Tidak ada angin tidak ada hujan, DPR RI menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (RUU PPP) sebagai inisiatif DPR.Â
Hal itu dipastikan dalam rapat paripurna yang digelar Selasa, 8 Februari 2022. Sebanyak delapan fraksi menyatan setuju. PKS menjadi satu-satunya fraksi yang menolak.Â
Tiba saatnya kami menanyakan kepada sidang dewan terhormat, apakah RUU usul inisiatif Badan Legislasi DPR RI tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat disetujui menjadi RUU usul DPR RI?," tanya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dalam rapat paripurna, Selasa (8/2/2022). (kompas.com)
Pertanyaan itu dijawab dengan kata "setuju" oleh peserta rapat disertai ketok palu sebagai tanda kesepakatan.Â
Menurut beberapa sumber, setidaknya ada 15 poin perubahan dalam revisi kedua UU PPP kali ini. Salah satu poin krusial yang menjadi pembahasan adalah memasukkan metode omnibus law.Â
Metode omibus law tersebut dimuat dalam Pasal 1 RUU PPP yang berbunyi:
Metode omnibus adalah metode penyusunan peraturan perundang-undangan dengan materi muatan baru, atau menambah materi muatan baru, mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan,dan/atau mencabut peraturan perundang-undangan yang jenis dan hierarki nya sama, dengan menggabungkan nya ke dalam satu peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu. (tirto.id)
Namun, beberapa kalangan menyebut jika apa yang dilakukan oleh DPR tidak tertib hukum, terutama dalam melaksanakan putusan MK tentang UU Cipta Kerja.Â
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas yaitu Fery Amsari menyebut ada beberapa masalah dalam menafsirkan putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang UU Cipta Kerja.Â
Salah satunya adalah, di dalam amar putusan tersebut tidak ada perintah untuk merevisi UU PPP. Sehingga, revisi UU PPP hanya sebagai karpet merah untuk meloloskan UU Cipta Kerja.Â