Keempat, mengatur jadwal pertandingan yang memperhitungkan potensi-potensi risiko yang ada.
Kelima, dan terakhir adalah menghadirkan pendampingan dari para ahli di bidangnya.
Lima poin tersebut bagi saya menjadi pangkal masalah dari tragedi Kanjuruhan kemarin. Pada poin pertama, menurut Kapolri, dengan ditetapkanya Dirut LIB sebagai tersangka karena LIB masih memakai verifikasi stadion Kanjuruhan pada 2020 lalu.
Selain itu, memang masih banyak stadion di Indonesia yang belum standar FIFA. Salah satunya dari sisi keamanan yang bisa mencegah tragedi Kanjuruhan kemarin.Â
Stadion di Indonesia juga masih banyak yang belum single sit, jadi karena belum single sit jumlah penonton selalu melebihi kapasitas.
Poin kedua menjadi sangat krusial karena tragedi Kanjuruhan terjadi karena petugas melakukan hal-hal yang bersifat represif. Dalam kasus ini, penggunaan gas air mata juga menjadi sorotan karena sejatinya dilarang.
Akan tetapi, entah mengapa masih bisa lolos. Apakah komunikasi antara panpel dengan kepolisian tidak ada? Terkait aturan olahraga PSSI sebagai bagian dari FIFA harusnya mensosialisasikan  hal tersebut.
Sehingga karena ada komunikasi yang buruk antara pihak regulator dengan pihak keamanan maka tragedi yang tidak diinginkan terjadi. Kepolisian menyebut penggunaan gas air mata sesuai prosedur jika dilihat dari sudut pandang aturan polri.
Selain itu, elemen TNI juga menjadi tanda tanya mengapa ditaruh di stadion. Bagi saya sangat tidak tepat menempatkan TNI karena TNI kejadian serupa bisa saja terjadi. Selain itu, mengamankan sepak bola bukan tugas dari TNI.
Tidak kalah penting adalah poin keempat yang mengatur tentang jadwal. Harus diakui, bagi yang mengikuti Liga Indonesia saat ini jadwal liga selalu malam yakni 20.30 untuk semua pertandingan.