Pertama kali mengetahui Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melalui iklan di facebook. Sekitar tahun 2016, ketika membuka aplikasi anak meta itu iklan PSI selalu muncul di beranda saya.
Dari situlah saya mulai tertarik dengan partai satu ini. PSI menawarkan hal yang baru, yakni partainya anak milenial. Kader PSI didominasi anak-anak muda yang baru terjun ke dunia politik.
Tentu hal itu patut diapresiasi. PSI menjadi wadah bagi anak muda untuk berpolitik. Hal itu karena di luar sana banyak anak muda yang peduli dengan politik tanah air tapi tidak mendapatkan wadah yang pas untuk menuangkannya.
Dari kondisi itulah PSI hadir untuk mengakomodasi suara-suara tersebut. Sebutan bro dan sist kerap mereka gaungkan sebagai ciri bahwa PSI begitu mewakili kaula muda.
Isu yang dibawa oleh PSI memang seksi dan menjadi keresahan publik pada umumnya, yakni anti korupsi dan anti intoleransi.Â
PSI juga memberi porsi besar bagi perempuan. Ketua Umum mereka yakni Grace Natalie begitu menggambarkan DNA tiga minoritas, yakni perempuan, keuturunan Tionghoa, dan non-muslim.
PSI pun aktif merekrut tokoh muda untuk mengisi posisi sentral partai. Contohnya seperti Tsmara Amany yang mengisi posisi Ketua DPP PSI.
Pada pemilu 2019 lalu, PSI memperoleh suara cukup tinggi yakni 1,89 % atau 2.650.361. Suara tersebut di atas partai lama seperti PBB yang memperoleh suara 0,79%, Hanura 1,54%, dan PKPI 0,22%.
Meski begitu, PSI tidak berhasil lolos ke Senayan karena tidak melewati ambang batas parlemen yakni 4%.
Akan tetapi, PSI menempatkan 72 kader di DPRD seluruh Indonesia. Sebanyak 13 orang di tingkat provinsi, dan sisanya yakni 59 di tingkar kabupaten/kota.