Sektor moneter memiliki peranan yang penting dalam memajukan perekonomian suatu negara. Industri keuangan memiliki peran fundamental dalam sektor moneter. Peran industri keuangan diantaranya adalah memberikan akses, jasa dan layanan keuangan kepada masyarakat berupa layanan penyimpanan uang seperti tabungan dan deposito berjangka, layanan kredit atau pembiayaan serta jasa atau layanan keuangan lainnya.Â
Pada dasarnya, tugas utama dari industri keuangan pada suatu negara adalah menghimpun dana dari masyarakat yang kemudian disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau pembiayaan. Industri keuangan menggerakan aktivitas ekonomi melalui pembiayaan atau penyaluran dana baik sektor produksi maupun sektor investasi.
Industri keuangan syariah memiliki trend positif dalam kurun beberapa tahun terakhir. Hal tersebut diawali dengan diterbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 64/POJK.03/2016 tentang perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi bank syari'ah pada pasal 2 (1) yang berbunyi "Bank Konvensional dapat melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah".
Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, tantangan bagi perbankan syariah adalah menyelaraskan peningkatan kuantitas bank syariah dengan kualitas dari bank syariah. Masyarakat percaya dengan bank syariah karena kinerja yang stabil meskipun pada masa resesi ekonomi global.
Perbedaan prinsip dasar antara perbankan syariah dan perbankan konvensional menjadi modal utama keberadaan bank syariah di Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurfalah (2018) menghasilkan temuan bahwa perbankan syariah relatif lebih stabil dibandingkan dengan perbankan konvensional dalam menghadapi shock baik dari internal maupun eksternal. Menurut Global Islamic Finance Report 2017 menjelaskan bahwa industri keuangan syariah di Indoensia menempati urutan ke-tujuh di dunia.
Perkembangan bank syariah di Indonesia dapat dilihat dari peningkatan total aset dan pembiayaan yang berhasil dilakukan oleh  bank tersebut. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (2019) merilis data yang menyebutkan bahwa total aset yang dimiliki oleh perbankan syariah hingga tahun 2019 mencapai Rp 499,34 Triliun.
Era globalisasi menimbulkan persaingan bisnis antar perusahaan semakin ketat, yang menuntut perusahaan untuk selalu merumuskan strategi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya begitu juga persaingan antar bank. Pertumbuhan perbankan syariah dapat menimbulkan adanya persaingan antar perbankan syariah baik dari segi produk maupun pelayanan yang ditawarkan kepada masyarakat.
Erick Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merencanakan untuk menyatukan tiga bank syariah nasional yakni PT Bank BRISyariah Tbk (BRIS), PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank BNI Syariah menjadi satu entitas besar dengan tujuan menambah modal sehingga bank akan menjadi lebih kuat, berdaya saing tinggi, mempunyai nilai dan berskala besar (global).
Merger & akuisisi tiga bank BUMN akan mempengaruhi faktor-faktor penilaian kinerja perbankan. Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu Bank terhadap penilaian faktor- faktor: (1) permodalan, (2) kualitas aset, (3) manajemen (4) rentabilitas, (5) likuiditas dan (6) sensitivitas terhadap risiko pasar.
Opsi merger & akuisisi bagi bank syariah merupakan salah satu upaya meningkatkan ukuran entitas agar memiliki power dan influence secara skala ekonomis serta  peningkatan pangsa pasar agar tercapai peningkatan profitabilitas dari bank syariah pasca marger.