Manuver politik Presiden Joko Widodo memang selalu mencuri perhatian publik. Entah itu pernyataan atau tindakan yang selalu memberikan tafsir politik tersendiri.Â
Kenetralan Jokowi dalam pemilu memang menjadi tanda tanya. Pada bulan Mei 2023, Jokowi dengan tegas menyebutkan bahwa ia akan cawe-cawe dengan alasan demi bangsa dan negara.Â
Tak lama setelah itu, pada bulan Oktober 2023 Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan kontroversi terkait batas minimal usia cawapres.
Banyak pihak yang menyebut jika sejumlah gugatan soal usia itu memang untuk menyediakan kendaraan politik bagi Gibran Rakabuming Raka yang tak lain adalah putra sulung Jokowi.Â
Tidak lama setelah putusan itu, Prabowo mengumumkan bahwa Gibran adalah calon wakil presidennya yang akan ikut dalam pemilu 2024. Dengan ikutnya Gibran dan kedekatan dengan Prabowo, publik mempertanyakan kenetralan Jokowi.Â
Meski malu-malu kucing, Jokowi belum sepenuhnya mengaku berpihak. Misalnya ketika ia mengeluarkan pernyataan soal debat tidak boleh menyerang personal disaat Anies dan Ganjar kompak menyerang kinerja Prabowo sebagai Menhan.
Tentu apa yang disampaikan oleh Jokowi menuai kontroversi karena memiliki banyak tafsir. Banyak pihak jika pernyataan itu seolah membela Prabowo dari sejumlah serangan pada debat capres.
Pada saat yang sama, ketika ditanya soal Gibran yang dinilai tak etis saat debat, terutama bahasa tubuhnya yang "sedang mencari jawaban Prof. Mahfud", Jokowi sepenuhnya menyebut biar masyarakat yang menilai.Â
Dari sejumlah pernyataan itu, publik akan berasumsi jika Jokowi tidak netral. Jokowi akhirnya mengakui jika presiden boleh memihak dalam pemilu karena bagian dari demokrasi.Â
"Presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh, tetapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," ujar Jokowi