Pantai Ujung Genteng yang terletak di Sukabumi, Jawa Barat, menawarkan sisi eksotisme tersendiri bagi penduduk Jawa Barat. namun jangan ber-ekspektasi tinggi dahulu, karena keindahan ini hanya dapat dijumpai di beberapa titik yang memang tanpa 'penghuni'. Alangkah terkejutnya kami ketika melihat banyak tumpukan sampah yang meng-huni bibir pantai. mayoritas sampah berupa plastik dan kain yang tidak mudah ter-urai.
beberapa jam sebelum kami sampai.
kami bertolak dari bogor sekitar jam 7 pagi, saya dan 4 orang lainnya bertolak dari kampus kami STP BHI-BOGOR dengan mini bus dan diikuti beberapa teman kami yang menggunakan motor. ini adalah kali pertama kami mengunjungi ujung genteng, kecuali 3 teman kami yang pernah berlibur disana. perjalanan kami cukup mulus walaupun sering terhenti untuk sekedar beristirahat. karena beberapa dari kami adalah perempuan, kami-pun baru dapat melanjutkan perjalanan sesaat setelah stamina mereka kembali. Cuaca cukup mendukung, tidak ada hujan sama sekali selama perjalanan. Awan mendung yang biasa nya meng-hantui seakan malu dan terganti oleh matahari. Teriknya cuaca mungkin menjadi penyebab beberapa rekan kami kelelahan dan meminta untuk beristirahat di banyak kesempatan. Di sela istirahat, kami gunakan untuk sekedar minum atau makan makanan kecil di warung sekitar.
Sesampainya di ujung genteng,sekitar jam 7 malam kami langsung mencari penginapan. Memasuki wilayah ujung genteng-pun nampak sulit di lalui, mengingat pembangunan infrastruktur yang masih minim. Jalanan yang mayoritas masih dipenuhi batu kapur berukuran sedang dan besar menjadi tantangan sekaligus bahaya tersendiri. Namun kami langsung disuguhi pemandangan laut yang memanjakan mata. Segera setelah kami menemukan penginapan yang relatif lebih dekat dengan jalan besar, kami langsung beristirahat karena kelelahan. Pemilik penginapan nampak ramah dan berusaha untuk memberikan apa yang kami mau. Beliau mematok harga 300 ribu untuk satu malam, namun setelah nego patokan harga turun menjadi 500 ribu untuk 2 malam, walau 2 malam kami rasa masih belum cukup untuk menjelajahi seluruh kawasan tersebut.
Keesokan harinya kami dibangunkan oleh suara desiran ombak dan silaunya matahari pagi. Karena air sedang surut dan cuaca masih bersahabat, kami pun terpancing untuk menyusuri pantai yang tepat berada di depan pondok kami. Namun alangkah terkejutnya kami ketika melihat tumpukan sampah yang tepat berada d bibir pantai. Niat kami untuk menjelajah lebih jauh pun terhenti oleh aroma kurang sedap seonggok sampah rumah tangga. Rasa terkejut saya sampai pada fase klimaks saat saya melihat sendiri seorang ibu-ibu membuang segumpal sampah plastik tepat di depan saya. Sangat disayangkan bila tradisi barbar ini tetap dibiarkan, karena selain merusak ekosistem, bau dan wujudnya pun sangat tidak mengundang. Saya yakin dampak jangka panjang nya akan sangat mematikan bagi destinasi pariwisata ini. Dani-mahasiswa STP-BHI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H