Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Viralnya Ida Dayak dan Pentingnya Perlindungan Hukum Pasien Pengobatan Tradisional

9 April 2023   18:28 Diperbarui: 11 April 2023   09:17 1325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Ida Dayak yang viral di TikTok usai lakukan pengobatan alternatif (Sumber: facebook/Ida Andriyani via kompas.tv)

Berbicara soal pengobatan tradisional, saya pernah memiliki pengalaman. Saat SMP, saya pernah sakit kuning. Alih-alih dibawa ke rumah sakit, keluarga justru membawa saya ke pengobatan tradisional. 

Alasan keluarga membawa ke sana karena katanya sudah turun temurun sang dukun berhasil menyembuhkan penyakit kuning. Ketika diperiksa, saya hanya diberi saran agar tidak mengonsumsi beberapa makanan. 

Saya pun diminta untuk banyak istirahat. Tak lupa, si ibu memberi beberapa daun sirih yang diikat dan telah diberi doa. Ketika mandi, saya harus mencampurkan daun sirih tersebut dengan air yang dipakai untuk mandi.

Tapi, ajaibnya perlahan-lahan mata dan kuku saya yang kekuningan mulai normal kembali. Mata yang awalnya berwarna kekuningan mulai putih lagi, dan air urine pun menjadi bening. Saya pun sembuh. 

Hingga kini, saya tidak pernah lagi sakit kuning. Terlepas dari cara penyembuhan, saya bersyukur bisa sembuh hingga kini.

Praktik pengobatan tradisional memang masih digemari di Indonesia. Tentu kita masih ingat dengan ponari si bocah ajaib. 

Hanya dengan bermodalkan batu yang dicelupkan ke air, orang berbondong-bondong datang hanya untuk mencari kesembuhan. Batu tersebut dinilai sebagai batu ajaib. 

Ponari pun mendapat keuntungan yang besar. Tapi, yang luput dari kita adalah banyak pasien ponari yang meninggal. Entah itu karena tidak ditangani dengan tepat atau karena tidak ada dampak sama sekali. 

Selain itu, saya juga memiliki pengalaman dengan ahli tulang di daerah Citapen, Bandung Barat. Ketika itu, saudara saya yang berusia sepuluh tahun menjadi korban kecelakaan lalu lintas.

Akibatnya, paha kanannya patah. Dilihat dari hasil rontgen, terlihat tulang sudah tidak tersambung. Salah satu saudara menyarankan agar berobat ke Citapen di daerah Bandung Barat. 

Sama seperti pengobatan tradisional lain, Pak Haji, sebutan sang ahli tulang memberi doa. Lalu ia pun mulai bekerja dengan memberi perban dan papan di bagian paha yang patah. 

Tujuannya tentu agar lurus kembali. Pak Haji kemudian menyarankan agar saudara saya tidur di atas ranjang tinggi. Lalu, kaki yang patah tersebut diberi pemberat. 

Katanya agar tulang yang patah tertarik dan tersambung kembali. Tapi, setelah dua minggu lebih tidak ada perubahan sama sekali. 

Saudara saya tetap sakit-sakitan. Hasil rontgen pun tidak berbeda dengan rontgen awal. Artinya, metode tersebut gagal. Jika dibiarkan, maka saudara saya terancam tidak bisa berjalan lagi. 

Akhirnya kami memutuskan untuk membawa ke meja operasi di Rumah Sakit Dustira, Cimahi. Sang dokter hanya tertawa melihat metode pengobatan tradisional tersebut. 

Menurut dokter, saudara saya tidak hanya patah tulang, tapi pecah. Pecahan tulang tersebut sudah masuk ke area otot dan itu membuat rasa sakit terus muncul. 

Setelah dioperasi, saudara saya bisa berjalan kembali. Tentu harus tetap terapi agar benar-benar sehat. Pecahan tulang pun bersih. 

Dari pengalaman tersebut, meski ada metode pengobatan tradisional yang berhasil, tidak sedikit juga ada yang gagal bahkan bisa berakibat fatal. 

Pertanyaan selanjutnya adalah, adakah perlindungan bagi pasien pengobatan tradisional? Kemanakah ia harus menuntut jika terjadi malapraktik? 

Aturan hukum

Metode pengobatan Ida Dayak kian viral di masyarakat. | Foto: Tangkap layar via YouTube Petualang Ibu Dayak
Metode pengobatan Ida Dayak kian viral di masyarakat. | Foto: Tangkap layar via YouTube Petualang Ibu Dayak

Sebenarnya, keberadaan pengobatan tradisional tidak dilarang, malah diakui. Hal itu bisa kita lihat dalam Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi. 

Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. 

Di dalam Pasal 59, pelayanan kesehatan tradisional dibedakan menjadi dua macam, yaitu pelayanan yang menggunakan keterampilan dan yang menggunakan ramuan.

Ketentuan pengobatan tradisional lebih detail diatur dalam Peraturan Pemerintah 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional. Lebih lanjut, pengobatan tradisional dibedakan menjadi tiga macam yaitu empiris, komplementer, dan integrasi.

Untuk kasus Ida Dayak, maka ia termasuk ke dalam pelayanan kesehatan tradisional empiris yang mencakup keterampilan dan ramuan. Lebih lanjut, terkait pelayanan tradisional empiris diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 61 Tahun 2016.

Di dalam peraturan tesebut, pelayan kesehatan tradisional harus dapat mempertanggungjawabkan keamanan dan manfaat seacara empiris dan digunakan secara rasional.

Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan harus ikut mengawasi agar pelayanan ini berjalan dengan baik.

Jadi, sebelum memiliih pergi ke pengobatan tradisional, alangkah lebih baik memastikan dahulu apakah pengobatan tersebut sudah sesuai standar yang ditetapkan pemerintah atau tidak.

Untuk mengetahuinya, penyelenggara kesehatan tradisional harus dibuktikan dengan STPT. Jika suatu klinik pengobatan tradisional sudah memiliki STPT, maka sudah bisa dipastikan jika klinik tersebut telah berijin dan diawasi pemerintah.

Tidak ada salahnya jika kita memilih pengobatan tradisional karena UU Kesehatan pun memberikan kebebasan pada masyarakat untuk memilih.

Hak dan kewajiban

Sama seperti pelayanan medis lainnya, baik pasien maupun pelayan kesehatan tradisonal memiliki hak dan kewajiban. Hal itu diatur dalam Pasal 28 PP Nomor 103 Tahun 2014. Pelayan kesehatan tradisional memiliki kewajiban:

  • Memberikan pelayanan yang aman dan bermanfaat bagi kesehatan, tidak membahayakan jiwa atau melanggar susila, kaidah agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan YME, tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang hidup di masyarakat, serta tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
  • Memberikan informasi yang jelas dan tepat kepada klien tentang perawatan pelayanan kesehatan tradisional empiris yang dilakukan
  • Menggunakan alat yang aman bagi kesehatan dan sesuai dengan metode keilmuannya
  • Menyimpan rahasia kesehatan pasien
  • Membuat catatan status kesehatan klien

Sementara itu, pasien memiliki hak untuk mendapatkan kejelasan tentang pelayanan, mendapatkan pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan berhak untuk menolak tindakan yang dinilai membahayakan dan mendapatkan catatan status kesehatan

Oleh karena pelayaan kesehatan tradisonal masuk ke dalam layanan jasa, maka pasien pun dilindungi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Jadi, jika mengacu pada UU Perlindungan Konsumen, pelayan pengobatan tradisional adalah pelaku usaha yang bergerak di bidang jasa. Sementara pasien adalah konsumen.

Jika terjadi kerugian pada pasien dalam hal ini konsumen, maka dalam Pasal 8 UU Konsumen kita bisa memakai undang-undang ini sebagai landasan.

Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang ditayangkan dalam label, etiket, keterangan atau iklan promosi.

Lebih jauh dari itu, Pasal 58 UU Kesehatan menyebutkan jika setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seorang, dan atau penyelanggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan.

Mengacu pasal di atas, maka jika kita dihadapkan dengan hal di atas, kita bisa melakukan gugatan perdata dengan dalih Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum. Atau bisa juga dengan membawa ke ranah pidana karena malapraktik.

Jadi, secara aturan, pasien yang berobat ke layanan tradisional sudah dilindungi undang-undang. Tinggal kita yang teliti, apakah layanan tersebut sudah terdaftar atau tidak.

Jika ingin berobat tradisional, alangkah lebih baik memastikan telebih dahulu legalitasnya. Jika sudah demikian, maka apabila terjadi malapraktik, kita dengan mudah menggugat hak kita karena alurnya sendiri sudah ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun