Sejak masa kampanye, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno membangun narasi bahwa dirinya adalah antitesa dari gubernur sebelumnya, yaitu Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Ia memproklamirkan diri sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang akan berpihak pada masyarakat Jakarta. Â Khususnya pada golongan yang disebutnya sebagai pribumi, Islam dan kelas menengah-bawah.
Jargon populis tersebut terus diwacanakan dalam berbagai kebijakannya. Termasuk untuk menutupi berbagai kekurangan atas itu.
Hanya dalam waktu 100 hati kerja, banyak kebijakan Anies-Sandi yang justru didemo oleh masyarakat yang diklaim akan dibelanya. Misalnya, demo buruh pada November lalu, warga pinggir kali karena banjir melanda kembali, keluhan pedagang Pasar Abang karena penutupan Jalan Jatibaru, dan terakhir mogok sopit angkot.
Beberapa hal tersebut merupakan indikasi bahwa jargon keberpihakkan tersebut hanyalah isapan jempol. Bisa jadi jargon dan narasi itu hanyalah untuk menutupi ketidakmampuannya mengelola kota dan masyarakatnya.
Misalnya, soal penataan PKL di Pasar Tanah Abang. Dengan dalih berpihak pada PKL, Anies-Sandi mengambil kebijakan yang sembrono dengan menutup ruas Jalan Jatibaru.
Penutupan jalan tersebut pun menuai banyak protes dari berbagai pihak, baik dari Kementerian Perhubungan, pedagang blok G Pasar Tanah Abang, dan para sopit angkot. Terakhir, Dirlantas Polda Metro Jaya juga menyampaikan hal yang serupa.
Melalui surat rekomendasi yang ditujukan pada Pemprov DKI Jakarta, Dirlantas Polda Metro Jaya memprotes kebijakan penutupan Jalan Jatibaru. Intinya, mereka meminta agar Pemprov DKI Jakarta mengembalikan fungsi jalan seperti semula.
Hal itu karena menurut amatan mereka selama sebulan ini penutupan jalan tersebut menyebabkan kemacetan yang parah. Bahkan menurut penelitian itu, terdapat peningkatan kemacetan hingga 60 persen di kawasan Tanah Abang.
Anehnya, meski penutupan Jalan Jatibaru itu merupakan sebuah pelanggaran hukum, Anies-Sandi selalu mengangkat narasi keberpihakkan. Di sinilah kebijakan yang bersifat populis dimainkan untuk  menarik dukungan publik.
Mereka sengaja melanggar aturan, serta menjadikan pihak lain seperti kepolisian atau kementerian perhubungan sebagai pihak yang dibenturkan dengan masyarakat. Karena seolah mereka sedang diganggu oleh pihak yang membencinya.