Sepulang kerja, teman saya mengirim pesan berisi video TikTok yang ramai diperbincangkan. Video tersebut adalah tips menghindari begal dari Wakapolres Lombok.
Pangkal permasalahannya adalah seorang warga asal Lombok menjadi korban begal tetapi ditetapkan sebagi tersangka karena membunuh komplotan begal. Korban terancam Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan
Seorang wartawan kemudian bertanya, bagaimana caranya agar masyarakat yang bertemu begal tidak harus membunuhnya. Sang Wakapolres kemudian menyebut jika perbuatan main hakim sendiri adalah salah satu tindak pidana.
Kemudian sang wartawan bertanya kembali dengan pertanyaan satirnya yaitu, apakah harus lari dan meninggalkan motor.
Sang polisi kemudian menjawab lagi, katanya paling tidak jika bepergian tidak boleh sendiri lebih baik bersama teman.
Disela polisi memberikan tips, sang wartawan kemudian menambahkan “dan jangan sampai membunuh begal.” Sang Wakapolres menyebut jika perbuatan itu jelas dilarang.
Sontak saja hal itu menimbulkan pertanyaana, bagaimana tipsnya ketika kita bertemu begal? Apakah harus diam dan pasrah atau melawan? Tapi, jika melawan ujung-ujungnya jadi tersangka.
Penetapan tersangka kasus begal di Lombok sendiri heboh dan banyak pihak yang menyatakan jika kepolisian terlalu kaku dalam memahami hukum.
Imbasnya adalah masyarakat sekitar melakukan protes dan penahanan korban akhirnya ditangguhkan.
Pembelaan Paksa
Sejatinya, hukum pidana kita bertujuan untuk melindungi warganya agar aman dari tindak kejahatan. Tugas perlindungan ini dibebankan kepada penegak hukum yaitu kepolisian.