Mohon tunggu...
Muhamad Hamdani Syamra
Muhamad Hamdani Syamra Mohon Tunggu... -

mahasiswa, guru freelance, penulis dan pemilik Mata Pena Group

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Parodi Bumi

2 September 2011   08:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:17 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ini sebuah cerita tentang seorang makhluk bernama Manusia yang menumpang tinggal di sebuah tempat bernama Bumi dan ia hidup bersama dengan Langit dan Matahari...
Langit memiliki sifat yang cengeng, dia gampang sekali menangis dan apabila si Langit menangis maka Manusia akan kesulitan.
Lalu Manusia juga hidup berdampingan dengan si Matahari memiliki watak pemarah yang selalu membawa hawa panas di antara mereka, apabila sang Matahari sudah mengamuk maka Manusia akan merasa sangat kepanasan tubuhnya.
Merasa sangat merana akhirnya si Manusia mengadu kepada Tuhan, yang memiliki Bumi.

"Wahai Tuhan, aku tidak sanggup untuk tinggal di tempat bernama Bumi yang kamu berikan." Manusia berkata kepada Tuhan.

Tuhan menjawab : "Kenapa kau tidak sangup untuk tinggal ditempat yang sudah kusediakan (Bumi)?"

"Aku tidak sanggup lagi menghadapi Langit dan Matahari. Aku tak kuasa lagi bila Langit terus menerus menangis dan aku akan mengalami masalah. Begitu juga dengan Matahari, dia selalu marah dan apabila dia sudah marah, dia akan membakar kulitku dan apa saja yang bisa terbakar.

"Baiklah kalau begitu aku akan menitipkan sebuah benda bernama Hutan dan Pepohonan untukmu, Aku akan tempatkan Hutan dan Pepohonan di dalam Bumi, mereka akan membantumu untuk menangani air mata yang selalu dicurahkan oleh Langit saat dia menangis, jadi kamu tidak akan mengalami kesulitan apabila Langit menangis. Begitu juga saat Matahari sedang marah dan mulai membakar Bumi, Hutan dan Pepohonan yang akan menyejukkan kamu dan Bumi, sehingga kamu bisa tenang hidup di dalam tempat yang aku berikan (Bumi)." Tuhan menjawab keluhan-keluhan Manusia
"Tapi ingat Manusia, jaga baik-baik Hutan dan Pepohonan yang aku titipkan. Kamu yang akan menentukan apakah Hutan dan Pepohonan itu aka tetap ada atau tidak. Ingat juga, kamu akan kembali menghadapi masalah apabila Hutan dan Pepohonan itu hilang." Tuhan mencoba mengingatkan Manusia.

Setelah di berikan Hutan dan Pepohonan untuk menangkal efek buruk dari Langit dan Matahari, Manusia bisa hidup tenang dan mulai mendekorasi Bumi dengan membangun apartemen-apartemen yang bagus bentuk dan corak nya didalam Bumi, Manusia menambahkan mall-mall yang mewah serta membuat tempat hiburan dan benda-benda lainnya dalam tempat tinggalnya di Bumi.

Namun seiring berjalannya waktu, manusia telah terlena oleh kenyaman yang diberikan oleh Tuhan dan Manusia mulai merasa bahwa tempat tinggal yang diberikan oleh Tuhan terasa kecil. Lalu Manusia mulai merasa bahwa jumlah Hutan dan Pepohonan yang dititipkan oleh Tuhan terlalu banyak sehingga mengurangi ruang Bumi, maka Manusia mulai mengurangi jumlah Hutan dan Pepohonan di dalam Bumi.

Semakin lama jumlah Hutan dan Pepohonan semakin berkurang dari Bumi. Namun Manusia seakan lupa bahwa Langit masih terus menangis sama seperti dulu dan Matahri masih suka membakar.

Lama kelamaan Hutan dan Pepohonan yang dititipkan Tuhan semakin berkurang jumlahnya, lalu Manusia mulai mengalami kesulitan lagi dalam menghadapi tangisan Langit dan Matahari yang memancarkan amarah.

Langit terus menangisi Bumi tempat Manusia tinggal dan membuat genangan di Bumi dan Matahari membakar Manusia yang tinggal di Bumi, setelah sekian lama Manusia diberikan kenyamanan untuk tinggal di Bumi dengan dititipi benda oleh Tuhan berupa Hutan dan Pepohonan. Manusia yang memiliki sifat tamak dan serakah pun menghilangkan Hutan dan Pepohonan satu per satu sampai hampir tidak tersisa lagi.

Karena Hutan dan Pepohonan mulai menghilang, Manusia mulai bingung menghadapi Langit dan Matahari. Akhirnya Manusia mulai sadar dan berteriak kepada Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun