkan adanya definisi identitas budaya yang menurut Klyukanov (Samovar, Porter, & McDaniel, 2014, h. 185) yaitu identitas budaya dapat ditemukan pada sebuah kelompok yang beranggotakan lebih dari satu orang dimana mereka menggunakan sistem simbol yang sama. Sedangkan menurut Ting-Toomey identitas budaya dilihat sebagai rasa kepemilikan individu atau sekelompok individu yang berkaitan dengan emosi manusia.

Dari kedua definisi di atas, dapat kita hubungkan dengan tradisi sembahyang kubur yang mana hanya dilakukan oleh masyarakat Tionghua tanpa terkecuali dan tidak dibatasi  letak geografisnya, dimana sistem simbolnya yaitu masyarakat Tionghua pergi ke makam leluhur, orang tua, dan keluarga mereka untuk memanjatkan doa, membersihkan makam, dan memberikan makan. Tidak hanya itu, tradisi sembahyang kubur ini dilakukan secara serentak oleh seluruh masyarakat Tionghua ketika festival Qingming dan pertengahan bulan 7 dalam kalender Tionghua. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa tradisi ini telah dilakukan secara turun menurun sehingga hingga saat ini tradisi sembayang kubur masih dilaksanakan oleh masyarakat Tionghua. 

Dengan kata lain, tradisi ini telah melekat pada masyarakat Tionghua Singkawang. Hal ini juga dapat dilihat dari isi berita tersebut yang menyatakan bahwa warga masyarakat Tionghua Singkawang jalankan tradisi sembahyang kubur di tengah wabah COVID-19 dimana secara tidak langsung menjelaskan bahwa tradisi ini tidak dapat ditinggalkan oleh masyarakat Tionghua Singkawang meskipun sedang di tengah wabah COVID-19. Kemudian, tentu terdapat hal-hal atau simbol yang mungkin telah berubah dalam tradisi tersebut seiring bergantinya zaman, tetapi tidak dicantumkan dalam berita tersebut. Hal ini mengacu atau sesuai dengan definisi identitas yang telah dijelaskan di atas dimana identitas bersifat dinamis. Alasan identitas bersifat dinamis adalah adanya perubahan dari zaman ke zaman sebagai akibat adanya globalisasi yang menyebabkan semakin meningkatnya sains atau ilmu pengetahuan sehingga terjadi perkembangan-perkembangan seluruh aspek kehidupan manusia.
Alhasil, kaitan antara identitas budaya dengan tradisi sembahyang kubur adalah tradisi sembahyang kubur merupakan salah satu identitas budaya dari masyarakat Tionghua di kota Singkawang.

Dalam komunikasi antar budaya, identitas dari suatu budaya sangat penting pada saat interaksi dengan orang lain dimana dapat diartikan sebagai identitas sosial. Pengertian dari identitas sosial (Samovar, Porter, & McDaniel, 2014, h. 185) adalah individu yang mewakili kelompok baik dari segi ras, etnisitas, pekerjaan, umur, dan kampung halaman. Identitas sosial diklasifikasikan menjadi beberapa jenis lagi, diantaranya identitas rasial, identitas etnis, identitas gender, identitas nasional, identitas regional, identitas organisasi, dan identitas pribadi. Apabila berita di atas dikaitkan dengan identitas sosial, maka tradisi sembahyang kubur termasuk ke dalam identitas etnis dan identitas regional. Alasannya dapat diketahui setelah menjabarkan definisi dari identitas etnis dan identitas regional. Identitas etnis (Samovar, Porter, & McDaniel, 2014, h. 189) merupakan identitas yang berasal dari warisan, sejarah, tradisi, nilai, kesamaan perilaku, asal daerah, dan bahasa yang sama. Tradisi sembahyang kubur merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Tionghua, sehingga adanya kesamaan perilaku dari masyarakat Tionghua. Selain itu, tradisi ini merupakan warisan dan sejarah dari leluhur masyarakat Tionghua sehingga masih diteruskan hingga saat ini. Oleh karena itu, dikatakan bahwa tradisi sembayang kubur merupakan identitas etnis. Kemudian, identitas regional (Samovar, Porter, & McDaniel, 2014, h. 191) adalah identitas yang acuannya pada batas-batas wilayah suatu kelompok atau komunitas. Seperti yang kita ketahui, Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau dan masyarakat yang beraneka ragam, sehingga terdapat identitas yang beragam pula. Selanjutnya, masyarakat Tionghua merupakan suatu kelompok yang tinggal di beberapa wilayah di Indonesia. Kaitannya dengan berita di atas adalah tradisi sembahyang kubur dilakukan oleh masyarakat Tionghua di kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat dan sanak keluarga atau saudara yang berada di luar kota, tentu akan pulang dan merayakan tradisi ini. Oleh karena itu, tradisi sembayang kubur yang dilakukan oleh masyarakat Tionghua di kota Singkawang merupakan identitas regional.

Dengan demikian, hasil analisis di atas menunjukkan bahwa tradisi sembahyang kubur merupakan salah satu identitas dari masyarakat Tionghua di kota Singkawang dimana identitasnya dapat dikategorikan sebagai identitas budaya dan identitas sosial yang berjeniskan identitas etnis dan identitas regional.

Beranjak dari hasil analisis, tradisi sembahyang kubur merupakan identitas budaya dan identitas sosial dari masyarakat Tionghua di Singkawang yang mana ditunjukkan dari cara mereka melakukan tradisi sembahyang kubur secara rutin setiap tahunnya, yaitu pada saat festival Qingming dan pertengahan bulan 7 dalam kalender Tionghua. Dari hal ini, masyarakat di Singkawang yang berasal dari kebudayaan lainnya akan mengetahui bahwa orang-orang yang melakukan sembahyang kubur pada saat festival Qingming dan pertengahan bulan 7 dalam kalender Tionghua adalah masyarakat Tionghua di kota Singkawang dan dugaan lainnya yakni masyarakat yang bukan berasal dari etnis Tionghua akan mengetahui bahwa masyarakat Tionghua di kota Singkawang dan di kota lainnya, setiap tahunnya akan ada tradisi sembahyang kubur. Kemudian, tidak menutup kemungkinan masyarakat Singkawang lainnya, tentu memiliki budaya yang serupa dengan tradisi sembahyang kubur dimana mereka berziarah ke makam keluarganya dengan tujuan memuaskan rasa rindunya kepada orang-orang yang telah pergi dari dunia dan membersihkan makamnya. Akan tetapi, terdapat perbedaan dengan tradisi sembahyang kubur berdasarkan pengalaman penulis yang mana perbedaannya adalah masyarakat yang bukan dari etnis Tionghua, tidak akan membawa makanan untuk disesajikan di sekitar makam karena sesuai dengan kepercayaan masing-masing dan mereka berbeda dengan tradisi masyarakat Tionghua yang mana memiliki acuan waktu untuk melakukan ziarah. Hal tersebut juga merupakan alasan dari sembahyang kubur menjadi identitas budaya dan identitas sosial bagi masyarakat Tionghua Singkawang dimana adanya unsur keunikan yang berbeda dengan budaya lainnya.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tradisi sembahyang kubur merupakan identitas budaya dan identitas sosial bagi masyarakat Tionghua Singkawang yang ditunjukkan dari keunikan tradisi tersebut. Selain itu, tradisi sembahyang kubur dapat digolongkan sangat kental dan erat dengan masyarakat Tionghua khususnya di kota Singkawang karena mereka tetap melakukan tradisi ini meskipun sedang berada di tengah wabah COVID-19 yang seharusnya tidak dilakukan di tahun ini yang mana dapat menciptakan klaster baru. Akan tetapi, masyarakat Tionghua di kota Singkawang mengantisipasi adanya pertumbuhan klaster baru dengan cara mengurangi partisipan atau anggota keluarga yang ikut melakukan sembahyang kubur.

Daftar Pustaka:
Melano, R. K. S. (2020). Kisah Warga Tionghua Singkawang Jalankan Tradisi Sembahyang Kubur di Tengah COVID-19. <https://pontianak.tribunnews.com/2020/03/23/kisah-warga-tionghoa-singkawang-jalankan-tradisi-sembahyang-kubur-di-tengah-wabah-covid-19>
Samovar, L. A., Porter, R. E., & MCDaniel, E. R. (2014). Komunikasi Lintas Budaya: Communication Between Cultures (ed. 7). Jakarta: Salemba Humanika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun