Semuanya berubah ketika Anneliese pingsan di sekolanya. Ia seperti mengigau, linglung, hingga dianggap kerasukan iblis. Kejang-kejang tersebut tidak hilang sampai akhir hayatnya pada usia 21 tahun.
Bahkan, ketika tidur ia sering terbangun sendiri  tengah malam dan marah-marah tanpa sebab. Kemudian orangtuanya membawa Anneliese ke ahli saraf.
Sang ahli saraf kemudian memvonis Anneliese menderita epilepsy lobus temporal. Penyakit tersebut merupakan sebuah kelainan yang membuat penderitanya kejang-kejang, kehilangan kesadaran, dan berhalusinasi.
Setelah didiagnoas penyakit tersebut, Anneliese mengonsumsi obat dengan dosis tinggi. Akan tetapi, obat tersebut tidak berhasil juga dan membuat keadaan Anneliese semakin buruk.
Anneliese kemudian mengaku pada dokter pribadinya bahwa ia sering melihat hal-hal mistis seperti iblis serta mendengar bisikan aneh. Bisikan tersebut bahkan menyebut Anneliese dikutuk dan akan membusuk di neraka.
Perilaku Anneliese mulai aneh, ia sering merobek pakaiannya sendiri, merangkak, memakan laba-laba, melolong seperti anjing bahkan meminum air kencingnya sendiri.
Keanehan itu tidak hanya dirasakan Anneliese, tetapi oleh ibunya sendiri. Menurut ibunya, pada suatu malam mata Anneliese tiba-tiba berubah menjadi hitam dan tangannya seolah-olah mengeluarkan kuku yang panjang.
Menyeramkan bukan? Tetapi itulah kisah yang banyak beredar. Perilaku Anneliese mulai tidak wajar, bahkan ia mulai menunjukkan rasa kebencian terhadap agama yang ia anut.
Kalung salib, maupun lukisan religi katolik lainnya mulai Anneliese hancurkan karena rasa benci tadi. Pengobatan medis tidak tidak berbuah hasil.
Maka disinilah keluarga berkesimpulan pengobatan medis tidak efektif lagi. Cara yang harus dilakukan adalah dengan pengobatan spiritual.
Anneliese kemudian diajak ke tempat-tempat suci umat katolik. Keluarga Anneliese kemudian berkonsultasi dengan seorang ahli. Sang ahli kemudian menyuruh Anneliese berjalan melintasi salib dan meminum air suci.