Mohon tunggu...
Siti Fatimah Danisa Putri
Siti Fatimah Danisa Putri Mohon Tunggu... -

Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Problematika E-KTP, Kemendagri Perlu Tinjau Ulang

30 Desember 2014   20:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:10 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiap-tiap negara berkewajiban untuk mengetahui data kependudukan di negaranya masing-masing. Hal ini dikarenakan data kependudukan adalah data dasar terpenting di sebuah negara, dan berkaitan dengan jumlah valid penduduk. Untuk mendapatkan data-data tersebut dibuatlah suatu sistem pencatatan data penduduk.

Di Indonesia diberlakukan suatu sistem yang disebut Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sistem pembuatan KTP konvensional/nasional di Indonesia memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia.

Oleh karena itu, didorong oleh pelaksanaan pemerintah elektronik (e-Government) serta untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia menerapkan suatu sistem informasi kependudukan yang berbasiskan teknologi yaitu Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP. Sejak tanggal 1 Januari 2014 KTP non elektronik tidak berlaku lagi dan digantikan dengan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). E-KTP sangat perlu untuk dapat menciptakan sistem administrasi kependudukan yang rapi dan teratur dalam rangka mempermudah pemberian pelayanan publik oleh pemerintah kepada seluruh masyarakat.

Pemerintah menganggap bahwa pencatatan menggunakan e-KTP ini merupakan cara terefektif bagi bangsa Indonesia, pada kenyataannya banyak ditemukan kesalahan dan kecacatan yang ada pada pencatatan data penduduk menggunakan sistem ini. Menteri Dalam Negeri Tjahjo mengungkapkan sejumlah fakta yang ditemukan yang dianggap cukup serius. Pertama, ada dugaan korupsi dalam proyek itu. Kedua, server yang digunakan e-KTP milik negara lain sehingga database di dalamnya rentan diakses pihak tidak bertanggungjawab. Ketiga, vendor fisik e-KTP tidak menganut open system sehingga Kemendagri tidak bisa mengutak-utik sistem tersebut. Keempat, banyak terjadi kebocoran database. Misalnya, di kolom nama tertulis nama perempuan, tapi foto yang bersangkutan menunjukan laki-laki. Sebelumnya Mendagri Tjahjo Kumolo mengungkapkan telah menemukan beberapa e-KTP yang berasal dari Tiongkok dan Prancis. Hal tersebut semakin menguatkan berbagai masalah yang menjerat e-KTP.

Oleh karena itu Tjahjo Kumolo memastikan menyetop pembuatan Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP hingga batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Tjahjo khawatir karena server untuk chip di e-KTP berada di negara lain. Sehingga pihak asing akan sangat mudah memetakkan kondisi demografi kita.

Namun pada kenyataannya Kepala Pusat Teknologi, Informasi, dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Hary Budiarto mengatakan, server yang menyimpan data e-KTP masih berada di Indonesia. Ia mengakui bahwa akses terhadap server tersebut bisa dilakukan dari luar negeri. Hary menjelaskan, 'server' yang dimaksud oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo bukanlah server secara fisik berada di luar negeri. Tetapi, lebih kepada akses jarak jauh dari luar negeri terhadap sistem server tersebut. Menurut Hary, produsen server diberi akses sebagai Superuser yang memungkinkannya mengakses dari luar negeri untuk memberi layanan perawatan atau perbaikan ketika ada kerusakan yang terjadi pada server. Hal itu yang dimaksud oleh Pak Mendagri sebagai ancaman keamanan. Hary menambahkan, memang ada risiko pencurian data dibalik akses jarak jauh ini.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Irman pun mengaku telah melaporkan bahwa lokasi server e-KTP berada di dalam negeri.Kementerian Dalam Negeri memiliki server yang terletak di tiga lokasi berbeda, yakni di kantor pusat Kemendagri di Jalan Merdeka Utara (Jakarta Pusat), kantor Dinas Dukcapil DKI Jakarta di Jalan TMP Kalibata (Jakarta Selatan), dan server cadangan yang terletak di Batam.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon mendesak Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk tetap menerbitkan e-KTP. Tidak ada alasan untuk menyetop pembuatan e-KTP, hal ini menyusul pernyataan Tjahjo yang terbukti keliru lantaran server e-KTP ternyata berada di dalam negeri dan masih berada di lingkungan kantor Kementerian Dalam Negeri.Menurut Fadli, semua perekaman data kependudukan tidak bisa dihentikan karena setiap saat akan terus berubah dengan adanya faktor kelahiran hingga kematian. Jika Tjahjo beralasan bahwa yang dihentikan hanya pencetakannya, Fadli mengaku tak mengerti alasannya. Sebab, saat ini ada 172 juta data yang sudah direkam. Sebanyak 145 juta di antaranya sudah diterbitkan dan dikirim langsung kepada warga.

Pendataan dan penerbitan E-KTP ini memang harus terus ada karena merupakan single identity yang diperlukan setiap warga. Kemendagri perlu meninjau ulang terkait problematika yang ada, agar pada masa mendatang sistem pencatatan penduduk dapat terstruktur dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun