Mohon tunggu...
DANIS PRATIWI
DANIS PRATIWI Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Komunikasi dan Budaya Globalisasi, Melawan Hegemoni Hollywood

26 November 2018   18:42 Diperbarui: 26 November 2018   18:56 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Amerika  kini menjadi kiblat dalam berbagai hal termasuk film. Konsen pada film diwujudkan dengan adanya Hollywood yang berdistrik di California, Amerika Serikat. Disini, film tidak hanya dijadikan sebagai produk sinematografi yang bersifat entertain. Lebih jauh lagi, film merupakan suatu produk bahasa (teks dan ucapan) yang dijadikan sebagai ruang untuk berbagai konflik kepentingan,  kekuatan, proses hegemoni dan hegemoni tandingan terjadi. Film dijadikan sebagai lahan dimana berbagai ideology direpresentasikan. 

Maka film pun menjelma menjadi budaya popular dan produk massif. Film dijadikan komoditas ekonomi yang menghasilkan keuntungan berlimpah tanpa perlu memperhatikan dampak yang dihasilkan. Karenanya, film-film Hollywood gencar mengkampanyekan ideology barat (Hedonisme, Kapitalisme, Konsumtif, sex bebas) dimana ideology tersebut berlawanan dengan negara-negara bagian tertentu seperti di negara-negara bagian Timur.

Hollywood giat mempromosikan westernisasi sebagai sebuah gaya hidup yang berhasil diterapkan di negara maju untuk diduplikasikan di negara berkembang termasuk Indonesia. Gaya hidup yang ditawarkan Hollywood, tak hanya mengubah tatanan hidup yang semula tradisional menjadi modern, tapi juga menguntungkan secara finansial bagi negaranya.

Awalnya, modernisasi hanya menyentuh aspek ekonomi dan politik. Namun, pertimbangan berikutnya, modernisasi masuk ke wilayah budaya dan keagamaan. Sehingga terjadi perubahan system sosial dimana bukan akulturasi budaya yang terjadi, tapi justru proses sintesis yakni bercampurnya dua kebudayaan dimana budaya setempat hilang dan digantikan oleh budaya dominan.

Dalam hal ini budaya negara berkembang hilang digantikan oleh budaya Barat. Proses westernisasi terus terjadi tanpa kita sadari sehingga budaya dan norma-norma asli menjadi terkikis. Pada titik ini, Hollywood berhasil menjadikan negara berkembang, termasuk Indonesia  untuk berkiblat pada ideology barat. Indonesia seakan tidak peduli terhadap dominasi hegemoni Hollywood yang memiliki perbedaan ideology bertentangan dengan nilai-nilai ke-Indonesia-an. 

Takluknya Indonesia dari hegemoni barat, mencerminkan pemerintah belum melihat film sebagai alat resistensi terhadap kekuasaan ideology yang dominan. Pemerintah tidak melihat bahwa film-film Hollywood merupakan alat membangun kultur dan ideology barat terhadap negara berkembang. Selain itu, Indonesia kurang memberikan focus terhadap perfilman Indonesia. 

Dibuktikan dengan kurangnya minat terhadap film-film dalam negeri. Bahkan, film dalam negeri seringkali tidak diberikan ruang untuk unjuk gigi di layar lebar. Pemerintah banyak memberikan pertimbangan terhadap film dalam negeri yang akan ditayangkan, namun juga tidak menyaring film-film yang mengandung ideology berbeda dari luar. 

Seringkali pemerintah hanya terfokus pada adanya tayangan yang mengandung konten pornografi dan lupa akan ideology serta ajaran-ajaran yang bertentangan dimana hal tersebut sama bahayanya. Kecermatan komisi-komisi terkait dan pemerintah sangat diperlukan agar ideology dan norma-norma yang bertentangan dapat tersaring dengan baik sama halnya dengan penyaringan tayangan pornografi. 

Nantinya, tindak lanjut yang baik dan serius secara terus-menerus di dunia perfilman akan berpengaruh pada usaha Indonesia dalam melawan Hegemoni Hollywood.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun